Devil - 46

7.8K 369 1
                                    

"Aku mandi dulu" ucap Rafael berjalan ke arah kamar mandi.
Dina pun menatap punggung Rafael hingga hilang masuk ke kamar mandi.

Setelah menunggu beberapa menit.

NGIINGGGGG...

Suara berasal dari teko. Tangan Dina bergerak memutar tombol ke arah kanan.

CKLEEKK.

Kompor telah mati bersamaan Rafael yang keluar dari kamar mandi.
Dina menengok ke arah Rafael.

DEGG DEGGG

Dina tak berkedip melihat Rafael. Rambut yang basah dan berantakan membuat aura maskulin semakin terpancar. Rafael berjalan ke arah Dina masih memakai kaos berwarna biru dan celana pendek selutut.

Rafael sudah berada di depan Dina. Dina kembali diam dan hanya menatap mata Rafael.

"Ekspresi wajah yang menggemaskan" batin Rafael.

"Oh ya. Tadi ada yang terlupa" sahut Rafael. Dina hanya diam.

"Selamat pagi, Dina" ucap Rafael sambil mencium kening Dina setelah itu berjalan ke arah kamarnya.

Dina tetap tak bergerak kemudian sebuah senyuman terbentuk di bibir mungilnya. Perlahan Dina berjalan mengangkat teko dan meletakkan di meja dapur.

Rafael sudah berganti pakaian dengan kaos abu-abu lengan panjang dan celana panjang warna senada.

"Terima kasih" ucap Rafael saat Dina meletakkan teko di meja dapur.

Rafael mengambil gula dan sendok yang berada di lemari dapur.

"Suka teh manis atau pahit?" tanya Rafael.

"Manis"

Rafael memberikan dua sendok gula ke masing-masing gelas kemudian air di teko dimasukkan ke gelas. Teh diseduh dengan perlahan. Dina daritadi memperhatikan apa yang dikerjakan oleh Rafael.

"Kamu mau membuat sendiri?" tanya Rafael.

"Untuk sekarang belum bisa. Tapi aku ingin membuatkan ini untukmu" jawab Dina. Rafael pun tersenyum.

"Kalau ada waktu luang, akan aku ajari caranya" ucap Rafael sambil mengaduk teh perlahan.

"Sungguh?" tanya Dina dengan senang. Rafael menganggukkan kepala.

"Coba kamu aduk teh di gelas ini" Rafael memberikan gelas ke arah Dina. Dina hanya menatap.

"Ini namanya sendok. Kamu pegang ujungnya lalu aduk seperti ini" Rafael memegang tangan Dina, mengarahkan ke sendok dan memutarnya di dalam gelas.

"Kamu aduk dulu, sepertinya aku masih punya roti tawar"
Rafael berjalan ke arah lemari dapur dan mencari dengan seksama.

"Ini dia rotinya!"

"Aww panas!!"

Rafael segera menengok ke arah Dina. Terlihat Dina mengipaskan tangannya ke arah bibirnya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Rafael saat berada di depan Dina.

"Nggak apa-apa. Tadi cuma ingin coba rasanya" sahut Dina.

"Ini bukan teh dingin seperti di pasar malam. Tehnya masih panas dan harus didiamkan untuk jadi hangat. Baru bisa diminum" Rafael menjelaskan. Dina mulai mengerti.

"Itu apa?" tanya Dina melihat sebungkus roti yang dibawa oleh Rafael.

"Ini namanya roti. Kita duduk di meja sana. Kamu bawa teh yang sudah kamu aduk"

Rafael melangkah dengan teh di tangan kirinya dan sebungkus roti tawar di tangan kanannya menuju meja dan kursi yang berada di depan kamar Rafael. Dina mengikuti dari belakang.

Kursi yang berada di depan kamar Rafael saling berhadapan. Rafael meletakkan teh dan roti diatas meja diikuti oleh Dina.

"Ini roti tawar" ucap Rafael setelah duduk di kursi.

"Bisa kamu makan langsung seperti ini atau dicelupkan teh baru dimakan"
Rafael memperagakannya dan Dina melakukan sesuai yang dilakukan Rafael.

"Gimana?" tanya Rafael.

"Aneh. Lebih enak dimakan langsung"
Dina mencoba roti tawar dicelupkan teh kemudian dimakan. Rafael terkekeh mendengar ucapan Dina.

"Coba pegang gelas teh. Masih panas atau hangat. Kalo panas jangan diminum, kalau hangat minumnya perlahan" ucap Rafael.

"Hangat" sahut Dina.

"Coba minum tapi pelan-pelan" Rafael mengingatkan. Dina mencoba minum perlahan.

"Ternyata enak teh hangat" ucap Dina.

"Ternyata enak sarapan ditemani kamu" ucap Rafael sambil terkekeh. Dina pun tersenyum malu.

Mereka berdua melanjutkan sarapan yang terlalu pagi hingga semua tak tersisa di gelas maupun di bungkus roti.

"Mmm.. Sebentar lagi banyak pekerja di sini dan gudang ini akan terbuka sampe sore. Pintu kamar akan terkunci tapi jendela yang terbuka" ucap Rafael memandang wajah Dina.
Seketika wajah Dina ada raut kesedihan.

"Jadi sebentar lagi aku harus pulang" ucap Dina pelan.

"Pintu gudang dan kamarku akan selalu terbuka untukmu di malam hari" ucap Rafael tersenyum.

"Tapi pintu hatimu harus tertutup untuk siapapun kecuali aku" sahut Dina. Seketika Rafael tertawa.

"Aku boleh main kesini kan?" tanya Dina.

"Silahkan jika kamu tak lelah. Jangan memaksa diri juga ya" ucap Rafael.

"Tak akan ada rasa lelah untuk menemuimu" ucap Dina sambil tersenyum.

"Oh ya. Aku akan mengantarmu sampai pepohonan kebun belakang. Langit masih hitam. Tidak ada yang memperhatikanmu jika kamu terbang" ucap Rafael melirik jam di dinding gudang yang menunjukkan pukul 04.10 WIB.

"Sebaiknya aku harus segera pulang. Daripada kamu mendapat masalah karena aku" Dina berdiri dari tempat duduknya.

"Nggak ada yang mendapat masalah" sahut Rafael sambil membawa gelas ke wastafel dapur. Dina pun mengikutinya dengan gelas di tangannya.

"Jangan lupa jaketnya" ucap Rafael.
Dina pun melangkah ke kamar Rafael untuk mengambil jaket. Saat keluar dari kamar Rafael, Dina sudah memakai jaket dan tudung di kepalanya.

"Kamu sudah siap?" tanya Rafael. Dina menganggukkan kepala.

Rafael menggenggam tangan Dina dan berjalan menuju pintu gudang. Dina pun membalas genggaman tangan Rafael.

"Apa kita bisa melesat seperti kemarin?" tanya Rafael saat berada di depan pintu. Dina menganggukkan kepala.

THE SWEETEST DEVIL [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang