29

6K 351 0
                                    

"Oma." gumam Prilly mengingat sang nenek yg tengah sendirian di negara lain, menahan rasa sakitnya.

Mata Prilly berkaca2 membuat Ray tak tahan untuk menarik kepala Prilly dan membenamkan didada bidangnya.

"Jangan nangis Prill, km bisa kesana, biar aku yg antar." cetus Ray membuat semburat senyuman diwajah Prilly tersungging.

"Bener Ray?" tanya Prilly riang, seperti mendapat harapan untuk bertemu dengan sang nenek.

"Iya, kapan kamu kesana? Biar aku urus semuanya." Senyum Prilly seketika hilang, digantikan dengan wajah kecewa.

Ray pun melihat dengan jelas raut wajah ceria Prilly digantikan dengan raut wajah sedih.
"Kenapa?"

"Aku kan masih harus kerja dikantor- Digo" suara Prilly seakan tercekat menyebutkan nama laki2 itu.

Laki2 yg sampai saat ini entah dimana.
Ray tersenyum, seolah mengerti posisi Prilly.

"Kamu mau cuti?"
Prilly menggeleng,
"Terus?"

"Ak-aku mau resign aja Ray, aku udah gak bisa kerja disana lagi. Situasinya sulit." Ray mengerti, tentang keinginan Prilly, memang saat ini Prilly dan Digo sama2 butuh waktu untuk menyembuhkan luka mereka masing2.

"Ok, kalo gitu, besok km buat surat penginduran diri aja ya, biar aku antar ke kantor langsung." Mata Prilly berbinar cerita, ia segera tersenyum dan memeluk Ray kembali,

"Makasih ya Ray, makasih banget, kamu emang sahabat aku!"

DEG!!

Ada sesuatu yg menikam dada Ray ketika Prilly hanya menganggapnya sebagai sahabat saja.
Tak tahukan gadis itu, bahwa Ray juga mencintainya?

Ditepisnya pikiran itu jauh2, ini bukan saatnya memikirkan perasaan nya terhadap Prilly, yg harus Ray pikirkan adalah membuat Prilly bahagia, melupakan rasa sedihnya terhadap sikap Digo

"Ok, karna kita setuju mau pergi, gimana kamu makan dulu? Tadi kata bunda kamu belum makan." seloroh Ray ketika ia sudah melepaskan pelukkanya.

"Aku belum laper."jawab Prilly pelan.

"Harusnya sih ya bunda gak usah khawatir km belum makan, toh nafsu makan km itu udah kaya gorila kelaperan, jadi telat makan dikit juga gak akan bikin pipi kamu jadi tirus." canda Ray membuat Prilly membelalakan matanya tak percaya dan memukul lengan Ray hingga Ray mengaduh kesakitan.

Tak sadar jika kedekatan mereka diperhatikan oleh sepasang mata tajam serta kepalan tangannya hingga buku2 jarinya memutih, serta rahangnya yg mengeras.

*
*
*
*

Digo menaiki anak tangga rumahnya satu persatu dengan perasaan yg berkecamuk tak menentu. Pikirannya masih melayang tentang kejadian hari ini yg masih berputar2 di otak nya,bagaikan jarum jam yg bergerak mundur.

Setelah dari makam Emily tadi sore, Digo sengaja datang menemui Prilly dirumah kontrakannya, namun ia tak menemukan gadis itu disana, Digo bertanya pada tetangga disebelah rumahnya, tapi tak ada yg tahu dimana gadis itu, lalu ia tak sengaja bertemu Firla sahabat Prilly.

Firla tak mau memberitahukan keberadaan Prilly pada Digo, sampai akhirnya Digo harus memohon2 agar Firla mau memberitahukannya.
Firla mengatakan bahwa Prilly sedang berada dipanti tempatnya dulu dibesarkan, setelah mengucapkan terima kasih, Digo segera pergi kepanti.

Alangkah terkejutnya ia, ketika melihat Prilly dan Ray sedang berpelukkan. Tatapan Ray pada Prilly tak bisa lagi disembunyikan, bahwa sahabatnya itu juga mencintai Prilly.

Diurungkannya niat untuk menemui Prilly, perasaan Digo semakin berkecamuk tak menentu saat ini. Takut kehilangan sekaligus takut menyakiti perasaan Prilly kini sedang berperang dalam jiwanya.

We Found The LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang