Devil - 48

7.5K 372 0
                                    

Dina terbang melesat sambil melirik ke bawah. Waspasa jika ada penduduk desa yang melihatnya.

Saat akan melewati perbatasan hutan, ada perasaan yang berbeda. Dina menatap tajam ke arah bawah.

"Aku harus menyelidikinya!" batin Dina.

Dina mulai turun perlahan.

"Eh, manusia!" Dina berhenti dan diam.

Dari kejauhan terlihat kakek-kakek yang akan memasuki hutan. Kakek-kakek yang akan mencari kayu bakar.

"Besok saja aku selidiki!"

Dina segera melesat menuju ke tengah hutan untuk kembali pulang.
Angin hutan sedang bermain riang. Beberapa saat sepeninggalan Dina terdengar suara kaki yang menginjakkan ke tanah dari area perbatasan hutan.

HAAPP

"Kita keduluan Nona Dina" sahut pemuda yang bernama Elang.

"Ternyata Nona Dina sangat menjaga dia" sahut Gilang.

"Kak Dina memang pintar" sahut gadis berambut panjang.

"Bagaimana ini Nona Shana?" tanya Elang.

"Kalian beritahu ke ayah jika kita berhasil menemukan kak Dina. Satu lagi, beritahu jika kak Dina sedang jatuh cinta sama manusia!!" ucap Shana.

"Aku akan menemui Rafael besok" sahut Shana.

"Baik!" jawab Elang dan Gilang bersamaan.

"Kita akan berjumpa, Rafael" batin Shana.

"Kami pamit pergi dahulu. Nona Shana jaga diri baik-baik" sahut Elang.

"Pergilah!" perintah Shana.

Elang dan Gilang memberi hormat ke Shana kemudian mereka melesat pergi.

"Sepertinya nanti malam kak Dina akan menemui Rafael kembali. Apa aku persulit jalan kak Dina menuju ke Rafael? Atau menunggu kak Dina pulang? Atau jangan-jangan kak Dina kembali waktu pagi hari? Aaaahhh!! Merepotkan sekali kak Dina!!" Shana terlihat kesal dengan kemungkinan yang akan terjadi.

"Memberi salam pertemuan sepertinya boleh juga" Shana tersenyum sinis.

"Rafael..." batin Shana.

"Hanya dia yang bisa mendekati kak Dina. Banyak pemuda dari bangsa devil, rata-rata takut sama kak Dina. Ternyata ada manusia yang bisa mendekati kak Dina" Shana bersandar ke pohon dan melipat tangannya ke dada.

"Seberapa menariknya kamu sehingga kak Dina bisa nyaman di sampingmu?" pikir Shana.

"Kamu membuatku penasaran, Rafael" sahut Shana dengan suara perlahan.

"Huuuufff haaaaahhh"

Shana menarik nafas dalam dan mengeluarkan kasar. Perlahan sayap terkembang dari belakang punggung Shana.

WHUSSSTT

Shana melesat menuju rumah-rumah penduduk desa.

"Lebih baik aku bersembunyi dan menunggu waktu yang tepat untuk memberikan salam pertemuan. Anggap saja ini adalah ujian seberapa kuat dirimu, Rafael" iris merah bercahaya di tengah langit yang menunjukkan warna terang.

Saat semua pekerja telah menyelesaikan tugasnya berbeda dengan Rafael yang masih berkutat di pekerjaannya, membersihkan kebun belakang di sektor utara. Kaki yang masih terasa nyeri jika berjalan adalah penyebab pekerjaan yang masih terbengkalai.

"Setidaknya masih bisa untuk berjalan" batin Rafael.

"Sudah petang, lebih baik segera aku selesaikan. Tinggal sedikit lagi" pikir Rafael.

Rafael segera berjalan dengan membawa sampah-sampah dedaunan ke area pembuatan kompos. Pekerjaan terakhirnya yaitu menimbun sampah organik.

"Akhirnya selesai" Rafael mengusap peluh yang menetes.

"Lebih baik aku istirahat dulu. Kaki ini terasa berat sekali" batin Rafael.

Rafael mulai berjalan ke area pepohonan dan mulai menyandarkan punggungnya saat berada di depan pohon yang rindang.

"Aasshhhhh..." rintih Rafael sambil mencoba duduk dengan bersandar.

"Bintang"

Rafael menatap ke langit. Langit sudah menunjukkan tanda jika malam hari.

Angin yang sepoi memainkan peran. Perlahan rasa kantuk itu datang. Mata sipit mulai memejam. Kini terdengar dengkuran halus.

HAAAPP

Ada seseorang di sekitar Rafael. Namun karena terlalu lelah, kehadirannya tak membuat Rafael membuka matanya.

TAP TAP TAP

Perlahan dia mendekat ke arah Rafael. Setelah berada di depan Rafael, dia berjongkok menyamakan tinggi. Perlahan wajahnya mendekat mengamati seluk wajah Rafael.

"Manis..." batin Shana.

Tangan Shana terangkat lalu bergerak sendiri untuk menyentuh wajah Rafael. Perlahan Shana mengelus pipi Rafael dan wajah Shana bersemu merah.

"Fokus, Shana!" batin Shana.

"Haaahhhh"

Shana mengeluarkan nafas kasar.
Shana meraih tangan kiri Rafael. Perlahan kuku Shana meruncing dan tajam, dia letakkan di punggung tangan Rafael.

SREEKKK SREEKKK

Shana membuat goresan di punggung tangan kiri kemudian menatap Rafael.

"Dia nggak bereaksi?" heran Shana saat Rafael masih memejamkan mata.

"Oke selanjutnya..."
Shana mengalirkan suatu gelombang di atas goresan yang telah dia buat.

"Aaasssshhh..." ringai Rafael.

Shana menghentikan tindakannya dan menatap ke arah Rafael. Terlihat wajah yang menahan rasa sakit kemudian normal kembali.

"Kalau manusia biasa akan menjerit!" sahut Shana saat melihat Rafael masih memejamkan mata.

"Menarik. Sangat menarik!" batin Shana.

Shana kembali mengalirkan gelombang yang tak kasat mata.

"Sepertinya cukup"
Shana menghentikan tindakannya.

"Ini ujian untukmu, Rafael. Apa kamu bisa bertahan atau tidak. Terutama untuk kak Dina dapat menyelamatkanmu tepat waktu atau tidak!!"

Iris mata berwarna merah bercahaya di kegelapan. Shana tersenyum sinis.

Wajah Shana perlahan mendekat ke Rafael. Tangan Shana bergerak untuk memegang pipi Rafael.

"Dan ini salam perkenalan dariku"

CUUPSS...

Shana mencium pipi Rafael kemudian menarik wajahnya sambil tersenyum.

THE SWEETEST DEVIL [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang