Rasa penasaran membangkitkan berbagai pertanyaan di kepalanya. Dirinya terus mengingat-ingat perkataan pangeran Alvin tadi yang membicarakan Alex dan istana Naple. Evan merasa hatinya galau karena mengetahui sikap Evelyn yang tiba-tiba marah sambil menanyakan tentang surat-surat yang tidak di mengerti oleh Alvin maupun ibunya. Dirinya juga bingung mendengarnya, surat-surat apa yang dimaksud oleh Evelyn itu?
"Apa yang Alex lakukan di istana kerajaan Nappoly? Bukankah dia sedang menjalankan tugasnya memimpin penjagaan di perbatasan kerajaan Celova?" guman Evan.
Matanya memandang langit mengagumi warna jingga senja yang perlahan mulai meliputi istana Venella.
Lama Evan berdiri, mata biru jernihnya memandang kosong keluar jendela, ia terus mengkhayal membayangkan Evelyn yang tiba-tiba menyukainya dan tersenyum manis hanya untuknya.
Namun tiba-tiba ia terperajat karena mengingat sesuatu.
"Mungkinkah??"
Kakinya melangkah cepat menuju lemari pakaiannya. Evan membuka pintu lemari itu perlahan kemudian memandang gulungan-gulungan kertas surat yang ada di dalamnya. Dengan tergesa-gesa tangannya mengambil salah satu gulungan kertas surat itu lalu membukanya.
Terdapat sebuah lambang kerajaan Nappoly berwarna biru yang berbentuk kepala harimau di sudut atas kertas itu.
Matanya bergerak cepat membaca tulisan tangan di kertas itu.
@@@@@@@@@@@
Kepada gadis yang selalu ada dihatiku.
Princess, bagaimana kabarmu? Aku harap kau tengah tersenyum sambil membaca suratku ini.
Aku sangat bangga padamu. Kau memang pintar memilih pengawas untukku.
Si Blue benar-benar melakukan apa yang kau pesankan padanya. Dia selalu menyeretku tidur sebelum tengah malam, padahal masih banyak pekerjaan negara yang belum aku bereskan. Bagaimana ini? Semakin hari aku semakin merindukanmu Princess, apa kau juga merindukanku?
Aku ingin mendengar suaramu.
Alexander Schefield
@@@@@@@@@@@@
Evan membaca nama pengirim surat itu berulang-ulang. Dirinya tidak percaya pada penglihatan matanya.
"Apa mungkin orang yang disebut paduka raja oleh kurir pengantar surat-surat ini dan Alex si anak pengawal memiliki nama yang sama? Atau jangan-jangan....???"
Evan segera menutup lemarinya.
"Gawat...celaka!!!"
Rambut pirangnya berantakan karena kedua tangannya terus menarik-nariknya.
Evan sangat gelisah membayangkan segala kemungkinan yang terjadi.
Tanpa terasa matahari telah lama tenggelam, waktu hampir tengah malam. Angin dingin musim panas perlahan masuk kedalam istana.
Semua orang tengah khawatir sekarang.
Evelyn yang sedari tadi sore disangka tengah mengurung diri ternyata tidak ada dikamarnya.
Para pengawal sibuk mencari di setiap sudut istana.
Ratu Nesha tak berhenti menangis, sedangkan Raja Kevin dan Alvin berjalan mondar-mandir karena gelisah didalam kamar Evelyn yang berantakan.
"Ini semua kesalahanku" kata Raja Kevin sedih.
"Jangan menyalahkan dirimu sayang, aku juga bersalah karena tidak berhasil membujuknya tadi."
Ratu Nesha masih menangis.
Tanpa disengaja mata Alvin melihat setangkai bunga dan gulungan surat yang terbuka.
Alvin segera berjongkok kemudian mengambilnya dan mengamati bunga mawar tanpa duri itu.
"Pasti Alex yang mengirim ini semua" kata hati Alvin.
Mata hitam keunguannya bergerak cepat membaca setiap kata yang ada di kertas itu.
Dia terkejut saat mengetahui isinya, sekarang dirinya baru mengerti surat apa yang dimaksud oleh adiknya ini.
"Ayah, aku pikir sekarang Evelyn tengah pergi menemui Alex" katanya semangat sambil memperhatikan secarik kertas yang lain.
"Apa kau benar-benar yakin? Mengapa kau memiliki pikiran seperti itu Alvin? Jarak antara istana ini dan istana Naple tidaklah dekat. Lagi pula malam sudah semakin larut."
"Aku yakin ayah, sangat yakin." Alvin menunjukan secarik kertas yang berada di dekat kakinya pada ayahnya.
Ratu Nesha dan Raja Kevin kaget dan panik setelah mengetahui isinya.
"Kalau begitu tunggu apalagi, segeralah kita bersiap. Pengawal siapkan kereta kuda sekarang."
Perintah Raja Kevin sambil berlalu membimbing Ratu Nesha menuju kamarnya.
Alvin turut berjalan dibelakang orangtuanya. Dirinya tengah berpikir, pantas saja Evelyn sampai bersikap seperti itu. Sungguh terlalu dari seratus surat yang Alex kirim, hanya sepucuk surat saja yang diterima Evelyn. Alvin masih mengira-ngira, entah siapa kira-kira orang yang telah tega menyembunyikan ke sembilan puluh sembilan surat itu dari Evelyn, pikirnya.
**
"Princess, bangunlah. Kita sudah sampai di perbatasan negri Klona" Mrs.Anne membangunkan Evelyn yang tengah terlelap di pangkuannya.
Mata indah Evelyn mengerjap-ngerjap pelan.
Sinar matahari yang masuk kedalam kereta kudanya menyilaukan kedua matanya.
"Jam berapa sekarang?"
"Jam enam lewat Princess. Tidak sampai satu jam lagi kita akan sampai di istana Naple."
Rasa sedih kembali menyerangnya saat mendengar nama istana itu disebut. Evelyn mulai ragu, apakah keputusannya untuk menemui Alex dan menjelaskan semua padanya adalah hal yang terbaik untuknya?
Mrs.Anne membelai lembut rambut Evelyn. Dirinya turut merasakan apa yang Evelyn rasakan. Kemarin sore Mrs.Anne dikagetkan dengan keadaan Evelyn yang mengkhawatirkan dikamarnya.
Setelah lama membujuk barulah Evelyn mengatakan semua masalah dan apa-apa yang dirasakan kepadanya. Ia kembali terkejut mendengar kemauan Princess Evelyn yang ingin menemui Alex sendiri tanpa meminta izin dahulu pada orangtuanya. Dalam bingung Mrs.Anne memaksa Princess untuk membawa serta dirinya. Biarlah dirinya dihukum oleh Raja Kevin nanti dari pada membiarkan Princess pergi sendiri, pikirnya.
---->