Devil - 41

8.6K 425 2
                                    

"Apa masih jauh kita harus berjalan?" tanya pemuda bermata sipit.

"Apakah kamu takut, Rafael?" sahut Dina.

"Aku cuma kesulitan berjalan. Sekitar sini gelap" sahut Rafael.

DUUKKK

Kaki Rafael terbentur akar pohon. Setiap Rafael menabrak sesuatu, Dina pun berhenti.

"Sebentar lagi" sahut Dina.

Dina memegang tangan Rafael agar tak terlepas dan tersesat di tengah hutan yang gelap gulita.

"Berhenti" ucap Dina.

Tangan Dina terangkat dan merangkul pinggang Rafael dari belakang. Rafael menengok ke arah samping, namun tak bisa melihat jelas wajah Dina.

"Sudah waktunya" sahut Dina.

Rafael mengerti. Tangan Rafael terangkat dan merangkul bahu Dina.

"Kamu siap?" tanya Dina.

"Oke" sahut Rafael.

Sayap hitam perlahan muncul dari punggung Dina. Perlahan mulai mengembang dan dikepakkan.
Dina mulai terbang dengan mengangkat tubuh Rafael. Terbang semakin tinggi ke atas hingga melewati pucuk pepohonan.

"Wow!" sahut Rafael melihat pemandangan malam dari atas ketinggian.

"Lalu kita ke arah mana?" tanya Rafael menengok ke samping.

"Ke barat" ucap Dina melesat ke arah barat.

Rafael menikmati angin yang berhembus bermain di kepala.

"Apakah di sana?" tanya Rafael ke arah Dina. Dina menganggukkan kepala.

Dina terbang ke atas menyusuri bebatuan putih.

HAAPP

Kaki Dina dan Rafael mendarat.

"Ini tempat yang aku temukan. Semoga suka" ucap Dina.

"Tebing putih. Aku suka" sahut Rafael menatap sekeliling.

PYAARRR

Terlihat kembang api berpendar di langit.

"Sudah mulai" ucap Rafael.

"Ayo duduk di sini" Rafael menggandeng Dina untuk duduk di ujung tebing.

"Kamu nggak takut?" ucap Dina sambil mencari posisi yang nyaman untuk duduk.

"Nggak. Aku hanya takut jika kamu pergi dari sampingku" ucap Rafael menatap ke depan.

"Hah?!" sahut Dina.

Dina menengok ke samping ke arah Rafael. Rafael masih menatap ke depan menikmati kembang api dan ribuan bintang yang bermunculan.

Perlahan Rafael yang menatap ke depan kini melihat ke arah Dina. Terlihat Dina yang menatapnya tanpa berkedip. Tangan Rafael digerakkan ke wajah Dina namun Dina hanya terpaku.

"Menggemaskan" batin Rafael.

Rafael menatap Dina dengan intens dari kepala, alis, mata, hidung, dan bibir. Perlahan wajah Rafael mendekat ke arah Dina. Tak ada pergerakan dari Dina.

Tangan Rafael terangkat dan mengelus pipi Dina perlahan.

"Eh"

Dina tersadar. Wajah Rafael sangat dekat. Hembusan nafas dari Rafael dapat dirasakan oleh Dina. Rafael tersenyum. Dina tak dapat menggerakkan badannya seakan tersihir oleh senyuman Rafael.

CUPSS

Sebuah kecupan mendarat di bibir Dina.

PYAARR DUAARR PYAAARRR

Bersamaan dengan nyala berbagai macam kembang api, Rafael menarik wajahnya.

Rafael tersenyum dan mengelus pipi Dina. Dina tetap tak bergerak. Rafael mengangkat salah satu alisnya melihat ekspresi gadis yang berada di depan matanya.

"Aaww!!" sahut Dina.
Rafael mencubit kedua pipi Dina.

"Akhirnya kamu bersuara" Rafael terkekeh. Dina memegang kedua pipinya.

"Aku kira sedang berhadapan dengan patung" ucap Rafael.

Dina hanya memasang wajah yang tersipu malu dan diam.

"Yah, diam lagi. Mau aku cium lagi?" goda Rafael.

