Campur aduk

5.3K 402 2
                                    

Tia hanya terkekeh geli melihat ekpresi Prilly.

"Ya udah, terus lo kepikiran apa?"

"Perasaan gue doang sih, kayanya mukanya Sir Digo tuh gak asing banget deh buat gue, familiar gitu"

"Mungkin lo pernah liat Sir Digo dimajalah bisnis kali, dia kan sering jadi cover atau bahan inpirasi buat kalangan bisnis man."balas Tia.

Prilly terdiam, ia tak pernah membaca majalah bisnis, yg ia baca paling hanya kumpulan novel, komik atau dongeng2 untuk bahan pelajaran anak muridnya dulu.

"Ya udah sih Prill, mikirin banget lo! Makan tuh abisin, sekalian sama mangkoknya, biar gue gak ditimpuk lagi" seloroh Tia membuyarkan lamunan Prilly dan berganti menatap Tia tajam.
-
-
-
-
Prilly menghembuskan nafasnya kasar, menatap frustasi dalam isi lemarinya.
Bagimana tidak, baju2 terbaiknya sudah ia pakai kekantor dan sekarang ia tak punya lagi baju terbaiknya untuk ia kenakan keesokkan harinya.

"Terpaksa beli baju deh" gumamnya pada diri sendiri. Kemudian mengambil tas selempangnya dan pergi mencari angkutan umum.

Prilly bergidik ngeri melihat harga2 baju yg terpajang ditoko2 Mall yg ia datangi sekarang.
"Belum juga gajian, udah bangkrut gue" Prilly kembali menatap frustasi deretan baju2 didepannya.

"Kenapa gak jadi diambil?" tegur seseorang dari arah belakang Prilly ketika ia menaruh kembali baju yg ia lihat kedalam gantungannya.

Prilly terkejut lantas berbalik melihat seseorang yg menegurnya.

Demi dewa Zeus.

Betapa terkejutnya Prilly melihat Ray ada dibelakangnya masih dengan mengenakan jas yg tadi pagi ia kenakan.

"Si..Sir Ray?" kata Prilly tergagap.
Ray tak menjawab, ia hanya tersenyum, seraya mengambil kembali baju yg Prilly letakan tadi.
"Saya pikir, kamu cocok pakai ini" ujar Ray santai.

Dan Prilly? Dia masih terkejut melihat betapa luwesnya Ray berbicara.
"Kamu suka?" tegur Ray membuat Prilly kembali tersadar.
Prilly mengangguk pelan.

"Kenapa gak jadi beli?"
"Mahal Sir, nanti aja kalau sudah gajian" ujar Prilly polos.
Ray terkekeh melihat kepolosan Prilly yg apa adanya.

"Ya udah, saya yg beliin"

"Hah? Eh gak usah Sir, terima kasih tapi beneran gak usah!" cela Prilly tak enak hati.

"Anggap aja hadiah karna kamu udah kembali"

"Kem..kembali? Maksudnya?"

Prilly bingung, kembali apa maksud Ray? Bahkan ia belum kemana2.

"Kamu gak dikasih tau sm Digo sebelumnya?"

Prilly menggeleng pelan.

"Ya sudah, lupakan aja. Anggap aja salam perkenalan dari saya." tutur Ray kemudian berlalu menuju meja kasir.

Prilly terbelalak, kemudian ikut menyusuli Ray,

"Sir, gak usah serius deh, nanti saya bisa beli yg lain."

"Gak usah panggil saya Sir, kalau lagi diluar jam kantor gini Prill, panggil saya Ray, jus't Ray!" Prilly mengangguk lemah, jujur saja ia tak enak hati pada Ray, sudah membelikannya baju, Ray jg meminta agar dipanggil nama saja. Hambke guy pikir Prilly dalam hatinya perlahan timbul kekaguman terhadap Ray.

"Ini bajunya"

"Te..terima kasih Sir, eh maksud saya Ray"

"Sama2, oia kamu udah makan? Gimana kalau kita makan dideket sini, saya laper banget" lanjut Ray.

We Found The LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang