| DUA PULUH DUA |

688 37 3
                                    

Setelah makan malam bersama, ana pergi ke kamarnya. Rupanya membuatnya ceria itu tidaklah mudah, ia akan selalu seperti itu.

Tersenyum senang, beberapa detik kemudian kembali lagi bermuram durja seperti pegawai yang akan di PHK.

Aku berada di ruang tengah sembari mengerjakan pekerjaan ku lagi, kemudian muncul suara ketukan di pintu.

Aku tidak ada janji terhadap siapapun, aku juga bingung siapa yang datang malam-malam begini. Ternyata setelah aku membukakan pintu, tania berdiri di depan mansion ku.




"Ada apa kemari ?" tanyaku sambil ikut berdiri di depan pintu.

"Aku hanya mengantarkan barang, sesungguhnya aku juga tidak sudi pergi kesini" balas tania dengan wajah kesalnya.

"Tania kau kemari bersama siapa ?" tanyaku, ia memakai pakaian yang minim dan masih lengkap dengan high hells nya.

"Tenang saja, aku bersama jesse. Dan ya, aku ingin bertemu ana !! Kemana ia ?" tania langsung melihat ke arah dalam, mencari-cari sosok ana.

"Ada di dalam, masuklah" balasku, aku tidak melihat ada tanda-tanda jesse. Mungkin jesse menunggu di dalam mobil.

"Thanks" tania melangkah masuk sambil membawa sesuatu yang berat. Aku tidak tahu apa yang ia bawa.





Aku mengantarkan tania sampai di depan pintu kamar ana. Aku mengetuknya dan ia membukanya perlahan, saat tahu ada tania ana langsung kembali menutup pintunya.

Aku mengetuknya lagi, tapi tidak ada respon.

"Hai !!!! Buka pintunya tolol, aku tidak sedang berdebat denganmu. Aku hanya mengantarkan pesanan ibuku" tania mulai berteriak-teriak tidak terima.

Ana membukanya lagi, dan ia mempersilahkan aku dan tania masuk.

"Well.. Well.. Hidupnya terjamin sekali disini. Baiklah, aku tidak peduli lagi !!!" hina tania, ia melihat ke sekeliling kamar ana. Ana hanya menatapku lesu.

"Tania langsung saja" pintaku, ini sudah malam. Aku tidak ingin dengar keributan di dalam rumahku.

"Ini gaun pernikahan untukmu, ibu sendiri yang memerintahkan aku untuk memberikannya pada ana" jelas tania, ia menaruh benda itu tepat di hadapan ana. Ana hanya menerimanya dan kemudian berterima kasih.

Setelah itu, tanpa di minta lagi. Tania langsung bergeges pergi dari rumahku. Aku menutup kembali pintu rumahku, jam dinding menunjukkan pukul 10.30 malam.

Aku menyudahi pekerjaan ku dan langsung menuju kamarku. Sebelum tidur, aku pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Setelah selesai, aku mematikan lampu kamar dan beranjak ke ranjang.





"Valen.." sapa ana, aku menyipitkan mataku mencari-cari sosoknya dalam kegelapan. Karena memang tadi aku sudah mematikan lampunya.

"Aku ingin berbicara sebentar, apa tidak masalah ?" bisik ana, ia masih ragu-ragu berdiri di depan pintu.

"Masuklah" aku beranjak berdiri dan menyalakan lampu,

"Tapi aku tidak berniat tidur disini !!" selanya cepat. Aku hanya menghela nafas panjang, lagi pula siapa yang memaksanya untuk tidur di sini.

Sesuatu tiba-tiba terlintas di kepalaku. Aku berniat untuk melakukannya, anggap saja ini lelucon.

"Masuk dulu ana, memangnya kau ingin berbicara dengan berdiri di ambang pintu ?" seruku. Ana melangkah masuk dengan membawa selembar kertas putih di tangan kirinya.

Setelah ia masuk aku kembali menutup pintu, dan dengan sengaja menguncinya. Ana tidak menyadari apa yang baru saja aku lakukan.









Why Me ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang