Ana hanya menghela napas pasrah ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Hari ini Nata tidak masuk lagi.
"Hari ini Nata nggak masuk lagi?" tanya bu Rostinah.
Semua murid langsung menatap Ana. Menyuruh Ana untuk menjawab pertanyaan dari bu Rostinah.
"Iya bu," jawab Ana.
"Kemana lagi dia? Bolos atau sakit?"
"Saya di sini, maaf saya terlambat."
Nata berdiri di depan pintu. Ana tersenyum senang melihat kedatangan Nata. Jika ia boleh berkata jujur, sehari tanpa Nata itu rasanya aneh.
"Baguslah kalau kamu datang. Sekarang kamu duduk di bangku kamu," pinta bu Rostinah.
Nata duduk di samping Edo. Seharusnya Nata duduk di belakang Ana. Bahkan sejak ia masuk tadi, Nata belum melirik Ana.
Ana mencoba untuk berpikir positif. Ia kembali melirik Nata, namun laki-laki itu fokus mendengar penjelasan Bu Rostinah.
Tiba-tiba spidol melayang tepat pada jidat Ana. Ana meringis kesakitan dan memegang jidatnya.
"Ana, saya sedang menjelaskan dan kamu sedang asik melamun?"
"Maaf bu."
--------
Seusai bel istirahat berbunyi, Nata keluar dari kelasnya tanpa mengajak Ana untuk pergi ke kantin seperti biasanya.
"Lo lagi berantem sama Nata?" tanya Rina.
"Enggak, gue juga nggak tau kenapa sikap Nata hari ini beda banget."
"Mungkin Nata lagi PMS. Gue mau ke kantin nih. Lo mau ikut nggak?"
Ana menggelengkan kepalanya. "Enggak deh. Gue mau ke kelas sebelah dulu."
Ana berniat ingin menemui Ronald. Ia ingin bertanya tentang sikap Nata yang mendadak jadi cuek.
Ketika ia berada di depan pintu kelas Ronald, ia melihat Ronald yang sedang asik bercanda dengan Nata dan gerombolan lainnya.
Ana melangkah mundur, mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Ronald. Tiba-tiba kedua mata Ana dan Nata bertemu.
Ana terdiam sementara Nata membisikkan sesuatu di telinga Ronald dan kemudian keluar dari kelas. Ana menundukan kepalanya, berpura-pura tidak melihat Nata.
"Lo ngapain berdiri di depan kelas gue?" tanya Ronald.
"Gue mau ngomong sama lo. Tapi nggak disini, di perpustakaan aja ya."
------
"Sebenarnya lo punya masalah apa sama Nata sampai Nata jadi cuek kaya gitu?"
"Gue juga nggak tau, Ron. Tiba-tiba aja dia jadi jutek kaya gitu."
"Mungkin lo buat kesalahan sama dia. An, Nata itu bukan tipe cowok yang marah tanpa sebab. Biasanya kalau dia udah marah kaya gini, sikapnya nggak akan berubah kaya dulu lagi," kata Ronald memberi penjelasan.
"Terus gue harus gimana?"
"Lo minta maaf deh sama dia."
"Caranya?"
"Terserah elo. Yang penting dia maafin elo, sekarang lo temuin dia di ruang musik."
------
Ana mengatur detak jantungnya, menberanikan diri untuk menemui Nata. Ia tak peduli jika hasilnya gagal, yang terpenting ia sudah berusaha untuk meminta maaf pada Nata.
"Nat," panggil Ana.
Nata melirik Ana sekilas dan kembali memainkan gitar.
"Nat, gue minta maaf kalau gue buat kesalahan sama lo."
Nata tak menjawab. Ia terus memainkan gitar sambil bernyanyi. Seolah-olah ucapan Ana hanya angin lalu saja.
"Nat, gue minta maaf."
Nata mengeluarkan ponselnya, mencari kontak Ronald dan meneleponnya.
"Ronald, lo lagi dimana?"
"......"
"Bentar ya, di sini nggak ada sinyal. Gue cari sinyal dulu."
Nata melirik Ana sebelum ia melangkah pergi. Meninggalkan Ana dengan berbagai pertanyaan.
------
"Kiri, Bang!"
Ana menuju taman kota. Sebenarnya, pikirannya terlalu capek. Ia ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya dan tidur. Tapi Nata memintanya untuk pergi ke taman kota.
To Nata :
Nat, gue udah di taman kota. Lo di mana?
Ana duduk di bangku taman kota. Tatapannya lurus ke depan. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan tentang sikap Nata.
Ia juga mencoba untuk mengingat kesalahan yang pernah ia lakukan sampai membuat Nata menjadi marah.
Tak sengaja, Ana melihat kelinci berwarna putih. Kelinci itu sendirian, Ana mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencoba untuk mencari pemilik kelinci tersebut.
Ana mendekati kelinci tersebut dan membawanya duduk di bangku taman.
Suasana langit mulai tidak bersahabat. Ana yakin sebentar lagi hujan akan turun dan Nata belum datang.
Ana mulai bimbang, haruskah ia menunggu kedatangan Nata atau pulang ke rumah?
Benar saja, perlahan hujan mulai turun. Ana memilih untuk menunggu kedatangan Nata. Mungkin sebentar lagi Nata akan sampai. Ia yakin jika laki-laki itu tak mungkin setega itu padanya.
"Mbak, saya ojek payung. Mau nyewa payung saya?"
Ana mengelenggkan kepalanya tanpa melihat tukang ojek payung tersebut.
"Yaudah, buat mbak gratis deh. Saya nggak tega kalau liat perempuan kehujanan."
Tiba-tiba hujan tidak lagi membahasi tubuh Ana. Ia melihat ke atas dan sudah ada payung yang melindunginya dari hujan.
"Mas, saya udah bilang kalau saya nggak butuh payung ini," ucap Ana dengan kesal dan melirik tukang ojek payung tersebut.
Ana membulatkan matanya. "Nata?"
"Selamat ulang tahun, Ana."
Ana tersenyum tak percaya. "Jadi, ini kejutan?"
Nata mengangguk.
"Terus, kejadian di sekolah tadi?"
"Itu juga bagian dari kejutan dan kelinci itu hadiah dari gue."
Ana memukul lengan Nata. "Lo jahat banget sih, gue pikir lo beneran marah sama gue."
"Gue juga nggak tega pura-pura cuek sama lo. Tapi mau gimana lagi, namanya juga kejutan."
"Makasih ya, Nat. Makasih untuk kejutannya."
Nata mengangguk dan mengusap rambut Ana. Kemudian membisikan sesuatu di telinga Ana. "Traktirannya jangan lupa."
![](https://img.wattpad.com/cover/72185041-288-k590269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Untuk Ara
Teen FictionCerita ini tentang Nata yang jatuh cinta sendirian. Tentang Ara yang masih menyukai masa lalunya. Tentang Ana yang bertemu dengan Nata. Tentang Damar yang mencoba untuk memperjuangkan Ara. Dunia tahu jika Nata menyukai Ara. Bahkan dunia juga tahu ji...