Chapter8

445 33 4
                                    

Suasana di kafe arabica yang telah direnovasi membuat suasana menjadi lebih indah.

Ara masih menatap Damar yang sibuk menyeruput cappucino. Cara Damar menikmati cappucino tidak pernah berubah.

Mulai dari mengamati cappucino tersebut, menghirup aromanya, mengambil cangkir cappucinonya, menyeruput sedikit demi sedikit sambil menutup matanya dan setelah itu membuka matanya sambil mengucapkan kata 'nikmat.'

"Cara lo menikmati cappucino nggak pernah berubah ya, Mar."

Damar tersenyum dan mengelus rambut Ara.

"Rena tau tentang kebiasaan lo yang unik ini?" Tanya Ara.

"Enggak, bahkan dia nggak pernah gue ajak kesini."

Ara mengerutkan dahinya. "Kenapa?"

"Karena gue rasa tempat ini cuma punya kita. Cuma punya gue sama elo. Gue nggak mau ajak perempuan selain elo buat minum cappucino di kafe ini."

Drtt ...drtt....ponsel milik Damar berbunyi. Ada panggilan masuk dari Rena.

Damar hanya melirik sekilas, tatapannya enggan untuk menjawab panggilan masuk dari pacarnya.

"Angkat, Mar. Kasihan pacar lo."

Damar menghela napas berat dan mengangkat telepon dari Rena.

"Ra, kayaknya gue nggak bisa anterin lo pulang ke rumah deh. Soalnya Rena minta gue buat jemput dia di sekolah."

Ara tersenyum dan mengangguk. "Nggak masalah. Gue bisa naik angkot atau taksi."

"Gini deh, gimana kalau gue anterin elo pulang dulu?"

"Jangan, gue nggak mau pacar lo nunggu terlalu lama. Lo nggak lihat, langit udah mulai mendung. Kasihan Rena."

"Makasih untuk hari ini. Gue pergi dulu," pamit Damar.

Ara kembali menyeruput cappucinonya. Beberapa menit kemudian, Ara menepuk jidatnya dan langsung berlari meninggalkan cafe arabica

"Astaga, gue lupa kalau hari ini ada janji mau ke pasar sama Nata," batin Ara dengan perasaan yang panik.

------

Nata menaruh bahan-bahan masak di dapur. Ia mengambil segelas air mineral untuk menghilangkan rasa hausnya.

Berulang kali ia mengirim pesan atau menelepon Ara, tapi handphonennya tidak aktif.

Sudah satu jam Nata menunggu kedatangan Ara, berharap jika perempuan itu tidak melupakan janjinya untuk menemani Nata membeli bahan-bahan masak.

Hingga akhirnya Nata memilih untuk pergi ke pasar dengan Ronald. Walaupun Nata harus merelakan sebagian uang jajannya untuk membelikan Ronald rokok.

"Habis pacaran sama Damar?"

Langkah Ara terhenti ketika mendengar pertanyaan dari bibir Nata.

"Lo nggak perlu merasa bersalah. Anggap aja gue nggak tau kalau elo habis pacaran sama Damar."

Saat pulang dari supermarket, tak sengaja kedua matanya menatap Ara dan Damar yang sedang asik bertukar cerita di kafe arabica.

Ara menghela napas dan menyentuh lengan Nata. "Gue minta maaf."

Nata hanya tersenyum singkat.

"Lo belanja sama siapa?"

"Ronald."

"Nat, lo pasti kecewa ya?" Tanya Ara.

"Sekarang gue tanya deh sama elo, kalau gue cemburu atau kecewa. Apa lo mau jauhin Damar demi perasaan gue? Demi hubungan kita?"

Ara terdiam seribu bahasa.

"Ayo jawab!" Perintah Nata.

"Ini bukan salah Damar, gue yang lupa sama janji gue sendiri."

Nata menghela napas, mencoba untuk mengurangi amarahnya dengan Ara. Sejahat apapun Ara, tetap saja Nata menyukai gadis itu.

-------

Kota Jakarta tengah diselimuti oleh hujan. Kedatangan hujan membawa kesan tersendiri bagi sepasang kekasih yang menyukai hujan sambil menikmati cokelat panas.

"Nat, mau cokelat panas lagi?" tanya Ara ketika melihat cangkir milik Nata yang berisi cokelat panas telah kosong.

"Nggak usah," jawab Nata yang masih menikmati hujan di dekat jendela kamarnya.

Nata membuka jendela kamar dan mengulurkan kedua tangannya untuk menyentuh setiap tetesan hujan.

Ara beranjak dari kasur Nata, berdiri di samping Nata dan ikut bermain dengan hujan.

"Dari dulu, perpaduan antara hujan sama cokelat panas itu emang selalu cocok," ucap Nata.

"Elo yang suka hujan dan gue yang suka cokelat panas. Dan endingnya, kita saling melengkapi. Sejak ada elo, gue juga suka hujan dan sejak ada gue, elo juga suka cokelat panas. Perpaduan yang manis," jawab Ara dan tersenyum kearah Nata.

Nata menatap kedua bola mata Ara, kedua tangannya menggenggam pergelangan tangan Ara dan Nata juga mempersempit jarak diantara mereka.

Ara terkejut dengan perlakuan Nata yang tidak biasanya. Napas Ara seperti berhenti seketika. Bahkan hidung mereka mulai menyentuh satu sama lain.

Ara menutup kedua matanya, usianya masih terlalu muda untuk merasakan bagaimana sensasi first kiss. Terlebih, Ara tidak menyukai Nata.

Drtt...drtt... suara notifikasi pesan masuk dari ponsel Ara berhasil membuat suasana tegang ini berhenti seketika.

Namun pesan dari seseorang membuat jantung Ara lebih berdetak tak karuan.

"Pesan dari siapa?" Tanya Nata penuh dengan rasa penasaran.

"Dari Damar."

Nata langsung mengambil ponsel Ara secara paksa. Setelah membaca pesannya, Nata langsung menatap Ara. Gadis itu hanya menundukkan kepalanya.

"Jadi, apa yang mau lo lakuin setelah Damar kasih tau lo kalau dia udah putus sama Rena? Apa lo juga mau putus sama gue dan mulai jatuh cinta lagi sama Damar?"

"Nat-

"Selama ini perasaan lo nggak pernah berubah. Bahkan lo nerima gue karena terpaksa. Selamat ya! Sekarang lo punya peluang buat pacaran sama Damar." Nata memberikan jeda sebelum melanjutkan ucapannya.

"....dan lo punya peluang buat ninggalin gue."

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang