Twenty One

62.7K 3.6K 38
                                    

Anda bisa tahu seberapa pintar orang dengan melihat apa yang mereka tertawakan.

~Pecahan Kaca~

•••••

Aku terkejut untuk kesekian kalinya. Gadis yang wajahnya sangat familiar. Aku mulai mengingat wajah itu.

Tunggu, Itu bukannya Peery?

Yah, itu Peery! Peery berjalan dengan senyumnya. Oh, astaga bahkan sekarang wajahnya jauh lebih cantik.
Aku pun langsung berlari dan langsung memeluk Peery. Aku sangat bahagia jika dia berada di sini. Sekarang aku tidak kesepian lagi, karena aku mempunyai teman wanita di rumah ini.

Sekian lama aku memeluknya, aku pun melepaskan pelukanku terhadapnya. Aku tersenyum, begitu pun dia yang juga tersenyum.

"Bagaimana bisa kau di sini?" Tanyaku senang.

Walau umurku dan Peery berbeda empat tahun, tapi kami sangat akrab. Dia adalah satu-satunya temanku di sekolah. Lebih tepatnya penjual roti favoritku.

Aku sudah menganggapnya sebagai kakakku. Walau entah aku tidak tau dia menanggapku seperti apa.

Dia sangat baik, berbeda dengan temanku yang lain. Dia seperti tulus berteman denganku, walau banyak yang menghinaku.

"Kau tidak suka aku di sini?" Ucapnya mengerucutkan bibirnya.

Aku hanya terkekeh saja. "Kau berubah Peery. Apa semua karena Avian?" Tanyaku dan mendapatkan tatapan tajam dari Avian.

"Ya! Hmmm, dia menyuruh menjadi manja." Peery melihat Avian sekilas dan kembali melihat ke arahaku, "kau tau dia sangat posesif." Ucap Peery dan membuatku terkekeh.

"Sayang! Jangan memulainya lagi!" Ucap Avian penuh dengan penekanan.

Avian lalu memeluk pinggang Peery dengan posesif. Oh jangan lupakan jika Peter melakukan hal sama seperti Avian.

Sama-sama posesif.

"Oh ya Avian, ternyata matemu adalah Peery. Hmmm, aku mengingat kau. Kau bukannya penjual roti di sekolah Raisa?" Tanya Peter dan aku langsung mencubit perutnya.

Seenak jidat dia berbicara seperti itu. Dia seakan merendahan pekerjaan Peery. Dasar tua gak tau diri. Walaupun dia kaya dan sedikit tampan. Oh aku berbohong. Dia sangat tampan, tapi aku benci dia merendahkan orang lain.

Peter menatapku seakan penuh dengan tanda tanya. "Kau jangan berbicara seperti itu!" Ucapku.

Peter mengaruk kepalanya yang menurutku di gatal. Dia menunjukan muka polosnya yang, you know lah!

Sangat polos.

"Siapa yang merendahkan? Aku hanya bertanya sayang." Peter mencubit hidungku dengan pelan.

Aku menatapnya dengan horor. Oh Tuhan, apa bisa aku mengutuk Peter sekarang? Rasanya aku ingin sekali mengutuknya menjadi batu akik.

"Tapi kau menyebut pekerjaan Peery itu dengan nada gak enak. Seakan kau merendahkannya tuan Peter!" Aku memanjangkan kata er- saat menyebutkan namanya dengan tegas.

Aku mendengar Peery dan Avian terkekeh melihat perdebatan kecil antara aku dan Peter.

"Ssstt, tidak apa Raisa. Aku tidak merasa di rendahkan kok." Peery tersenyum. Oh dia tidak berubah, dia sangat cantik.

Aku jadi iri kepadanya. Aku yakin siapapun akan tunduk kepadanya.

"Dan maaf Alpha, saya memang penjual roti. Memang kenapa?" Tanya Peery dengan sangat hormat.

"Oh tidak, Avian hanya beruntung mendapatkan gadis cantik sepertimu. Tidak seperti saya yang mendapatkan gadis bawel dan labil ini." Ucapnya santai.

[5] I'm Alpha's Mate! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang