Epilog
Bukankah ini lucu? Kita mengabaikan orang yang memuja kita, dan memuja orang yang mengabaikan kita. Mencintai orang yang menyakiti kita, dan menyakiti orang yang mencintai kita. -The Writer-
***
7 Bulan Kemudian...
Kisah dalam drama tentang mencintai orang yang menyakiti kita, memang benar adanya. Cerita itu, tak sepenuhnya mengada-ada atau sekedar melebihkan emosi pemirsanya. Dan itu akan terasa lebih menyakitkan lagi, saat kenangan yang tersisa hanya berupa luka.
Tujuh bulan berlalu, dan Soojung kembali melakukan kehidupannya seperti biasa. Hanya satu yang masih sama. tentang perasaannya. Yang abu-abu dan juga abstrak. Tak dapat ditebak.
Jangan lupa tentang graduation day's oppa
Gadis itu mencabut memo tulisan Amber dari pintu kulkas. Lalu dengan santainya meraih botol minuman yang ada dalam balok besar pendingin itu. Dengan santai Soojung meneguk air itu, membiarkannya membasahi tenggorokannya yang kering sehabis bangun tidur.
Sesekali matanya melirik ke jam besar yang tertempel di dinding atas televisi. Sudah hampir waktunya. Gumamnya dalam hati.
Namun, gerakannya masih lambat. Tak ada gerakan terburu-buru meski waktunya sudah dekat -entah itu apa-. Ia masih dengan santainya meminum air dingin tersebut. Sambil sesekali mengucek kelopak matanya. Menyingkirkan kotoran yang masih menempel di sana.
Deringan keras suara sexy milik Adam Levine langsung menggugah Soojung dari ketersantaiannya. Tanpa melirik pun, ia tahu siapa yang menghubunginya. Dan dering itu, menjadi pertanda Soojung agar tak berleha-leha lebih lama lagi.
***
KBS Studio
Seorang lelaki terlihat berlarian di lorong yang riuh tersebut. Sesekali ia hampir menabrak orang-orang yang menyesaki lorong tersebut. Sesekali juga lengannya harus berbenturan dengan tembok akibat terhempas sana-sini.
Meski begitu, lelaki kisaran 25 tahun tersebut tak berniat mengurangi laju larinya. Meski tangan kanannya tengah menggenggam sebuah cup besar. Yang jika isinya tumpah, bisa melepuhkan kulit.
Ia harus bergegas. Sebelum artisnya marah-marah dan membuat kekacauan. Lagi.
Nafasnya terengah saat ia membuka salah satu ruang paling ujung. "Pesananmu..." ucapnya singkat sembari berjalan mendekat pada seorang pemuda yang tengah sibuk dirias.
Pemuda itu melirik sebentar. Tak ada sedikit pun empati melihat peluh memenuhi lelaki pembawa cup tadi. Ia malah dengan santainya kembali memandangi kaca. Mengagumi pahatan indah milik dirinya sendiri.
"Apa yang kau beli?" tanyanya angkuh.
"Caramel macchiato. Ku beli di kedai ujung gang. Yang kau bilang pelayannya punya lesung pipit di pipi sebelah kiri." Jawab lelaki satunya cepat. "Aku beli sesuai yang kau pesan. Yang masih panas."
"Aku berlari ke sini untuk menjaga suhunya agar tetap panas." Tambahnya kembali.
Pemuda itu tak bersuara. Ia hanya mengulurkan tangan kanannya sebagai kode untuk memberikan pesanan itu padanya.
"Berapa banyak sirup yang kau masukkan?" tanyanya lagi sebelum menyeruput minuman itu.
"Dua sendok."
Gerakan tangan lelaki itu berhenti, bibir cup yang hampir menyentuh bibir sexy-nya menjauh kembali. "Sendok makan atau teh?"
Lelaki itu melotot takut. Mendapati nada suara pemuda itu menajam. "Sendok ma-"
![](https://img.wattpad.com/cover/52442484-288-k339023.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dating a Fangirl
FanfictionKau kira mudah berpacaran dengan seorang Fangirl? Tidak. Sama sekali tidak. Rasanya menyakitkan. Why? Karena yang harus kau lawan adalah seorang bintang besar. Dan yang lebih menyakitkan. Aku sudah jatuh terlalu dalam dengan Fangirl ini. *** Kisah r...