Dina menggelengkan kepala kemudian menutup bibir dengan kedua tangannya. Pipi Dina bersemu merah mendengar ucapan Rafael. Rafael terkekeh melihat reaksi Dina.

Sekilas pikiran jahil Rafael mulai bekerja.

Rafael mendekat ke wajah Dina. Dina membolakan matanya dengan sempurna. Rafael semakin dekat dan Dina bergerak ke belakang. Tangan Rafael bergerak ke punggung Dina untuk menahan pergerakan Dina.

"Kenapa jadi kamu yang takut, Dina?" tanya Rafael. Dina hanya menatap Rafael.

CUUPPS..

Rafael mencium punggung tangan Dina yang menutup bibirnya kemudian bergerak mencium kening Dina. Kening Rafael menempel di kening Dina.

"Apakah aku menakutkan?" tanya Rafael dengan suara pelan.

Dina menggelengkan kepala. Perlahan Dina menjauhkan tangan yang menutupi bibirnya. Mata Dina kini melihat jelas bekas luka di sudut bibir Rafael.

"Ini pasti ulah Hendrawan!" ucap Dina sambil menyentuh bekas luka di sudut bibir Rafael.

"Masih sakit?" tanya Dina.

"Jika dibandingkan dengan kemarin, ini sudah baikan"

Rafael menarik wajahnya dan tangan yang menahan punggung Dina juga terangkat. Perlahan Rafael bergerak untuk memberi jarak.

Rafael kembali menatap ke depan. Dina hanya memandangi Rafael.

"Kamu ingin tanya apa, Dina? Aku akan menjawabnya" ucap Rafael.

"Kenapa harus memanggil Hendrawan dengan nama Om Hendrawan?" tanya Dina.

"Dia adalah adik kandung papaku" ucap Rafael.

"Dia adik kandung papamu?! Tapi kenapa dia tega sekali mengatakan jika kamu tak memiliki apapun?!" ucap Dina menatap ke depan.

"Dia benar. Aku tak memiliki apapun. Maka dari itu aku menjadi pegawainya lebih tepatnya pelayan. Walau sebenarnya aku adalah keponakannya" ucap Rafael.

"Awalnya tujuanku menemui Om Hendrawan adalah menyelediki apakah dia penyebab hilangnya harta papa. Setelah lama mencari tahu, ternyata surat-surat penting sudah dibakar karena dia ingin menguasai harta peninggalan kakek sendirian. Bahkan surat rumah dan bisnis milik papa pun hilang!" lanjut Rafael.

"Jika dia mengatakan aku adalah miskin. Itu benar. Aku tak memiliki apapun, Dina" sahut Rafael sambil menunduk.

"Siapa bilang kamu tak memiliki apa-apa. Kamu mempunyai hati yang penuh kasih sayang, Rafael" ucap Dina.

"Buktinya kamu masih bertahan dan berbuat baik ke Hendrawan. Kalo aku jadi kamu, dia sudah aku jadikan tumbal!" lanjut Dina.

Rafael mengangkat kepalanya dan terkekeh mendengar ucapan Dina.
Tangan Rafael terangkat dan mengelus puncak kepala Dina.

"Terima kasih" sahut Rafael sambil tersenyum.

"Aku boleh tahu dimana kamu tinggal?" tanya Dina.

"Di rumah Om Hendrawan" sahut Rafael.

"Apa seatap dengan Hendrawan?" tebak Dina. Rafael menggelengkan kepala.

"Aku tidur di salah satu gudang. Tepatnya di belakang rumah Om Hendrawan" ucap Rafael.

"Gudang?" Dina menatap Rafael.

"Di dalam gudang ada kamar. Disitulah kamarku" ucap Rafael.

"Apakah kamu sendirian di gudang itu?" tanya Dina. Rafael menganggukkan kepala.

"Karena gudang itu hanya memiliki satu kamar, sedangkan teman yang lain menempati gudang lainnya" ucap Rafael.

"Kalau aku ke sana, orang-orang gak akan ada yang tahu" sahut Dina.

"Apakah kamu ingin menemaniku, Dina?" Rafael terkekeh. Semburat merah muda menghiasi wajah Dina.

THE SWEETEST DEVIL [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang