Perempuan itu melihat beberapa foto dirinya dan Nata. Foto masa kecil mereka hingga mereka sudah sebesar ini.
"Tumben lo kesini, ada perlu apa?" tanya Nata dengan nada yang dingin.
Ara menginggit bibirnya, ia menatap Nata yang baru saja pulang sekolah.
"Mata lo kenapa, habis nangis?"
Ara masih terdiam. Nata merebahkan tubuhnya di kasur. Ia masih menunggu Ara untuk menjawab pertanyaannya.
"Gue pulang deh. Kayaknya gue cuma ganggu elo aja."
"Lo ngomong apa sih? Ngaco banget."
Ara membalikkan tubuhnya dan melihat Nata. Laki-laki itu tersenyum dan memainkan alisnya. Membuat Ara tertawa kecil dan kembali duduk di samping Nata.
"Gue boleh cerita?"
"Boleh."
"Cincin sama bunga itu bukan buat gue. Semalam Damar nggak nembak gue. Dia emang udah move on dari Rena. Dia move on ke perempuan lain dan perempuan itu bukan gue."
"Terus dia jadian sama siapa?"
Ara menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tau. Tadi malem gue langsung pergi pas perempuan itu datang dan bercanda sama Damar."
Nata duduk di samping Ara.
"Kalau lo mau jatuh cinta. Lo juga harus siap buat patah hati. Faktanya, cinta nggak selamanya indah."
"Nemu kata-kata itu dari website mana?"
Nata berdecak sebal. "Enak aja, itu murni hasil dari pemikiran gue sendiri!"
Ara tertawa melihat raut wajah Nata yang mendadak bete.
"Nah gitu dong, jangan nangis lagi. Pacar gue nggak boleh nangis."
Keduanya terdiam. Nata sadar jika ia salah bicara.
"Maksud gue, elo itu-
"Nggak usah dilanjutin. Gue tau kok maksud lo itu apa," kata Ara sambil tersenyum.
Keduanya kembali terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Nata melihat kalender diatas meja belajarnya. Ia membulatkan tanggal 22 juli pada kalendernya. Nata menepuk jidatnya, dua hari lagi Ana akan berulang tahun dan dia belum menyiapkan kado untuk Ana.
"Yaampun gue lupa!"
"Lo kenapa, Nat?"
"Dua hari lagi Ana ulang tahun dan gue belum nyiapin kado buat dia."
"Emangnya lo mau kasih dia hadiah kaya apa sih? Mungkin gue bisa bantu," kata Ara yang mencoba meringankan beban Nata.
"Gue nggak tau barang kesukaannya dia."
"Seingat gue, Ana suka banget sama kelinci."
"Besok pagi gue mau beli kelinci buat Ana. Lo mau ikut?"
"Itu artinya kita harus bolos sekolah?"
----------Ara berdecak sebal setiap ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari orang yang sama. Siapa lagi kalau bukan Damar.
Laki-laki itu tidak pernah berhenti untuk meneleponnya. Bahkan ia juga mengirimkan pesan untuk Ara.
Suara pintu terdengar. Ara membuka pintu dengan perasaan yang malas. Rasanya hari ini ia tidak ingin diganggu.
Ara terdiam ketika mengetahui bahwa orang yang mengetuk pintu rumahnya adalah Damar.
Ara memutar bola matanya dan kembali menutup pintu rumahnya.
"Ara, lo kenapa sih?"
Ara hanya diam. Malas untuk menjawab pertanyaan Damar.
"Ra, kenapa hari ini lo nggak masuk? Lo lagi sakit?"
"Gue mohon, buka pintunya."
Damar terus mengetuk pintu Ara, meminta gadis itu membuka pintunya. Sementara Ara sudah berada di dalam kamarnya. Mengenakan headset di telinganya.
