Pria itu kemudian meringis sambil berusaha terus tertawa.
"Paman Alfado...."
Alex terkejut melihatnya sebuah pisau lipat menancap sangat dalam di punggung pamannya.
"Alex..."
Evelyn mendekat sambil menangis, tangannya berusaha mencabut pisau yang menancap di punggung Alex.
Tiba-tiba Alex merasakan sakit yang teramat sangat di punggungnya, ternyata sebuah pisau juga menancap cukup dalam di sana.
Pamannya menusukkan pisau itu ke punggung Alex.
"Paman?"
Alex berbisik sedih sambil menahan sakit.
Paman Alfado menghentikan tawanya kemudian kembali menangis. Tatapan matanya kosong, tiba-tiba tubuhnya melemah hingga kepalanya membentur lantai.
Alex segera mengangkat kepala paman Alfado kepangkuannya.
Evelyn menjatuhkan pisau yang telah berhasil di cabutnya ke lantai, darah segar mengucur deras menodai pakaian Alex yang berwarna putih. Paman Gheral mendekat dengan khawatir.
"Paman cepat panggilkan dokter"
Evelyn menyobek ujung gaunnya lagi untuk membalut luka Alex, paman Gheral mengangguk panik kemudian segera berlari meninggalkan ruang perpustakaan.
"Paman Alfado? Paman?"
Alex memanggilnya sekali lagi.
Paman Alfado berusaha membuka matanya, di pandangnya wajah Alex sambil tersenyum.
"Kau benar-benar Alexander? Kau tidak membohongiku?"
Suara lemah Alfado membuat Alex sedih.
"Ya, aku Alexander paman"
"Kenapa kau tidak marah dan membunuhku saja. Aku telah membuatmu berpisah dengan orangtuamu"
"Aku sangat marah padamu, tapi aku juga merindukan keluargaku. Kau satu-satunya keluargaku, bertahanlah"
Lirih Alex pilu, Evelyn menangis di dekatnya.
"Kau tahu? Aku bukan paman yang baik Alexander. Aku menyuruh mereka menangkap ayah dan ibumu, bukan membunuhnya. Aku berusaha membuat rakyat membenci ayah dan ibumu. Aku mencemarkan namaku sendiri. aku sangat bersalah pada keponakanku yang tidak berdosa. Bunuh saja aku..."
Alfado batuk mengeluarkan darah, matanya terpejam. Alex menepuk-nepuk pipinya pelan.
"Paman, bertahanlah"
Perlahan mata Alfado terbuka kembali.
"Penyesalan selalu datang terlambat. Aku menyesal Alexander, maafkan aku. Aku terlambat, aku lelah...."
Tangan Alfado bergerak menyentuh pipi Alex, matanya kembali terpejam.
"Aku mohon bertahanlah paman"
Alex berusaha membuat Alfado tetap terjaga.
"Wi-Wina, mengapa ma-matamu ada padanya?"
Katanya lemah kemudian paman Alfado batuk mengeluarkan darahnya lagi.
Alex terkejut melihatnya.
"Wi-Wina, a-aku sa-sangat menyukaimu. Bukankah wajahku sama dengan alfard? La-lalu mengapa kau lebih me-memilihnya?"
Paman Alfado kembali mengeluarkan darah dari mulutnya.
Alex memandang pamannya dengan sedih, tangannya bergerak membelai kulit wajah pamannya.
Tangan paman Alfado bergerak lemah menggapai-gapai tangan alex yang kini ada di pipinya.
"Putramu sa-sangat tampan Wina, sa-sangat mirip denganmu."
Kemudian tatapan kosong pamannya bergerak menatap ke atas.
"kau te-nang sa-ja Al-Alfard, A-aku tidak membenci pu-putramu. Ki-kini aku juga ti-tidak membenci ma-matanya, a-aku sudah ti-tidak membenci kalian.
Al-Alfard, a-aku benci diriku sendiri. Maafkan aku...."
Napas paman Alfado berhenti, alex sangat terkejut dan terpukul melihatnya. Evelyn menangis sambil merangkul pundak Alex.
Perlahan Alex mengusapkan tangannya ke wajah paman Alfado untuk menutup ke dua matanya.
Alex sangat sedih mengetahui kebenaran yang ada. Ternyata gara-gara cinta dendam bisa timbul di dalam dada.
Alex memperhatikan wajah pamannya lekat-lekat. Benar-benar sangat mirip dengan lukisan ayahnya. Rasa rindu, marah dan sedih menyeruak mengobrak-abrik pikiran dan hati Alex. Ibunya, alex membayangkan wajah ibunya. Alex merasa dirinya hampir meledak karena perasaan rindu dan marah. kemudian alex berteriak sekeras-kerasnya sambil memeluk pamannya untuk melepaskan semua emosi yang ada.
Orang ini yang mencelakai orang tuanya, orang ini pula yang merusak nama baik ayah dan ibunya.
Tapi walau bagaimana pun orang yang mencoba membunuhnya ini adalah saudara kembar ayahnya, Pamannya sendiri.
"Aku telah memaafkanmu paman, aku telah memaafkanmu"
Alex benar-benar sedih dan kalut sehingga tangisan evelyn sedikitpun tidak terdengar olehnya.
"Alex, Alex, kau mendengarku?"
Evelyn berusaha memanggil Alex yang tengah memeluk jasad pamannya dengan erat.
Evelyn menegakkan kepala Alex kemudian menyentuh pipi Alex dengan kedua tangannya. Pandangan mata Alex kosong, air mata mengalir di pipinya.
"Alex ingatlah kau sudah berjanji padaku untuk bisa sekuat matahari, kuatkan hatimu"
Alex terdiam dengan posisinya, evelyn terus menangis sambil berusaha menyadarkan Alex dari sikap diamnya.
"Alex, lihat aku"
Evelyn berusaha membuat mata alex memandang lurus ke matanya.
"Lihat aku Alex, lihat aku"
Evelyn sangat sedih melihat keadaan Alex.
"Princess...." lirih Alex, matanya memandang Evelyn yang terlihat tengah berusaha tersenyum di hadapannya.
Alex menghapus air mata Evelyn dengan kedua ibu jarinya.
"Princess, jangan menangis. Aku ti-tidak...."
Tiba-tiba Alex roboh, Evelyn menjerit histeris.
"Alex, bangun. Kau mendengarku, jangan membuat aku takut, bangunlah. Aku tidak mau kehilanganmu, jangan tinggalkan aku."
Evelyn menangis dengan keras melihat mata Alex terpejam di pangkuannya.
"Alex bangunlah, aku cinta padamu. Jangan tinggalkan aku, bangunlah. Ku mohon bertahanlah"
Lirih Evelyn di sela tangisnya.
"Evelyn"
Panggil seseorang, Evelyn memandang ke arah pintu.
"Alvin, benarkah itu kau?"
"Evelyn kau tidak apa-apa?"
Alvin melangkah cepat dengan khawatir. Alvin kaget melihat gaun adiknya penuh darah.
"Aku tidak apa-apa, tolong Alex terluka"
"Apa?"
Pekik Alvin kaget.