Devil 57 - END

14.8K 456 13
                                    

Hamparan bunga matahari ada di depan mata. Selama ini Dina tak pernah mengetahui ada tempat seindah ini.

"Seperti warna iris kamu ya, hijau dan kuning" sahut Rafael. Dina pun tertawa kecil.

"Yuk, kita ke sana. Berada di tengah-tengah ribuan bunga matahari" ajak Rafael.

Rafael melepaskan pelukannya dan beralih menggenggam tangan kanan Dina. Menarik Dina dengan perlahan untuk berjalan beriringan di jalan setapak. Dina tak henti-hentinya tersenyum senang saat tangannya menyentuh kelopak bunga matahari sepanjang perjalanan.

Tangan kanan Dina tergenggam erat oleh Rafael dan tangan kirinya menyentuh kelopak bunga matahari. Sempurna.

Rafael melirik ke samping terlihat Dina yang wajahnya kembali ceria. Rafael pun tersenyum dan menghentikan langkahnya.

"Dina...." sahut Rafael. Dina pun menoleh ke arah Rafael.

Rafael berpindah tempat dari samping menuju ke depan Dina. Tangan Rafael terangkat memegang tangan Dina.

"Sudah lama aku merencanakan ini. Tapi takdir berkata lain rencana ini baru dapat terlaksana sekarang. Aku bahkan berpikir aku tak akan bisa merealisasikan keinginanku, impianku" ucap Rafael sambil menatap Dina.

"Dari awal pertemuan kita, yang mengetahui kisahku adalah kamu. Disaat aku merasa putus asa yang menjadi penyemangatku adalah kamu" Rafael menghirup nafas dan mengeluarkan dengan perlahan.

"Sampai kita pisah pun, kamu tetap menjadi penghuni setia pikiranku. Tak ada yang bisa mengambil pikiran atau memori ku tentang kamu, Dina" Rafael tersenyum.

"Saat kita jauh, aku merasakan ada yang kurang dalam hidupku bahkan jiwaku. Aku merasa kosong. Kini kamu kembali datang di hadapanku. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini" ucap Rafael.

Dina yang mendengar segala ucapan Rafael seakan melambung ke langit ke tujuh. Perasaan bahagia dan hangat saat mendengar kata-kata Rafael yang menyanjungnya.

"Selama kamu tidur karena kelelahan, aku sudah memikirkan kalau ini harus terjadi sekarang. Jika tidak sekarang kapan lagi? Hanya itu yang aku tahu" ucap Rafael.

"Dina.. Narundina Christella, bersediakah kamu menjadi pendampingku disaat suka dan duka. Menemaniku disaat aku lelah dan bahagia. Melangkah bersama walau ada kerikil yang menghadang dan menjadi penyempurna jiwaku yang setengah kosong?" Rafael berlutut di depan Dina.

Tangan Rafael tetap menggenggam tangan Dina dan telapak tangan yang bebas menghadap ke atas. Telapak tangan yang semula kosong kini terdapat kotak beludru halus berwarna merah yang terbuka dan terlihat dua cincin.

Dina menutup bibirnya dengan tangannya menunjukkan keterkejutannya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Dia tak pernah menyangka Rafael akan meminta menjadikan dirinya pasangan jiwa.

"Apakah kamu bersedia menjadi pelengkap diriku?"

Rafael mengulang kembali pertanyaannya dan menunjukkan kedua cincin di hadapan Dina. Dina pun mengangguk perlahan dengan diiringi aliran air mata yang bahagia tentunya.

"Aku bersedia, Rafael" sahut Dina.

Rafael pun tersenyum kemudian dia memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Dina. Dina pun juga memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Rafael.

Rafael berdiri lalu memeluk Dina dengan erat, mencium puncak kepala Dina berulang kali. Dina membalas pelukan Rafael dengan erat.

Wajah Dina terangkat melihat Rafael, Rafael pun menatap Dina. Pandangan mata bertemu pada satu titik.
Perlahan wajah Rafael menunduk dan mengecup sekilas bibir Dina.

"Terima kasih" sahut Rafael.

"Terima kasih juga telah mendatangkan kebahagiaan untukku" ucap Dina lalu berjinjit dan mencium bibir Rafael. Rafael pun tersenyum.

"Apa aku harus menghadap Ayahmu agar kita bisa menikah?" tanya Rafael. Dina menggeleng.

"Lebih baik kita menghadap Ayah saat kita sudah resmi menikah" jawab Dina.

"Tapi aku tak tahu bagaimana cara menikahimu menurut bangsamu. Apakah sama seperti manusia lainnya?" ucap Rafael melepaskan pelukannya.

"Sama. Kamu hanya mengucapkan janji itu dihadapan ketua suku" ucap Dina.

"Berarti kita harus menuju ke tempat asalmu?" tanya Rafael.

"Tidak. Nanti banyak orang yang ingin menggagalkan pernikahan kita." ucap Dina.

"Lalu?" sahut Rafael.

"Aku tahu di daerah selatan ada ketua suku dari bangsaku. Kita bisa menuju ke sana" ucap Dina.

"Kalo begitu, ayo kita kesana" kata Rafael. Dina pun terkekeh.

"Kenapa terburu-buru, Rafael? Aku tak akan pergi" ucap Dina.

"Karena aku tak ingin kehilanganmu lagi, Dina" tatap Rafael.

"Besok kita bisa pergi. Sekarang aku ingin istirahat. Kamu kira megejarmu itu tak melelahkan, hmm?" ucap Dina. Rafael pun terkekeh mendengarnya.

"Baiklah, kita berangkat besok pagi" Rafael membelai puncak kepala Dina.

"Kita pulang untuk hari ini" ucap Rafael.

"Pulang?" tanya Dina.

"Pulang ke rumah Om Hendrawan" jawab Rafael.

"Kamu masih di sana?" sahut Dina mengerutkan keningnya.

"Iya. Karena rumah Om Hendrawan beserta asetnya sudah menjadi milikku" ucap Rafael lalu tersenyum.

"Om Hendrawan gak mengusirmu?" sahut Dina.

"Om Hendrawan sudah bertemu dengan Papa di surga" sahut Rafael menyeringai.

Dina mulai mengerti maksud perkataan Rafael. Sebuah senyuman tercipta di bibir Dina.

"Kita pulang..." sahut Dina.

Perlahan sayap putih keluar dari punggung Rafael dan terkepak perlahan. Dina pun mengeluarkan sayap hitamnya.

WHUUUSSSTTT

Mereka pun terbang dengan bergandengan tangan. Sesekali tawa terdengar diantara mereka.

Jika memang jodoh, seberapapun kuatnya mereka untuk dipisahkan. Pada akhirnya akan menyatu juga.

END

THE SWEETEST DEVIL [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang