Bab 7

306 21 0
                                    

Emma masih tidak sadarkan diri. Apakah energi yang diberikan pelayanku terlalu besar?

Aku melangkahkan kakiku ke depan lukisan malaikat di kamarku. Aku menunjukkan lambang salib di tangan kiriku. "Gate open."

Pintu rahasia terbuka dari belakang gambar malaikat. Aku memasuki ruangan itu sambil membawa botol kecil berisikan memori Sally. Ruangan ini adalah ruangan khusus bagiku untuk belajar sekaligus mempraktikan sihir roh.

Aku mengeluarkan memori Sally dah menuangkannya di suatu kaca berbentuk bulat. Di sekeliling kaca itu terdapat lingkaran sihir yang kubuat sendiri. Apabila aku menuangkan ingatan seseorang ke atas kaca itu dan membaca manteranya, maka aku dapat menonton ingatan orang tersebut bagaikan sedang menonton film.

"Memoria!" Aku berkata sambil tanganku berada tepat di atas kaca. Ingatan Sally mulai muncul di atas kaca.

Nampak jelas di kaca itu seorang pria tampan. Aku mendekatkan wajahku ke arah kaca. Itu aku! Ah aku ingat! Saat itu aku sedang membeli soda di sebuah kios. Aku ingat Sally melewati tempat itu.

"Hatiku berdebar-debar." Suara Sally. "Apa yang harus aku lakukan?"

Terlihat jelas Sally mulai salah tingkah. Jangan-jangan pria yang ia sukai adalah aku? Tapi, pada saat itu aku belum mulai mendekati Emma.

Kemudian datang seorang pria lain melewatiku. Ia bersama seorang gadis. Emma. Jangan-jangan pria ini yang dimaksudkan? Tunggu sebentar, pria itu sepertinya pernah kulihat di suatu tempat. Ah! Aku ingat, pria itu Emilio. Orang yang mendekati Emma juga, kalau aku tak salah ingat aku pernah bertengkar dengannya di tangga apartemen Emma.

Ah, iya kalau tak salah ingat aku dan Emilio memperebutkan siapa yang akan membawa Emma pada saat Emma tak sadarkan diri.

Apakah ia menyukai Emilio? Tapi, Emilio itu adalah seorang..

"Tuan, kami memohon agar kau memerintahkan kami untuk kembali. Kami sudah memakan banyak darahmu, kami tak patas untuk itu." Jose memohon padaku. Pantas saja aku merasa pusing sedari tadi.

"Dengan kuasaku sebagai tuan kalian, aku perintahkan kalian kembali!"

"Terimakasih telah mendengar permohonan kami. Kami undur diri." Mereka mencair menjadi tetesan darah dan masuk ke dalam tubuhku melalui sayatan di jari-jariku.


Aku kembali menatap kaca. Sally berhenti di tempatnya dan memandangi Emilio dan Emma.

"Siapa lagi pria tampan ini?" Suara Sally. Terlihat jelas Sally terpana menatap Emilio dan terlihat jelas aku juga sedang menatap Emma.

Emilio dan Emma sedang memmbicarakan tentang tugas kuliah mereka masing-masing dan mereka membicarakan soal pergi ke kafe atau restoran yang dekat dengan kampus kami.

Kurang ajar sekali si Emilio itu, beraninya ia mengajak Emma pergi. Entah mengapa aku kesal dengan sendirinya.

Emilio tiba-tiba memainkan rambut Emma. "Hei, apa-apaan itu!" Aku protes sambil memukul tembok terdekat.

"Emma, rambutmu mengapa agak kehitaman?" Emilio mulai berbicara.

"Benarkah?" Emma berkata dengan nada tidak peduli.

Bagus Emma, bagus. Aku melanjutkan menonton ingatan Sally. Sally tidak berhenti menatap mereka.

Sebaiknya aku menloncati bagian-bagian tidak penting. Aku menggerakkan tanganku di atas kaca itu. "Apakah tidak ada informasi bermutu untuk aku lihat?" Kataku sambil menggerakkan tanganku.

Aku berhenti menggerakkan tanganku. Aku menatap kaca itu, tampak Sally sedang berusaha mendekati Emma di kantin kampus.

"Hei, bisakah aku duduk di sini?" Ia memulai.

Emma menatapnya ragu, "Ah, iya. Duduk saja."

"Namaku Sally." Katanya dengan suara riang yang dibuat-buat.

"Aku Emma." Emma berkata dengan nada datar.

Memuakkan sekali teman Emma itu. Aku menggerakkan tanganku lagi. "Skip."

Tampak sekarang Sally mendekati Emma yang sedang makan bersama Emilio. "Hai, Emma!"

Emma dan Emilio menatap Sally dengan tatapan aneh."Kau mengenalnya?" Emilio menatap Emma.

"Ah, iya aku bertemu dengannya di kantin."

Aku menggerakkan tanganku lagi. "Memuakkan sekali harus melihat Emilio dan Emma. Skip."

Sekarang yang tampak di kaca adalah Sally dan Emma yang sedang duduk berdua di kelas. Mereka terlihat sangat dekat. "Emma, kita harus berjuang untuk mendapatkan beasiswa!"

"Ah, iya. Aku akan berjuang. Kau juga berjuanglah!" Emma tersenyum.

Aku menlocanti adegan-adegan tidak penting. Ini dia! Adegan ini pasti sangat bagus.

"Apa?! Mengapa beasiswanya hanya bisa diberikan kepada satu orang?" Suara Sally berteriak di ruang dosennya.

"Itu memang sudah ketentuannya. Lagipula nilaimu itu berbeda jauh dengan Emma, wajar saja kan kalau Emma yang mendapatkan beasiswanya? Apakah kau tidak menerimanya?" Dosen itu berkata dengan sinis.

Sally hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia meninggalkan ruangan dosennya sambil menangis. "Paling tidak aku harus mendapatkan Emilio." Katanya terisak.

"Apakah hanya karena hal itu ia meminta bantuan Grimore?" Aku menatap kaca itu dengan miris sambil menggerakkan tanganku. "Skip."

Sekarang tampak Sally mendatangi Emilio dan Emma yang sedang belajar bersama di perpustakaan. "Emilio, bisakah kita berbicara sebentar di luar?" Sally menatap Emilio.

Emilio menatap Emma sejenak, "Ya, aku rasa aku bisa." Mereka bedua meninggalkan Emma sendiri di perpustakaan.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Emilio bersandar di dinding, di sebelahnya terdapat mesin untuk membeli minuman kaleng.

"Ah itu, mungkin kau akan terkejut mendengarnya." Sally menekan tombol di mesin pembeli minuman. "Aku ingin bertanya sesuatu." Kata Sally sambil mengambil dua minuman kaleng yang keluar dari mesin itu.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Emilio merapikan rambut coklatnya.

"Apa tipe wanita yang kau sukai?" Kata Sally sambil memberikan salah satu minuman di tangannya kepada Emilio.

Emilio menerima minuman itu dan membukanya. "Hmm, aku ingin wanita yang bisa membantuku menguasai dunia." Tatapan Emilio serius dan dalam.

Emilio lihat saja kau, aku akan membantaimu setelah ini. Aku geram. Bruk! Suara dari kamarku, buru-buru aku keluar dari kamarku tanpa sempat memasukkan ingatan Sally ke dalam botol kecil.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang