--
Laura memandang Leo dengan curiga.
"Jelaskan padaku Leo, mengapa kau bertanya seperti itu? Lalu beritahu aku siapa Paduka Rajamu itu? Aku belum pernah melihat sikap Evelyn seperti tadi sebelumnya" sewot Laura.
"Wow, sabar cantik, nanti akan aku jelaskan. Sekarang tolong antarkan aku ke ruangan Yang Mulia Raja dahulu. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Bisakah kita memulai hubungan kita sekarang? Aku sudah tidak sanggup menunggu lagi" rajuk Leo.
Laura terkejut mendengarnya, sudah lama Leo memintanya untuk menjadi kekasih sekaligus calon istrinya.
"Hmm...benar-benar pas, aku hebat bukan?"
Sebelum Laura sadar dari rasa terkejutnya, Leo sudah memakaikan cincin di jari Laura.
"K-kau.... Menyebalkan!!" teriak Laura kesal, namun diam-diam dirinya sangat senang.
Sementara itu Evelyn berlari menuju kamar tidurnya. Para pelayan yang kebetulan lewat di depan kamarnya kaget mendengar suara pintu yang ditutup keras oleh Evelyn.
Semua barang yang ada di kamarnya beterbangan karena dilempar sembarangan dari tempatnya.
Hatinya sakit, dirinya sulit bernapas. Air mata sudah tidak dapat di tahannya lagi.
"Ini tidak mungkin..." lirih Evelyn.
Kedua tangan mungilnya menutup telinga. Kata-kata yang Leo sampaikan terus terngiang menyayat hatinya. Apakah ini jawaban atas sikap Alex selama setahun kebelakang ini?
Berbagai pertanyaan muncul di benak Evelyn. Sebagian hatinya pasrah merelakan Alex, sedangkan sebagian lagi menuntut cintanya pada Alex, ia tidak terima pada kenyataan yang didengarnya.
Evelyn duduk bersandar di lemari pakaiannya dengan lemas, kamarnya sangat berantakan. sebuah gulungan surat dan bunga yang tadi dipegangnya tergeletak begitu saja di lantai.
Perlahan Evelyn mengambil bunga mawar putih itu kemudian memandangnya dalam. Evelyn teringat akan kenangannya bersama Alex. Sejak dirinya kecil Alex selalu menemaninya, bermain bersamanya, melindunginya. Kalau tahu akan berakhir seperti ini, Evelyn berharap dirinya tidak pernah tumbuh dewasa. Ternyata karena cinta hati bisa sesakit ini. Evelyn melempar bunganya lalu kembali menangis.
Tiga hari lagi Alex akan bertunangan, "mengapa cinta seegois ini? Bukankah seharusnya aku ikut bahagia bila melihatnya bahagia?" tanya Evelyn pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba bayangan Laura muncul di benaknya. Evelyn kembali menangis, "Laura, beginikah sakitnya perasaan hatimu saat mengetahui Alex tidak mencintaimu?"
Suara sebagian hatinya menjerit sedih, sedangkan yang sebagian berteriak tidak percaya. Bisikan hati
memaksanya melihat pada gulungan kertas yang tergeletak tidak jauh dari sana.
Dengan gemetar Evelyn mengambilnya, bukankah benda ini yang telah ditunggunya selama setahun ini? Alex menulis surat untuknya, bukankah berarti Alex merindukan dirinya?
Angin yang bertiup masuk ke dalam kamarnya tidak kunjung membuat Evelyn bergerak dari posisinya. Evelyn masih tidak percaya setelah setahun lamanya alex baru mengirimkan surat untuknya.
Perlahan Evelyn mencium wangi parfum dari kertas suratnya, wangi yang di kenalnya perlahan-lahan mulai menenangkan hatinya.
Evelyn sangat merindukan pemilik wangi ini, wangi orang yang tidak bisa di lupakannya.
Tali pengikat gulungan kertas itu pun di buka cepat, Evelyn sudah tidak sabar ingin membaca tulisan tangan yang sudah setahun di nantinya ini.
@@@@@@@@@
TERUNTUK GADIS TERCANTIK YANG MEMBUAT AKU MENYERAH.
Princess ku mohon maafkanlah semua kesalahanku padamu selama ini, mungkin kau masih marah padaku atas sikap kasarku waktu itu sampai-sampai kau tidak sudi membalas satu surat pun dariku. Princess apa kau tau? ini surat ke 100 yang aku kirim untukmu. Apa kau menghitung dan menyimpan semua surat-surat dariku? Aku ingin tahu. Tapi mulai sekarang Aku tidak akan bertanya lagi tentang hal itu padamu. Aku juga tidak akan bertanya lagi tentang apakah kau masih merindukanku atau tidak? Apa kau masih mencintaiku atau tidak? Apa kau sudah menemukan seseorang pria yang lebih mencintaimu dari diriku atau tidak? kau sungguh tega mengacuhkan ku selama ini. Aku sudah tidak tahan lagi menunggu sebuah kata-kata balasan darimu. Setahun bukan waktu yang mudah untukku Princess. Sebegitu sulitkah untuk membalas sebuah surat saja untukku. O yah, Aku sudah menemukan surat wasiat itu. Dan aku sudah membuat keputusan untuk hidupku. Aku lelah, aku menyerah, aku kecewa dan menyesal karena telah mengambil langkah seperti setahun kebelakang ini. Menunggu dan menunggu, bukankah semuanya sia-sia?
Mulai sekarang aku tidak akan berdiam menunggumu lagi, aku benar-benar tidak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. Aku harap kau mengerti bagaimana tersiksanya diriku, dan aku harap kau ikut bahagia atas semua keputusanku.
Jiwa yang menyerah---
Alexander.
@@@@@@@@@
Berulang-ulang Evelyn membaca isi surat itu untuk membuat dirinya percaya.
Alex menulis surat sebanyak itu, setitik kebahagian merasuk ke dalam hatinya. Namun sedetik kemudian Evelyn kembali bersedih mengingat semuanya sudah terlambat, Alex sudah mengatakan dalam suratnya bahwa dia sudah menyerah.
"Surat ke seratus? Tapi aku tidak pernah menerima ke sembilan puluh sembilan surat darimu Alex? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku juga menderita Alex, aku juga selalu merindukanmu" guman Evelyn sedih.
Hatinya semakin gelisah, dirinya bertanya-tanya kemana perginya surat-surat yang di kirim oleh Alex ini?
Mungkinkah seseorang telah membuangnya? Atau ada orang yang tega tidak memberikan surat-surat Alex padanya.
Berbagai prasangka hadir mengganggu pikirannya.
"Laura? Apa mungkin Laura yang melakukannya? Bukankah dia dulu mencintai Alex"
--