"Ra, gue cuma mau bilang kalau perempuan yang ada di kafe arabica itu bukan pacar gue. Dia sepupu gue yang baru pulang dari surabaya. Gue harap lo nggak salah paham." Damar memberikan jeda sebelum melanjutkan ucapannya.
"Gue nggak mungkin jadian sama perempuan lain selain elo. Karena perasaan gue masih buat elo, Ra. Gue pulang dulu."
Damar melangkah pulang, ia sempat melihat ke belakang. Berharap bahwa perempuan itu membuka pintunya. Namun kenyataanya pintu itu masih tertutup. Tak ada tanda-tanda jika pintu akan terbuka.
Sementara Ara menghela napas lega ketika motor milik Damar sudah melaju pergi.
-------
Suasana taman kota dipenuhi dengan beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak yang sedang melakukan senam. Ada juga anak kecil yang bermain di taman kota.
Ara dan Nata sibuk mencari kelinci untuk Ana. Nata bersikeras untuk mencari kelinci dengan jenis kelamin perempuan.
"Pokoknya kelincinya harus cantik, lucu, imut dan jenis kelaminnya perempuan."
"Nata, kita udah keliling taman kota dan semua kelincinya laki-laki. Mungkin sekarang lagi musim kelinci yang jenis kelaminnya laki-laki."
"Emangnya ada?" tanya Nata tak percaya.
"Ya gue juga nggak tau sih. Gue cuma nebak aja," jawab Ara sambil menyengir.
"Emangnya kenapa sih kalau kelincinya laki-laki? Ana nggak bakalan nolak hadiah lo begitu dia tau kalau kelincinya laki-laki. Dia pasti suka kok sama hadiah dari elo."
Nata mulai berpikir. Menimang-nimang ucapan Ara.
"Nat, percaya deh. Ana nggak mungkin setega itu nolak pemberian dari elo."
"Oke. Kalau begitu kita cari kelinci laki-laki."
Ara tersenyum senang. "Nah gitu dong!"
Setelah menemukan kelinci untuk Ana. Nata dan Ara duduk di kursi taman kota. Menikmati keramaian di taman kota sambil memakan gulali.
"Dulu taman kota nggak serame ini ya," ucap Nata yang mengingat masa kecilnya.
"Dulu itu, semua orang pergi ke taman kota cuma sekedar lewat aja. Dulu juga di sini cuma ada tukang bubur aja."
Pandangan Ara tertuju pada penjual kura-kura. Sejak kura-kura miliknya yang bernama dakocan mati, ia tidak lagi memiliki kura-kura.
"Nat, lihat kura-kura yuk!" Ajak Ara.
Nata mengangguk, menuruti permintaan Ara.
"Mereka lucu ya," kata Ara sambil melihat kura-kura di dalam aquarium.
"Bang, beli kura-kuranya dua ya. Yang satu perempuan dan yang satunya lagi laki-laki," ucap Nata kepada penjual kura-kura.
Ara menatap Nata dengan tatapan bingung. "Sejak kapan lo suka sama kura-kura? Bukannya lo paling males pelihara hewan?"
"Itu bukan buat gue. Tapi buat elo."
"Hah, kura-kura itu buat gue?"
"Iya, itu buat lo."
Ara mengamati kura-kura pemberian Nata. Ia menaruhnya di dalam aquarium. Ara tersenyum senang, kemudian ia kembali teringat dengan ucapan Nata saat di taman kota tadi.
"Yang perempuan namanya Ara sedangkan yang laki-laki namanya Nata. Lo harus jaga mereka. Kalau perlu sampai mereka menikah dan punya anak. Karena Ara sama Nata versi manusia cuma ditakdirkan buat bersahabat aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Untuk Ara
Teen FictionCerita ini tentang Nata yang jatuh cinta sendirian. Tentang Ara yang masih menyukai masa lalunya. Tentang Ana yang bertemu dengan Nata. Tentang Damar yang mencoba untuk memperjuangkan Ara. Dunia tahu jika Nata menyukai Ara. Bahkan dunia juga tahu ji...