Chapter34

347 25 3
                                        

Semuanya berubah. Sejak kejadian itu, hubungan Ana dan Nata merenggang. Sudah tiga hari tidak ada perubahan. Ana masih menjaga jarak dari Nata.

"An," panggil Nata dan duduk di samping Ana.

Ana menghela napas, menutup buku yang ia baca dan beranjak keluar dari perpustakaan.

"An, kejadian itu benar-benar di luar dugaan gue. Tiba-tiba aja gue ngelakuin hal itu. Gue tau gue salah, gue tau gue terlalu kebawa perasaan. Tapi gue nggak niat buat ngelakuin itu, An."

Ana terdiam, melirik Nata sekilas. "Udah?"

Nata mengangguk. "Kasih gue kesempatan, An."

"Kita putus dan kali ini gue serius."

Tubuh Nata menegang. "Putus?"

"Kita emang udah nggak cocok lagi, Nat. Kalau gue paksain buat ngelanjutin hubungan ini, semuanya nggak bakalan sama kaya dulu lagi."

"Tapi-

"Kita balik temenan kaya dulu lagi, itu jauh lebih baik."

Nata memeluk Ana, perempuan yang sudah menemani hari-harinya selama setengah tahun.

"Lepas, Nat." Mohon Ana.

Nata menggelengkan kepalanya. "Anggap aja ini untuk yang terakhir kalinya."

-------

Nata kembali meneguk air mineral. Pikirannya benar-benar kalut. Nata duduk di kursi makan, berusaha mengontrol emosinya. Membayangkan betapa bodoh dirinya. Andaikan ia tidak melakukan hal itu, semuanya tidak akan terjadi.
Ia masih bisa bersama Ana, menjalani hubungan mereka seperti biasa.

Langkah Ara terhenti tepat di samping Nata. Menarik kursi makan dan duduk. Menatap ekspresi wajah Nata yang terlihat frustasi.

"Maaf, Nat."

Nata mengusap wajahnya, kembali meneguk air mineral kemudian menatap Ara, tetapi enggan untuk menjawab ucapan Ara.

"Hubungan lo gimana sama Ana?"

"Gue..." Nata menghentikan ucapannya, menatap langit-langit. Butuh waktu beberapa menit untuk menceritakan kejadian yang ia alami.

"Kita putus, dia mutusin gue sepihak. Dan nggak ada kesempatan lagi buat gue. Dia pergi, ninggalin semuanya. Luka, kenangan, cinta, pokoknya semuanya. Dia beda, Ra. Dia nggak kaya perempuan lain.

"Dia nggak pernah bilang sayang sama gue, dia nggak pernah nunjukkin rasa sayangnya sama gue. Setelah kejadian ini, ada satu hal yang bisa gue tangkap. Cara dia nunjukkin rasa sayangnya itu bukan dengan ucapan, tapi dengan kehadirannya yang selalu ada buat gue. Gue tau, gue emang bego."

Penjelasan dari Nata membuat Ara terdiam. Entah respon apa yang harus Ara berikan pada Nata.

"Udahlah, lo nggak perlu kasih respon apapun. Percuma, respon lo nggak ngaruh apa-apa. Gue sama Ana udah putus dan nggak bisa balikan."

"Kenapa lo nggak coba buat yakinin Ana?"

"Lo senang kan gue putus sama Ana?" Pertanyaan Ara dibalas dengan pertanyaan pahit dari Nata.

"Karena elo, semuanya jadi berantakan. Gue patah hati karena elo, hubungan gue sama Ana putus karena elo dan mungkin suatu saat nanti, Damar juga ngerasain patah hati karena lo."

Kedua mata Ara berkaca-kaca.

"Gue nyesel, Ra. Sumpah, gue nyesel pernah naruh hati sama lo. Emang sih, ucapan gue waktu itu serius. Gue masih sayang sama lo. Tapi lo tenang aja, cepat atau lambat gue bakalan buang perasaan itu. Karena gue sadar, nggak seharusnya gue suka sama perempuan kaya lo."

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang