| SEMBILAN BELAS |

642 41 3
                                    

°•••°

Suasana gelap dan sunyi, dinding-dinding kamarku bagaikan ruang gelap yang menakutkan. Halusinasi ku mulai muncul, jeritan ketakutan menjalar di seluruh tubuhku.

Kak nesa muncul di balik pintu dan langsung memelukku, menghentikan tangisanku.

"Tenang ana, kita akan baik-baik saja disini" bisiknya sambil memelukku erat.

"Aku takut" isakku.

"Kemana mereka berdua !!! Dasar anak-anak tidak tahu di untung, biar aku bawa mereka pergi" suara laki-laki yang berat mulai terdengar. Hentakan kakinya bahkan semakin dekat.

"Jangan, mereka masih kecil billy.." suara seorang wanita menimpali dari jauh. Tapi usahanya sia-sia.



Brraakkk !!!
Suara pintu terbanting dengan keras, laki-laki tua itu langsung menarik kakiku dengan satu hentakan.

"Ayah, jangan bawa pergi ana !!" kak nesa melawannya.

"Lepaskan, sini kau !!!" laki-laki itu menampar kak nesa dan ia meraih tubuhku untuk lebih dekat dengannya.


"Kakaaakkk.. Kakak tolong aku, jangan pergi !!" teriakku, tanganku melambai-lambai padanya. Wanita yang dari tadi menghalangi justru tak kuasa melihatku.

"Billy lepaskan, ana !!" ia juga memohon, tapi laki-laki yang membawaku ini terlalu besar dan kuat.

"Kakakk nesaaa !!! Tolong aku, tolong aku.." melihatnya bangkit dengan susah payah, ia mengejarku.

"Anaaa !!!" ia memanggil namaku, air matanya juga mulai keluar di sekeliling matanya. "Aku bilang, jangan bawa adikku" kak nesa menarik baju kusut laki-laki yang membawaku, tapi untuk ke dua kalinya laki-laki ini menamparnya.

°•••°







Kepalaku terasa berat dan tubuhku mulai berkeringat, aku tahu ini pasti mimpi..
Tapi rasanya seolah-olah aku mengalami hal buruk ini lagi, aku berteriak tapi kenapa tidak ada yang menolongku..

Apa mereka tidak merasa iba padaku ? Hanya sekecil bantuan yang aku butuhkan tapi mereka justru diam saja.


"Anaa.. Anaa.." seseorang menarikku keluar dari mimpi burukku, aku membuka mataku dan langsung terbangun.

Nafasku tidak beraturan, suasana kamar menjadi panas. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali, mengusap keringat yang membasahi seluruh tubuhku. Tenggorokanku rasanya sangat kering.

"Kau mimpi buruk ?!" valen menyentuh bahuku, mencoba menenangkanku. Aku hanya menatapnya dengan tatapan bahwa aku baik-baik saja.


Ia mengusap punggungku dengan lembut dan memberiku segelas air, aku menerimanya tapi tidak segera meminumnya.

Mataku terasa panas, aku bahkan baru sadar kalau aku menangis. Mimpi ini selalu membuatku menangis, aku sering mengalaminya..

"Apa kau membutuhkan sesuatu ?" ia menatapku lagi, memastikan bahwa aku baik-baik saja.

"Tidak, sekarang jam berapa ?" tanyaku bingung, dadaku rasanya sesak sekali. Aku mengusap bekas air mataku di pipiku.

Why Me ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang