30

6K 366 0
                                    

Ray menyesap coffe late yg dibuatkan Oma Lisa dan meletakannya kembali diatas meja.
"Iya Oma, perusahaan Papa sedang pesat disana, jadi aku harus kesana membantunya." sahut Ray sopan dengan logat inggrisnya.

Oma Lisa tersenyum, kemudian menatap Ray dan Prilly secara bergantian.
"Dan Kau tega meninggalkan cucu ku disini Ray?" tanya Oma Lisa serkatik membuat Prilly mendelik tersedak minumannya sendiri.

"Oma! Jangan bicara yg tidak2! Ray itu sahabatku" seloroh Prilly malu.

Ray terkekeh melihat Prilly salah tingkah,
"Tenang saja Oma, aku akan berkunjung 1 bulan sekali mungkin? Jika tidak sibuk"
Oma Lisa mengangguk tersenyum bahagia.

Oma Lisa bisa melihat ada rasa ketertarikan dimata Ray untuk cucunya.

Oma Lisa bangkit dari duduknya kemudian berkata," Sepertinya ini sudah waktunya Oma istirahat, kalian istirahat lah, Ada kamar tamu yg bisa kau gunakan Ray, dan Kau" Oma Lisa menangkup kedua tangannya diwajah Prilly,
"Kamar mu sudah Oma siapkan sejak dulu, my little princess." Prilly tersenyum dan mencium tangan Oma nya dengan sayang,
"Selamat istirahat Oma."

Kini tinggalah Prilly bersama Ray diberanda belakang rumah Oma, mereka masih asik dengan pikirannya sendiri.
"Kamu gak bakal kangen sama aku Prill?" seloroh Ray tiba2 membuat Prilly tersadar dari pikirannya sendiri.
"Kenapa aku harus kangen?"

"Kan aku mau pergi ke Jerman"

"Terus?"

"Ya gak mau ngucapin apa gitu?"

"Terus?"

"Nabrak!" celetuk Ray membuat Prilly tertawa jumawa.

Ray ikut tertawa, ia senag melihat dan mendengar Prilly akhirnya tertawa kembali, setidaknya gadis itu bisa sedikit melupakan masalahnya yg ia tinggalkan di indonesia.

Malam ini Ray memutuskan untuk menginap dirumah Oma, dan pergi ke jerman esok harinya.
Setelah acara makan malam bersama. Mereka bertiga larut dalam perbincangan yg membuat suasana makan malam itu terasa hangat dan ramai. Suasana ramai seperti ini. Terutama Oma Lisa, rasanya sudah lama sekali ia tak pernah makan malam dalam seramai ini, meskipun hanya bertiga, tapi Oma Lisa bersyukur cucunya itu kembali dan tak membuatnya kesepian lagi.

*
*
*
*

Digo sedang menyisir rambutnya didepan cermin, mematutkan penampilannya sendiri pada hari ini.

Ia tersenyum puas pada penampilannya, rambut yg dijambul, celana panjang denim dan kaus putih dibalutkan kemeja.

Digo merogoh kantung celana jeans nya, mengeluarkan kotak berwarna biru beludru itu dari kantungnya.
Ia tersenyum puas, hasil menenangkan diri setelah beberapa hari kemarin membuatnya memilih untuk secepatnya melamar Prilly.

Hatinya tak lagi gundah soal Emily. Ia sudah mengikhlaskan bahwa takdir memang merencanakan ini untuknya.

Ia sengaja tak kekantor hari ini, ia ingin segera mememui Prilly saat ini juga, melamar gadis itu dan menjadikannya istrinya.

Tak perduli jika kakaknya tak suka, Digo akan tetap pada pendiriannya.

Digo menghembuskan nafasnya kasar, mengatur kembali debaran jantungnya yg gugup untuk rencananya ini. Ia ragu, apakah Prilly akan menerima lamarannya hari ini? Atau Prilly akan menolaknya?

Digo keluar dari mobilnya, ia berjalan perlahan dan berhenti didepan sebuah pagar panti asuhan yg beberapa hari lalu ia datangi.

Seseorang mendekati Digo, seorang wanita paruh baya itu tersenyum dan menyambut Digo.
"Ada yg bisa saya bantu mas?" tanya wanita itu ramah.

We Found The LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang