Chapter36

330 27 0
                                    

"Jawaban lo apa?" tanya Nata yang sudah lelah untuk menunggu.

Sejak Nata mengutarakan maksudnya untuk mengajak Ana memperbaiki semuanya dengan Nata saat di taman tadi, perempuan itu hanya menggantungkan perasaannya.

Sampai mereka berada di kafe arabica dan menghabiskan makanan mereka, perempuan itu belum menjawab pertanyaan Nata.

"Gue udah pernah bilang sama lo, kita emang udah nggak cocok lagi, Nat. Kalau gue paksain buat ngelanjutin hubungan ini, semuanya nggak bakalan sama kaya dulu lagi."

"Kalau kita nggak usaha buat coba, gimana lo bisa tau kalau kita udah nggak cocok lagi?"

"Nat, gue lebih nyaman kaya gini sama lo. Jadi teman lo, gila-gilaan bareng sama lo, pokoknya kaya gini deh."

"Sekali aja, An. Sekali aja. Kita coba dari awal."

"Tuh, lo ngajak balikannya maksa banget, ih."

"Mau gimana lagi, perasaan gue nggak bisa dibohongin, An."

Ana menggelengkan kepalanya, tangannya menyentuh tangan Nata. "Sama kaya mata lo, nggak bisa diboongin. Titik fokus lo itu masih Ara. Lo masih sayang sama dia. Selama ini lo cuma berusaha buat ngejauh dari perasaan itu. Lo sadar nggak, gue itu jarak di antara lo sama Ara."

"Lo bukan jarak, tapi lo penawar. Lo penawar buat gue."

Ana tersenyum kecil. "Gue bukan penawar, gue cuma orang yang tiba-tiba dateng disaat lo butuh teman buat cerita. Mungkin lo masih marah sama Ara, tapi cuma dia penawar lo. Dia itu penyebab rasa sakit hati lo sekaligus penawar buat rasa sakit itu.

"Percaya deh sama gue, kalau lo lebih milih gue, lo bakalan nyesel. Emang sih kalau misalnya gue boleh jujur nih ya, gue masih suka sama lo. Soal kejadian kita putus itu, gue udah pernah janji sama diri gue dan Damar. Mau nggak mau suatu saat nanti gue sama Damar bakalan mutusin kalian berdua. Kita pengen kalian nyatu kayak dulu lagi."

Ana mengembalikan kalung yang Nata berikan saat mereka di taman tadi. "Hadiah yang istimewa cuma untuk orang yang istimewa juga. Lo kasih ke dia di prom minggu depan. Ingat ya, jangan pernah ngajakin gue balikan lagi."

-------

"Eh, lo laper nggak?" tanya Nata.

"Dikit sih."

"Sama gue juga." Nata kembali mengeringkan rambutnya yang basah setelah mandi.

Ara melirik Nata. "Terus gimana?"

"Yaudah, tungguin hujannya berhenti dulu baru kita cari makan."

"Bukan itu. Maksud gue tentang hubungan lo sama Ana. Kalian balikan lagi?"

"Oh itu."

Ara memasang raut wajah yang sudah tidak sabar mendengar jawaban dari Nata.

"Dia nolak gue," jawab Nata pasrah.

"Lo nggak berusaha buat yakinin dia?"

"Udah. Dia masih sayang sama gue, tapi dia nggak mau gue berjuang buat orang yang salah."

"Orang yang salah? Tunggu deh, gue nggak ngerti."

"Katanya waktu dia natap mata gue, titik fokus gue itu masih ke elo. Emang apa ya?" tanya Nata pada Ara yang membuat Ara sedikit salah tingkah.

"Idih, mana gue tau. Kan elo yang ngerasain bukan gue."

Nata mengerutkan dahinya. "Coba dong lo tatap mata gue."

"Najong ih, ngapain amat sih."

Nata terkekeh. "Lo aneh, gue aneh, kita itu aneh."

"Elo doang kali yang aneh."

"Soal ucapan gue waktu itu, gue bercanda."

"Ucapan lo yang mana?"

"Ucapan gue yang mungkin buat lo sakit hati."

"Yeh, dari kemarin ucapan lo bikin gue sakit hati mulu."

"Kita itu lucu ya. Sama-sama gengsi buat bilang sayang. Apalagi elo, buat ngomong 'gue sayang elo, Nat' susah banget," sindir Nata.

"Kan gue udah pernah bilang, Nat. Waktu kita-ah, gitulah pokoknya."

"Ciuman maksud lo?"

Pipi Ara memerah. "Nggak usah disebutin juga kali."

"Harus banget ya gue ngilang dulu, jadian sama perempuan lain dan buat lo nyesel, baru lo mau bilang 'sayang' ke gue?"

"Dih, waktu itu gue udah pernah bilang sama lo. Gue udah kasih kode sama lo, tapi lo nggak peka!" omel Ara.

"Kapan dah?"

"Waktu persami, waktu kita di aula. Gue tuh udah kasih kode ke elo. Eh, pikiran lo malah kemana-mana."

Nata mengacak rambut Ara. "Yaudah sih, sekarang gue ada di sini. Nggak bakalan kemana-mana lagi."

"Terus sekarang hubungan kita apa?"

"Apa ya, lo maunya gimana?"

"Gue sih tinggal jawab 'iya' atau 'enggak' aja."

Nata tersenyum kecil ketika mengetahui arti dari ucapan Ara. "Kalau soal itu nanti aja deh. Pas prom gabungan aja kali ya, kan keren tuh. Biar ada kenangannya."

"Lama amat," gumam Ara.

"Sabar, lo enak tinggal jawab 'iya' atau 'enggak'. Lah gue, nyiapin kata-kata, tenaga, kontrol detak jantung, siap mental, ribet tau."

"Tapi kan perasaan gue udah jelas. Lo nggak perlu nyiapin yang kaya gitu kali. Tinggal ngomong terus gue jawab dan jadi deh."

Nata mengambil kalung yang ada di saku celananya. "Pas prom nanti, jangan lupa pake kalung ini."

"Harus banget?"

"Itu salah satu syarat biar gue ngomong hal itu."

Ara terdiam, menerjemahkan ucapan Nata. Seperdetik kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Gue nggak ngerti."

"Maksud gue, nembak. Iya nembak."

Ara mempersempit jarak diantara mereka, Ara memberanikan diri untuk mencium Nata, seperti yang telah Nata lakukan pada dirinya beberapa minggu yang lalu. Dan adegan itu hanya terjadi beberapa detik saja.

"Anggap aja itu balesan buat yang waktu itu," ucapnya dan meninggalkan Nata yang masih mematung.

"Ra, kok cuma sekali sih?!!!" Teriak Nata sambil tertawa. Sementara gadis itu sedang merasakan sensasi salah tingkah di kamar Nata.

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang