Bab 20

126 15 0
                                    

"Emma, apakah kau tahu ada ruang rahasia di kamar Dylan?" Suara Gamiel. Ini mimpi.

"Ayo ikut aku!" Ia menarik tanganku dan mengajakku berlari ke sebuah kamar. Kamar itu besar dan di salah satu sisi kamar itu tergantung sebuah lukisan malaikat yang besar juga.

Gamiel mengangkat tangan kiriku, seakan menunjukkan tangan kiriku kepada si malaikat. Aku memperhatikan tangan kiriku, sejak kapan aku memiliki tato di salib di tangan kiriku? Aku bingung. Sangat bingung.

"Katakan 'Gate open'!" Gamiel berbisik.

Mulutku berkata dengan sendirinya. "Gate open!"

Lukisan itu kemudian bergerak sedikit dan sebuah pintu terbuka lebar di hadapan kami.

Gamiel tersenyum, "Berhasil!" Ia tertawa. Hangat. Sungguh hanggat. Tapi tangannya kembali terluka dengan menyentuhku. Aura hitam memenuhi tangannya, tetapi ia tidak meringis. Sudah kebal?

🍀🍀🍀

Aku terbangun di sebuah kamar. Langit-langitnya berwarna merah. Aku melebarkan mataku. Kamar Dylan! Bagaimana bisa aku disini? Apakah selama ini aku bermimpi?

Tadi aku berada di sebuah tempat yang bernama Odisea, sekarang aku berada di kamar Dylan! Apakah aku memang mempunyai kekuatan untuk berpindah tempat atau semacamnya?

Aku mengacak-acak rambut panjangku. Aku baru menyadari sesuatu, rambutku berwarna hitam. Aku bangun dari tempat tidur itu dan berjalan ke arah sebuah cermin besar.

Wajahku tidak berubah. Tapi, tubuhku menjadi lebih kurus dari sebelumnya, luka memenuhi tubuhku, rambutku juga berwarna hitam. Tunggu dulu, pakaianku juga berubah.

Aku memegangi kepalaku, terasa berat. Aku teringat kejadian saat aku terbangun di sebuah altar. Apakah itu mimpi atau bukan? Siapa succubus?

Aku berjalan memutari kamar Dylan sambil melamun, tapi suatu lukisan aneh tergantung di salah satu bagian kamar Dylan. Lukisan itu seperti malaikat. Aku teringat mimpiku! Ada lukisan semacam ini juga!

"Kalau aku benar aku memimpikan tentang masa laluku, maka seharusnya ini bisa bekerja." Aku mengangkat tangan kiriku. Benar! Ada tato salib!

Apa kata sandinnya? Mengapa aku melupakannya? Seingatku sandi itu sangat sederhana. Aku menggigit bibir bawahku. "Arghhh!"

"Terbukalah wahai gerbang!" Aku mencoba. Tak ada ruang rahasia yang terbuka. Aku memang suka menghayal.

"Buka!" Aku merutuki diriku sendiri, mengapa aku masih saja ingin mencobanya? Firasatku mengatakan aku harus mencoba.

"Gate open!" Mungkin dalam bahasa Inggris akan terbuka. Tidak terbuka. Aku membalikkan tubuhku, memang seharusnya aku tidak perlu menanggapi mimpiku dengan serius. Aku mendengus kesal.

*grett*

Terdengar sesuatu dari belakangku. Aku membalikkan tubuhku. Sebuah jalan terbuka! Mimpiku benar-benar nyata! Untuk sejenak aku melupakan tentang perubahan fisikku, aku terlalu bersemangat untuk memasuki ruangan rahasia ini.

Aku tersenyum. "Gamiel, kau nyata." Aku berkata dengan suara yang kecil.

Aku melangkahkan kakiku memasuki ruangan tersebut, gelap. Kepalaku menoleh ke segala arah, mencari tombol lampu. Mungkin ruangan ini memang tidak memiliki lampu?

Di ruangan itu ada beberapa meja, di atasnya terdapat tabung-tabung reaksi, buku-buku yang tebal, dan gulungan kertas. Ada suatu meja kecil di pojok ruangan dan dari meja itu muncul cahaya kuning redup.

Aku mendekati meja itu. Cahaya kuning itu keluar dari sebuah kaca bulat yang terletak dengan posisi tidur di atas meja.

Aku menggerakkan tanganku di atas cermin itu, berusaha mengusap noda cermin itu. Tiba-tiba kaca itu memunculkan gambar, terasa seperti sedang menonton film.

Terlihat dengan jelas seorang gadis sedang berjalan ke sebuah rumah kayu yang kelihatan megah. Gadis itu terlihat seperti sehabis menangis. Wajah gadis itu tidak tampak jelas.

Aku mendekatkan wajahku ke kaca itu. Terlihat wanita itu mengetuk pintu rumah itu sambil menangis. Pintu itu terbuka, seorang pria tampan dan tinggi muncul. Pria ini sepertinya pernah kulihat di suatu tempat.

Gadis itu berlutut dan memohon-mohon kepada pria yang sedang membuka pintu. "Aku mohon bunuhlah Emma!" Ia berteriak.

Pria itu memandangnya dengan rendah."Apa yang akan kau berikan padaku jika aku membunuhnya?"

"Aku akan menjadi pelayan setia Grimore selamanya." Ia menangis.

"Aku tidak ingin membunuhnya. Kau bisa meminta bantuan kepada anggota Grimore yang lain." Pria itu berkata dengan ketus dan membanting pintunya.

Gadis itu masih menangis terisak-isak di depan pintu rumah pria itu. Ia mulai bangun dan beranjak pergi dari rumah itu.

"Uhuk!" Aku terbatuk. Ada beberapa tetes cairan jatuh di atas kaca itu. Aku menggosok kaca itu dengan lengan bajuku. Tampilan gambar di kaca itu berubah.

Sekarang, gadis itu seperti sedang mengikuti seorang pria masuk ke dalam minimarket. Minimarket itu sepertinya pernah kulihat di suatu tempat. "Minimarket dekat apartemenku?" Aku menganga.

Pria itu menggunakan celana, baju, dan jaket yang berwarna hitam. Gadis ini menguntit pria ini? Aku menggigit bibirku, film ini semakin seru.

Pria itu menoleh ke arah belakang, dengan sigap gadis itu langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah yang berlawanan dengan pria itu, ia juga mengambil ponsel dari sakunya dan meletakkannya di telinganya agar ia terlihat seperti sedang menelpon seseorang.

Tentu saja pria itu mengira gadis itu hanya pejalan kaki biasa. Pria itu melanjutkan langkahnya masuk ke minimarket itu. Gadis itu kemudian membuka jaketnya dan mengikatnya di pinggangnya. Ia juga menggunakan masker berwarna hitam untuk menutupi wajahnya.

Pria itu masuk ke dalam minimarket dan masih diikuti oleh gadis itu. Film ini semakin seru. Aku terus memandangi kaca itu dengan mata berbinar-binar.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang