Sudah menjadi kebiasaan Ana setiap hari sabtu duduk di bangku dekat lapangan. Sudah menjadi kebiasaan Ana setiap hari sabtu melihat Nata yang sedang berlatih silat.
Ana menutup novelnya, matanya terfokus pada Nata. Sudah satu tahun ia mengenal Nata, laki-laki itu banyak memberika warna pada hidup Ana.
Tentunya Nata berhasil membuat Ana jatuh hati padanya.
"Apa susahnya lo nyatain perasaan lo ke Nata?"
Ana menoleh ke samping. Sudah ada Ronald yang duduk di sampingnya.
"Lo ngomong apa sih, gue nggak ngerti."
"Jangan sok polos. Gue tau kalau lo suka sama Nata. Atau perlu gue bantuin buat bilang ke Nata?"
"Sikap lo sama Nata itu nggak beda jauh ya. Sama-sama sok tau!"
Ronald terkekeh. "Santai aja, An. Jangan salah tingkah gitu ah."
"An, cinta itu nggak perlu ditahan terlalu lama. Nggak perlu Nata yang nembak lo duluan. Emangnya gengsi ya kalau cewek nembak duluan?"
"Lo pikir aja sendiri," jawab Ana sewot.
"Lagi ngomongin apa nih?" tanya Nata disela-sela obrolan antara Ronald dan Ana.
"Lo udah selesai latihan?" Ana mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
"Belum sih, kita disuruh istirahat 15 menit. Emangnya kenapa, lo mulai capek nungguin gue latihan?"
"Nggak mungkin Ana capek nungguin lo latihan. Nungguin lo peka aja, dia nggak pernah capek," ucap Ronald sambil menepuk pundak Ana.
"Nungguin gue peka?" tanya Nata tak mengerti.
"Nggak usah didengerin. Lo tau kan kalau sikap Ronald suka rada-rada aneh."
"Nat, ternyata Ana lagi suka sama seseorang loh."
Ana memberikan tatapan tajam pada Ronald. Namun tatapan itu tidak membuat Ronald menutup mulutnya.
"Siapa? An, kok lo nggak pernah cerita sama gue?" tanya Nata sambil menatap Ana.
Ana tersenyum kikuk. "Enggak, Ronald cuma bercanda aja. Gue lagi nggak suka sama orang."
"Orangnya itu satu kelas sama Ana. Sekarang dia lagi ada di sini dan dia ada di depan-" ucapan Ronald terputus, Ana langsung menutup mulut Ronald dengan telapak tangannya.
"Di depan mana? Di depan kelas atau di depan mana?" Tanya Nata sambil mencari sosok laki-laki yang dimaksud oleh Ronald.
-------
"An, kasih tau gue dong siapa nama laki-laki yang elo suka. Kok lo nggak cerita sama gue sih. Dasar curang! Padahal gue udah kasih tau ke elo kalau gue suka sama Ara. Sekarang gantian dong!" Oceh Nata yang membuat Ana kesal.
Ia menutup telinganya dengan jari telunjuk.
"Ih, gue serius."
Ana menghentikan langkahnya. Begitupula dengan Nata.
"Gue emang lagi suka sama cowok."
"Namanya siapa?"
"Namanya nggak penting."
"Kok nggak penting?"
"Kalau misalnya cowok itu elo, gimana? Gimana kalau gue suka sama elo?"
Nata terdiam, ekpresinya menjadi datar. Ia menatap kedua mata Ana, mencari tahu apakah Ana sedang bercanda atau memang serius.
"Gue bercanda, bodoh!" Ejek Ana sambil memukul lengan Nata.
Ana tertawa melihat ekspresi Nata, sementara Nata hanya tersenyum tipis.
"Lagipula ngapain sih gue suka sama elo. Udah jelas kalau elo cuma suka sama Ara. Mata elo cuma fokus ke Ara. Lo nggak mungkin ngelirik perempuan lain. Jatuh cinta sama elo itu cuma buang-buang waktu gue aja."
"Dasar sok tau!" Ejek Nata.
"Emang kenyataannya kaya gitu."
"Gimana kalau fokus mata gue udah terbagi jadi dua? Gimana kalau gue juga fokus ke elo. Gimana?" tanya Nata sambil memainkan alisnya.
"Dasar rese! Udah yuk jalan lagi," kata Ana yang sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Ciri-ciri orang salah tingkah itu, dia sering mengalihkan pembicaraan. Contohnya kaya elo."
"Nata rese!"
--------
"Akhirnya selesai juga."
Ara melihat hasil kerajinan tangannya. Ia cukup puas dengan hasilnya, walaupun hasilnya tak sebagus penyulam yang sudah mahir.
"Wih, apaan tuh?" tanya Denis dan mengambil slayer buatan Ara.
"Menurut lo hasilnya gimana?"
"Bagus," puji Denis yang membuat Ara tersenyum lega.
"Bagus buat dibuang," ledek Denis.
Ara memukul lengan Denis. "Abang durhaka! Gue serius tau."
"Iya iya, bagus kok."
Ara kembali memperhatikan slayer buatannya. Slayer berwarna merah. Warna kesukaan laki-laki itu.
"Biar gue tebak, pasti slayer itu buat seseorang kan? Emangnya buat siapa sih?"
"Rahasia."
"Biar gue tebak lagi, pasti slayer ini buat Damar, kan?"
"Rahasia."
Denis menjitak kepala Ara. "Adik durhaka! Udah ah gue mau mandi dulu. Mau siap-siap buat malam minggu ke rumah pacar."
"Sana pergi, kalau bisa jangan balik lagi."
Ara menaruh slayernya ke dalam tas. Senin pagi, ia akan memberikan slayer itu untuk seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Untuk Ara
Teen FictionCerita ini tentang Nata yang jatuh cinta sendirian. Tentang Ara yang masih menyukai masa lalunya. Tentang Ana yang bertemu dengan Nata. Tentang Damar yang mencoba untuk memperjuangkan Ara. Dunia tahu jika Nata menyukai Ara. Bahkan dunia juga tahu ji...