chapter13

364 30 9
                                    

Ara merutuki kebodohannya sendiri, kenapa ia bisa berpikiran jika Damar akan menyatakan cinta padanya?

Selama perjalanan pulang, air matanya terus mengalir. Ara terus memarahi dirinya sendiri.

Setiap orang yang melewati Ara hanya melempar pandangan dengan tatapan aneh sekaligus ngeri.

Hujan turun dengan derasnya, membuat Ara mendengus kesal.

"Kenapa harus hujan sih?"

Ara mempercepat langkahnya, hari semakin gelap dan hujan semakin deras. Ia tak ingin sesuatu yang buruk menimpa dirinya.

Bisa saja ia meneduh di halte dan meminta Nata untuk menjemputnya. Nata tak mungkin menolaknya. Tapi Ara sadar, Nata bukan pacarnya lagi. Ia tak mungkin menyuruh Nata sesuka hatinya. Lagipula mereka sedang bertengkar.

-------

Nata menunggu kedatangan Ara dengan cemas di teras rumah Ara. Hujan semakin deras dan perempuan itu belum pulang.

Tak seharusnya ia khawatir, karena Ara sedang bersama Damar. Damar pasti akan mengantarnya pulang dengan selamat.

Namun entahlah, ia tetap khawatir dengan keadaan Ara. Keputusannya sudah bulat, Nata akan merelakan Ara untuk Damar. Jika perempuan itu bahagia, Nata akan berusaha untuk ikut bahagia.

Pintu pagar dibuka oleh sang pemilik rumah. Nata terkejut melihat Ara pulang sendirian. Terlebih, perempuan itu pulang dengan keadaan basah kuyup.

"Damar kemana? Kok lo pulang sendirian?"

Ara tak menjawab. Ia masih terus menangis.

"Ra, lo kenapa?" tanya Nata mengusap air mata Ara.

Ara mentatap Nata dengan tatapan yang dingin. "Siapa yang nyuruh lo buat ke rumah gue?"

"Gue cuma mau ngucapin selamat buat lo. Selamat karena elo resmi jadi pacar Damar."

Ara menggelengkan kepalanya, ucapan Nata semakin membuatnya sakit.

"Sumpah, Nat. Lo jahat banget," ucap Ara dan masuk ke dalam rumahnya.

Nata mematung tak mengerti. Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ucapannya salah?

------

Ana berlari kearah kelasnya ketika jarum jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 6.15.

"Mampus deh, gue telat 15 menit," ucap Ana sambil menepuk jidatnya.

Setiap hari selasa, memang sudah menjadi kebiasaan Nata dan Ana untuk datang ke sekolah tepat pukul 6 pagi.

Ana sudah berjanji untuk mengajarkan Nata pelajaran matematika. Karena sebelum pelajaran dimulai, guru mata pelajaran matematika akan mengadakan tes awal.

"Nata, sori banget gue telat," kata Ana dengan napas yang terengah-engah.

Suasana di kelas X-IPA3 masih sunyi. Ana mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang kelas. Nata belum datang.

Ana duduk di bangkunya dan membaca buku matematika sambil menunggu kedatangan Nata.

5 menit.

10 menit.

Sosok Nata belum terlihat. Ana mengirim pesan pada Nata, menayakan keberadaan laki-laki itu.

Tidak berapa lama setelah pesan terkirim, Nata muncul dengan wajah datar. Ia menaruh tasnya di belakang bangku Ana.

"Nat, muka lo kenapa datar banget sih? Nggak ada senyumnya sama sekali."

"Gue lagi bingung."

"Bingung soal apa?"

"Misalnya elo jadian sama cowok impian lo, terus gue kasih ucapan selamat sama elo. Emangnya itu salah?"

"Hmm, ya nggak salah. Yang salah itu waktu lo ngucapin selamat ke dia, padahal dia nggak jadian sama cowok impiannya. Biasanya cewek langsung sensitif dan ngerasa kalau ucapan selamat itu kaya nyindir dia," jelas Ana.

Nata terdiam. Mencerna setiap ucapan Ana. Otaknya pun bertanya-tanya, setelah pulang sekolah nanti Nata akan meminta Ara untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

------

Ara membuka kedua matanya, ia membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan matahari pagi menyinari ruang kamarnya.

Ara melirik jam dinding dan kemudian mengambil handphonenya. Ada beberapa panggilan masuk dan pesan masuk dari Damar.

Ia kembali meletakkan ponselnya dan berdiri di depan cermin. Melihat betapa buruk kondisinya sekarang.

"Ara, ini gue Denis. Lo udah bangun belum?" tanya Denis sambil mengetuk pintu kamar Ara.

"Udah, Bang. Lo masuk aja, pintunya nggak gue kunci."

Denis masuk ke dalam kamar Ara, kemudian melihat penampilan Ara dengan kantung matanya yang hitam dan matanya yang bengkak.

"Biar gue tebak, tadi malam lo pasti ngabisin waktu buat nangis, kan?"

"Lo kapan pulang? Emangnya lo udah sehat?" tanya Ara tanpa menjawab pertanyaan dari Denis.

"Berarti tebakan gue benar. Siapa yang buat lo nangis sampe kaya gitu?"

"Harus banget ya gue cerita?"

Denis mengangguk. "Gue ini abang elo. Udah jadi tanggung jawab gue buat jagain elo."

Ara menghela napas dan memainkan kuku jarinya. "Intinya gue patah hati. Ya, gue patah hati karena cowok."

"Siapa?"

"Lo nggak perlu tau terlalu jauh. Mendingan lo masak nasi goreng buat gue. Gue laper nih, tadi malam belum makan," rengek Ara sambil memegang perutnya.

Denis tertawa kecil dan mengacak rambut Ara. "Gue baru tau kalau cewek lagi patah hati itu masih doyan makan."

-------

"Nata, gimana sama sekolah kamu? Akhir-akhir ini mama jarang dapat telepon dari kepala sekolah kamu loh. Siapa sih teman yang ngubah sikap bandel kamu. Walaupun kamu nggak bandel-bandel banget sih. Daripada tetangga sebelah, seminggu cuma masuk satu kali," kata Erisa-ibu Nata dan mulai bergosip.

Nata menggelengkan kepalanya melihat sikap ibunya. "Mama selalu aja gosipin anak orang."

"Abisnya mama agak kesel sih. Masa anak mama dibilang anak nakal. Padahal kan kamu cuma agak nakal aja. Yang penting kamu nggak pernah pergi ke klub, nongkrong di pinggir jalan atau gonta ganti pacar. Ih amit-amit deh," ucap Erisa sambil menyentuh perutnya.

"Nata nggak mungkin sebandel itu. Paling cuma bolos sekali atau nggak ngerjain PR aja. Tumben mama pulang cepet dari kantor?"

"Mama lagi males di kantor. Pekerjaan mama juga udah selesai, jadi mama pulang siang deh."

Nata mengangguk tanda mengerti. Kemudian matanya melihat pintu kamarnya dengan pintu terbuka dan lampu menyala. Padahal, Nata selalu menutup pintu dan mematikan lampu kamarnya setiap pergi ke sekolah.

"Ma, tadi mama abis bersihin kamar Nata ya?"

"Enggak kok. Dari tadi mama lagi baca majalah."

"Kok pintu kamar Nata kebuka?"

Erisa menepuk jidatnya. "Oh iya, mama lupa. Di kamar kamu ada teman kamu tuh."

"Siapa?"

"Kamu liat aja sendiri. Udah ya, mama mau ke dapur dulu."

Nata mengerutkan dahinya. Tidak mungkin jika orang yang berada di dalam kamarnya adalah Ronald atau Ana.

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang