Chapter18

344 27 3
                                    

"Lo nggak tau gimana perasaan gue pas Nata nanya hal itu," omel Ana.

Laki-laki itu tertawa. "Kok lo jadi salah tingkah gitu sih, An?"

"Bukannya salah tingkah, tapi gue malu. Gimana kalau Nata mikirnya gue suka sama dia?"

Damar menepuk pundak Ana. "Bagus dong kalau dia tau lo suka sama dia. Seengaknya lo nggak perlu susah payah bikin dia sadar sama perasaan lo."

"Damar, gue serius. Nggak masalah kalau Nata nggak pernah tau kalau gue suka sama dia. Lagipula percuma Nata tau tentang perasaan gue yang sebenarnya. Nata suka sama perempuan lain," jelas Ana. Raut wajahnya mendadak bete.

Damar mengerutkan dahinya. "Dia suka sama siapa?"

"Ada deh, pokoknya rahasia. Gue udah janji sama Nata buat tutup mulut. Sumpah ya, mulut lo tuh harus ditutup pake lakban supaya nggak bocor. Awas ya kalau cerita tentang Nata lagi ke Ara."

"Iya iya, gue janji deh nggak bakalan cerita ke Ara lagi. Sebenarnya gue punya rencana."

"Rencana apa?" Tanya Ana penasaran.

"Gue mau nembak Ara pas acara persami gabungan. Menurut lo keren nggak?"

"Jangan!!!!" Cegah Ana dan membuat Damar bingung.

"Kenapa jangan?"

"Maksud gue jangan ditunda terlalu lama," jawab Ana berbohong.

"Oh, gue pikir lo nggak setuju sama ide gue."

Memang bukan masalah untuk Ana jika Damar memiliki rencana untuk menyatakan cintanya pada Ara. Namun masalahnya adalah bagaimana dengan perasaan Nata.

Ana tidak tega jika melihat laki-laki itu harus merasakan patah hati.

-------

Sudah tiga hari Nata tidak bertemu dengan Ara. Perempuan itu selalu saja memghindar setiap bertemu dengan Nata. Bahkan di depan pintu rumah Ara sudah tertulis peringatan untuk Nata.

Yang namanya Nata dilarang masuk!

Nata melempar bola basketnya ke sembarang tempat. Ia kembali mengecek ponselnya, berharap jika gadis itu mau membalas pesannya.

Sementara di tempat lain, ada seorang gadis yang sedang menatap keluar jendela. Ia melirik ponselnya, ada deretan pesan masuk dari Nata.

Ara tersenyum, Nata tak pernah lelah untuk mengirimnya pesan. Jujur saja, Ara juga rindu dengan kejailan Nata.

"Nat, gue cuma takut kalau karma itu bakalan datang," gumam Ara dengan tatapan sendu.

---------

Acara pertandingan bakset disambut dengan baik oleh seluruh murid SMA Adijaya dan Adipura. Mereka berkumpul di lapangan basket SMA Adijaya.

"Lo dukung Damar atau Nata?" tanya Ana.

"Gue dukung SMA Adipura. Lo sendiri gimana, dukung Damar atau Nata?" kata Ara berbalik tanya.

"Gue dukung SMA Adijaya."

"Gue nggak percaya kalau Nata bisa senekat itu. Dia sama sekali nggak bisa main basket."

"Nata itu keras kepala."

"Ngomong-ngomong, lo lagi dekat ya sama Nata?" tanya Ara yang membuat Ana tersenyum kikuk.

"Ya begitulah, kita bisa dekat karena satu kelas."

"Lo nggak pernah ngerasain perasaan yang aneh ke Nata?"

"Maksudnya?"

"Semacam perasaan suka."

Ana tertawa kecil. "Nggak pernah. Emangnya lo pernah?"

Ara terdiam, perasaan aneh itu timbul lagi. Dimana otak dan hatinya mulai berjalan secara tidak bersamaan.

"Gue juga enggak pernah."

Pertandingan berjalan dengan lancar. Damar melakukan dribble tinggi, membuat penonton perempuan berteriak histeri dan tentunya mencetak point untuk SMA Adipura.

Nata berdecak sebal, ia tak ingin kalah dengan Damar. Kedua matanya sempat melihat Ara yang duduk di samping Ana.

Nata tersenyum, Ara adalah alasannya untuk ikut tanding basket. Ia ingin menunjukan kepada gadis itu bahwa ia juga bisa seperti Damar.

Nata mulai mengambil bola dari lawan, Nata melakukan chest pass kepada Ronald. Posisi Ronald lebih dekat dari ring lawan. Sementara Ronald berusaha untuk melakukan lay up.

Dan BRUK! Tubuh Ronald jatuh tersungkur, Nata tak terima dengan kecurangan yang diperbuat oleh Damar. Laki-laki itu baru saja melakukan aksi curang dengan mendorong tubuh Ronald.

"Heh! Kalau main jangan curang!" Bentak Nata.

"Siapa yang curang? Gue nggak curang."

"Pantesan lo bisa menang, ternyata lo curang."

"Gue nggak pernah curang."

"Terus kenapa tadi lo dorong Ronald?"

"Gue nggak sengaja!"

"Jangan sok polos, anjing!" Bentak Nata dan memukul Damar.

Kejadian itu membuat penonton berteriak, kepala sekolah dari kedua pihak akhirnya harus turun tangan dan membawa Damar dan Nata ke ruang kepala sekolah. Pertandingan terpaksa harus dibatalkan.

-------

Nata keluar dari ruang kepala sekolah dengan pipi yang sudah memar. Sementara Ara dan Ana sudah menunggu mereka di luar ruang kepsek.

"Ara, ayuk kita pulang," ajak Nata.

"Ara pulang sama gue," cegah Damar.

"Lo mau ngajak gue buat berantem lagi? Lebih baik lo ajak saudara lo pulang."

Damar terdiam, matanya melihat Ana. Tak lama kemudian Damar mengajak Ana untuk pulang. Meninggalkan Ara dan Nata yang masih berdiri di depan pintu ruang kepsek.

"Nat, lo pulang duluan aja. Gue ada urusan sama anak mading."

"Yaudah, gue tunggu sampe urusan lo selesai."

"Nggak perlu," tolak Ara.

"Gue nggak terima penolakan."

"Gue nggak suka sama cowok yang bisanya cuma maksa perempuan. Ditambah dengan sikap kekanak-kanakannya," ucap Ara dan pergi meninggalkan Nata.

Nata menghela napas, mengepalkan telapak tangannya dan memukul tembok sekolah.

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang