Chapter 38(End)

830 45 25
                                    

4 tahun kemudian....

Nata :
Selamat tanggal 3 untuk yang kesekian kalinya, Ra. Aku sayang kamu.

Ara tersenyum ketika membaca pesan dari Nata. Namun perlahan, senyuman itu memudar ketika mengingat perubahan Nata selama satu bulan belakangan ini.

Ada banyak perubahan pada diri Nata. Laki-laki itu seperti menjauhi Ara secara perlahan atau hal itu hanya perasaannya saja. Yang lebih membuat Ara bingung adalah Nata tidak pernah mengangkat telepon dari Ara. Laki-laki itu tidak memberikan alasan yang jelas kepada Ara.

Ara :
Aku lebih sayang kamu, Nat.

Tak butuh waktu lama, Nata sudah membalas pesannya.

Nata :
:)

Ara menghela napas, ia sudah tidak kuat dengan sikap Nata yang seperti ini.

Ara :
Nat, selama satu bulan ini, aku ngerasa ada yang berubah dari sikap kamu. Udah nyaman sama yang lain ya?

Perlahan, Ara menekan tombol send. Ia menggigit bibir bawahnya, takut jika Nata membalas pesannya dengan kata-kata kasar atau mengucapkan kalimat yang tidak Ara inginkan. Yaitu, putus.

Nata :
Maaf ya aku belum bisa jenguk kamu.

Ara mendengus kesal dan melemparkan ponselnya ke tempat tidur. Nata tidak menjawab pertanyaannya dan mengganti topik pembicaraan.

Seminggu yang lalu Ara mengalami kecelakaan. Ia adalah salah satu korban kecelakaan beruntun di jalan tol. Ara, supir mobilnya dan korban kecelakaan lainnya dilarikan ke rumah sakit.

Ada kerusakan pada bagian hati Ara, keluarganya berusaha mencari pendonor secepatnya. Syukurlah ada orang yang bersedia menjadi pendonor hati untuk Ara. Yang Ara tahu dari keluarganya, pendonor itu adalah salah satu korban kecelakaan juga. Saat divonis lumpuh seumur hidup, sang pendonor memutuskan untuk mendonorkan organ hatinya untuk Ara. Kebetulan, pendonor tersebut berada satu kamar dengan Ara.

Ara mengusap wajahnya, ia menghela napas. Jika suatu saat nanti Nata menemukan perempuan yang lebih baik daripada Ara, ia harus menerimanya. Bagaimanapun, cinta tak bisa dipaksakan. Yang harus Ara lakukan adalah menjaga perasaannya untuk Nata dan percaya bahwa Nata juga melakukan hal sama.

"Ra, ada Damar di ruang tamu." Denis mengetuk pintu kamar Ara.

"Iya, Bang. Nanti aku turun."

Ara menuruni anak tangga dan berusaha terlihat biasa saja. Seperti tak ada sesuatu yang sedang menganggu pikirannya.

"Hai, Ra. Apa kabar?" tanya Damar yang membuka topik pembicaraan yang terkesan seperti, basa-basi.

"Kabar gue baik."

"Oh ya, gue mau kasih undangan ini buat lo." Damar menyerahkan undangan berwarna biru.

Ara menerima undangan yang diberikan Damar, ia membaca undangan tersebut. Setelah selesai membaca, gadis itu menatap Damar. "Lula itu anak jurusan tata boga, 'kan? Lo tunangan sama dia?"

Damar tersenyum lalu mengangguk. "Kalau lo nggak berhalangan hadir, lo datang ya."

"Oke." Ara mengacungkan jempolnya. "Nanti gue kasih tau Nata deh, mungkin dia bisa datang."

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang