Chapter28

291 27 1
                                    

"Gagal lagi?" Tanya Nata dan menghela napas kesal.

"Mau gimana lagi, nyokap gue minta ditemenin ke salon."

"Padahal gue udah minta lo kosongin waktu buat besok dari seminggu yang lalu. Ujung-ujungnya gagal juga."

"Lagipula ngerayain hari jadian nggak terlalu penting kali, Nat."

"Pokoknya bulan besok, dihari mensive yang ketiga bulan. Kita harus jalan ke dufan. Harus!"

"Bawel." Ana memutar bola matanya.

Nata menatap kedua mata Ana. "Makasih buat moment selama dua bulan."

"Apa sih, mulai deh ngegombal lagi. Geli tau!"

"Apa sih, mulai deh ngerusak suasana romantis lagi. Bete tau!" balas Nata sambil tertawa.

"Nat, pulang yuk! Nyokap udah sms nih."

"Bilang sama nyokap lo, anaknya aman kok kalau jalan sama gue. Gue kan sayap pelindungnya elo."

"Geli ih."

-----

"Udah dua bulan hubungan kita tanpa status yang jelas. Gue bingung, mau anggap elo teman gue, tapi gue sayang sama lo. Mau anggap lo pacar gue, tapi perasaan gue masih digantungin," ucap Damar tanpa menatap mata Ara.

"Kesannya gue jahat banget ya, Mar."

"Lo nggak jahat. Cuma waktunya aja yang belum tepat."

"Kenapa lo nggak berusaha buat move on dari gue?"

"Selama kesempatan itu masih ada, kenapa gue harus nyerah?"

Ara menghela napas dalam-dalam, memainkan jemarinya.

"Nata udah cerita sama lo?"

"Cerita tentang apa?"

"Tentang hubungannya sama Ana. Mereka udah jadian."

DEG! Napas Ara seperti berhenti seketika. Rasanya sakit, rasanya sesak.

"Sejak kapan?"

"Dua bulan yang lalu."

Ara hanya terdiam. Menahan air mata yang sebentar lagi akan turun. Ara tidak pernah merasakan rasa sakit seperti ini.

Ia memang pernah patah hati, ia pernah patah hati saat Damar jadian dengan Rena. Tapi rasanya tak sesakit ini.

"Mata lo kenapa?" tanya Damar yang menatap kedua mata Ara.

Ara menghapus air matanya yang baru saja turun. "Di sini banyak debu, kita pindah tempat aja yuk!"

"Lo nangis bukan karena Nata sama Ana jadian, kan?"

Ara tertawa hambar. "Buat apa gue nangisin orang yang nggak gue suka."

"Yaudah kita pindah ke sana aja," kata Damar sambil menunjuk bangku taman yang berada di dekat kolam ikan.

"Mar, udah saatnya kita punya hubungan yang jelas. Gue nggak mau gantungin perasaan lo terlalu lama lagi dan gue juga nggak mau hubungan kita abu-abu kaya gini."

"Jawaban lo apa?"

"Gue terima lo, Mar."

-------

Ara mengetuk kaca aquarium dengan jarinya. Memandang sepasang kura-kura yang sedang asik bermain.

Kemudian kedua matanya melihat ke arah jendela. Tidak ada lagi sosok Nata yang tiba-tiba muncul dari jendela kamarnya dan mengganggu ketenangan hidup Ara.

Semuanya tidak sama lagi. Semuanya sudah berubah. Entah kesalahan waktu atau dirinya yang membuat semuanya berubah.

"Ra, di luar ada Nata tuh. Dia nyariin elo."

Ara berdecak sebal. "Nggak usah boong."

"Gue serius," jawab Denis dan jarinya membentuk huruf V.

"Suruh masuk aja. Gue lagi males keluar rumah."

Tidak berapa lama kemudian, Nata masuk ke dalam kamar Ara dan merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Ara.

"Udah berapa lama gue nggak ke sini. Semuanya masih sama ya, kamar lo masih berantakan kaya gini. Eh, kura-kuranya masih hidup? Udah lama gue nggak liat mereka."

"Kenapa lo nggak cerita, Nat?"

"Cerita soal apa?" tanya Nata dan duduk di samping Ara.

"Soal lo jadian sama Ana."

"Oh soal itu, iya gue lupa buat cerita sama lo. Baru aja gue mau cerita sama lo dan ternyata lo udah tau. Gimana hubungan lo sama Damar? Udah ditembak?"

"Udah," jawab Ara singkat.

"Terus gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana."

"Cerita dong."

"Lo aja nggak cerita. Kenapa gue harus cerita."

Nata terkekeh dan mengacak rambut Ara. "Cie yang ngambek. Maaf deh."

Ara melepas tangan Nata dengan kasar. "Gue udah terima dia."

Nata tersenyum puas. "Bulan besok kita double date ya."

"Males."

"Ah, nggak asik!"

"Udah sana pulang, gue mau belajar." Usir Ara sambil mengambil buku paket matematika.

"Lo nggak mau ngucapin selamat gitu sama gue?" tanya Nata sebelum keluar dari kamar Ara.

"Selamat," jawab Ara singkat dan fokus pada rumus-rumus matematika yang sedang ia baca.

"Selamat juga buat lo."

Setelah Nata pulang, Ara langsung melempar buku paket matematikanya dengan kesal.

"Lo nggak tau gimana perasaan gue saat ini, Nat. Bisa nggak sih lo lihat gue dan kasih gue kesempatan," batin Ara.

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang