Chapter17

384 25 4
                                    

Ara menatap kura-kura pemberian Nata. Entah kenapa, ada sesuatu yang janggal pada hatinya. Ia masih memikirkan obrolannya dengan Damar saat di lapangan sekolah tadi.

"Kok gue jadi kepikiran soal hubungan Nata sama Ana sih," ucap Ara pada dirinya sendiri.

"Mungkin karena akhirnya lo sadar kalau ternyata lo suka sama Nata," goda Denis secara tiba-tiba dan duduk di tempat tidur Ara.

"Omongan lo ngaco! Gue cuma lagi ngebayangin aja kalau suatu saat nanti Nata sama Ana jadian."

"Kenapa lo jadi kepikiran gitu?"

"Gue juga nggak tau. Mungkin otak gue lagi error."

"Perlahan otak sama hati lo itu bakalan sadar kalau cowok yang lo sayang itu Nata bukan Damar. Lo pastiin lagi deh, sebenarnya lo itu suka atau cuma kagum sama Damar."

"Gue suka sama Damar."

"Alasannya?" Tanya Denis.

"Karena dia baik, keren, bisa main basket, pokoknya banyak deh."

Denis tersenyum dan mengacak rambut Ana. "Itu namanya kagum."

"Masa sih? Apa bedanya kagum sama suka?"

"Nggak terlalu beda sih, cuma beda tipis aja. Intinya lo harus bisa ngebedain mana rasa kagum sama rasa suka. Daripada endingnya lo bakalan nyesel karena nggak bisa bedain mana rasa kagum dan rasa suka."

--------

Ana menatap Nata dan Ronald yang sedang meminum air mineral.

"Gue nyerah, gue nggak sanggup lagi buat latihan basket. Capek," keluh Ronald.

"Gue setuju sama lo, gue juga capek latihan basket."

Nata membasahi rambut dan wajahnya dengan air mineral. Membuat Ana tersenyum kecil.

"Kenapa ketawa?"

"Lo lucu," jawab Ana agak kikuk. Ia malu untuk mengakui jika wajah Nata terlihat tampan saat membasuh wajahnya dengan air.

"An, pernah nggak sih lo jatuh cinta sama seseorang dan selalu cari cara agar orang yang lo suka itu ngelirik elo?"

"Gue bukan tipe perempuan kaya gitu, Nat. Jadi gue nggak tau harus jawab apa tentang pertanyaan lo itu."

"Coba aja gue jatuh cintanya sama elo. Sayangnya gue malah jatuh cinta sama perempuan lain."

Ana menginggit bibir bawahnya ketika mendengar ucapan Nata, ia melirik Nata yang sedang menatap lurus kedepan.

"Lo suka sama siapa?"

"Janji ya kalau lo nggak bakalan kasih tau siapapun. Sebenarnya gue suka sama Ara."

"Ternyata lo jatuh cinta sama Ara. Cie yang jatuh cinta sama sahabatnya sendiri. Pantesan elo perhatian banget sama Ara," goda Ana yang membuat Nata malu.

"Sstt, jangan bilang siapa-siapa ya."

Ana mengacungkan jempolnya. "Rahasia lo aman sama gue."

Nata merangkul pundak Ana. Ana hanya tersenyum, namun ada sesuatu yang aneh. Kenapa hatinya begitu sesak? Rasanya seperti kekurangan oksigen. Apakah ia mengidap penyakit asma atau...

-----

"Ra, lo ngapain sih jam 12 malem nyuruh gue ke rumah lo? Mana masuknya lewat jendela kamar lo lagi," omel Nata.

Ara menatap kura-kura pemberian Nata. Jari telunjuknya sibuk mengetuk kaca aquarium.

"Tuh kan, diajak ngomong malah diem. Lo kenapa sih, ada masalah lagi sama Damar?"

Ara menggelengkan kepalanya. "Gue nggak ada masalah sama Damar."

"Terus?"

"Tadi Damar cerita soal kedekatan lo sama Ana. Sebenarnya kalian pacaran atau cuma berteman?"

"Cuma teman biasa."

"Terus katanya Damar lega karena lo bisa jagain Ana."

"Itu emang tanggung jawab gue sebagai temannya Ana. Tumben lo sekepo ini."

"Yaudah, pulang sana ke rumah lo. Gue mau tidur."

Nata mengerutkan dahinya. "Jadi lo nyuruh gue kesini cuma mau nanya tentang hubungan gue sama Ana?"

"Ya gitu deh. Gue juga bingung kenapa gue bisa nyuruh lo buat ke rumah gue."

"Sebenarnya lo kenapa sih, aneh banget."

"Gue juga nggak tau. Nat, coba deh selama seminggu kita nggak usah komunikasi dulu. Kita jangan saling tegur sapa dulu. Terus lo jangan main ke rumah gue dulu ya."

"Loh, emangnya kenapa?"

"Pokoknya lo turutin aja permintaan gue. Cuma seminggu kok, Nat. Seminggu itu bukan waktu yang lama, kan?"

"Seengaknya lo kasih alasan yang jelas ke gue," kata Nata yang semakin dibuat bingung dengan ucapan Ara.

"Pokoknya sekarang lo pulang sana. Gue mau tidur," usir Ara dan menyuruh Nata keluar dari kamarnya.

Setelah Nata keluar dari kamarnya, ia segera menutup jendelanya. Ara menghela napas, ia memijat dahinya yang mulai penat karena terlalu banyak berpikir.

-----

"Ana!" panggil Nata ketika melihat Ana yang sedang berjalan menuju perpustakaan.

"Ada apa, Nat?"

"Tadi malem sikap Ara aneh banget. Masa dia nyuruh gue buat nggak komunikasi dulu sama dia selama seminggu."

"Terus?"

"Gue bisa mati karena nahan kangen sama Ara. Menurut lo gue harus ngelakuin apa?"

"Lo turutin aja permintannya Ara," jawab Ana. Matanya sibuk mencari buku biologi yang ia cari.

"Lo nyari apa sih?"

"Gue nyari buku biologi."

"An," panggil Nata.

"Hmm."

"Ana."

"Ada apa sih, Nat? Kalau lo mau cerita ya cerita aja. Gue pasti dengerin kok," kata Ana dengan sedikit kesal.

"Emangnya lo sering cerita tentang gue ke Damar ya? Lo cerita apa aja?"

Ana mematung, ia tak berani melihat Nata dan sedetik kemudian ia berjalan menjauhi Nata. Berpura-pura sibuk mencari buku biologi.

"An, kenapa lo nggak jawab pertanyaan gue?" tanya Nata dan mendekati Ana.

"Duh, buku biologinya dimana sih." Gerutu Ana.

"An, lo dengar omongan gue, kan?"

Ana kembali menjauhi Nata. Namun Nata menahan lengan Ana.

"Lo jawab dulu pertanyaan gue."

Ana menghela napas pasrah. "Iya, gue sering cerita tentang lo ke Damar. Gue cuma bilang kalau lo teman yang baik."

Nata mengangguk mengerti dan melepaskan pergelangan Ana dari tangannya.

"Yaudah, gue bantuin lo cari buku biologinya ya."

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang