Ara melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya dengan langkah kaki yang berat. Ia malas jika harus bertemu dengan Damar.
Ara berdecak sebal, laki-laki itu sudah berdiri di depan kelasnya.
"Minggir, gue mau masuk!"
"Lo kenapa sih, kayaknya lo bete banget kalau ketemu sama gue. Sikap lo berubah semenjak-
"Nggak usah sok tau," potong Ara.
"Lo berubah semenjak gue ajak ke kafe arabica buat ketemu sama sepupu gue."
Ara terdiam, mencerna kalimat terakhir yang diucapkan oleh Damar.
"Sepupu?"
"Iya."
Ara menghela napas dan berusaha untuk bersikap senormal mungkin.
"Udah minggir, gue mau masuk!"
"Pulang sekolah nanti gue tunggu di gerbang sekolah ya. Gue nggak terima penolakan," ucap Damar sambil mengacak rambut Ara.
Ara hanya megacungkan jempolnya dan masuk ke dalam kelas. Namun hatinya berteriak senang, ternyata ia salah paham. Perempuan itu hanya sepupu Damar.
------
"Nih, sekarang lo catat PR fisika."
Nata mendengus kesal. "Nanti aja, tangan gue capek abis nyalin catatan sejarah."
"Siapa suruh kemarin nggak masuk sekolah. Pake drama sok cuek lagi," sindir Ana.
Nata terkekeh pelan. "Khawatir banget ya kalau sikap gue mendadak dingin sama lo?"
"Apaan sih, mulai deh tingkat kepedeannya muncul."
Murid-murid kelas X-IPA3 berlarian keluar kelas. Begitupula dengan murid lainnya. Semua pergi menuju mading. Kecuali Ana dan Nata yang masih mengobrol di dalam kelas.
"Eh, ada apa sih? Kok rame banget."
"Sekolah Adijaya sama sekolah Adipura bakalan tanding basket. Tujuannya sih buat mempererat persaudaraan."
"kok sampai serame ini?"
"Yaiyalah, Nat. Lo kudet banget sih. Emangnya lo nggak tau kalau anak basket di SMA Adipura tuh hebat-hebat."
"Sekolah kita nggak kalah hebat kok. Kan kita punya Kak Raka sama Kak Gusdi."
"Justru itu masalahnya. Mereka nggak mau lagi tanding sama anak basket Adipura. Alasannya karena mereka mau fokus UN. Jadi yang tersisa cuma, you know what i mean."
Nata memainkan pulpennya, mencoba untuk mencari jalan keluar.
"Yaudah, gue pergi dulu."
"Eh, lo mau kemana?"
"Mau ketemu sama Ronald."
-----
"Jangan sok jadi pahlawan deh, Nat. Kita kan nggak bisa main basket," tolak Ronald ketika ia diajak untuk gabung dengan klub basket.
"Ron, anak basket butuh dua anggota lagi. Masa lo nggak mau berkorban demi nama sekolah sih?"
"Bahasa lo ketinggian! Pokoknya gue nggak mau."
"Urusan bisa atau enggaknya main basket itu belakang. Yang penting usaha dulu."
"Tumben banget lo maksa gue buat join di klub basket. Pasti ada udang di balik batu nih!" Tebak Ronald.
Nata menyengir kuda dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tau aja lo."
"Pasti biar lo bisa dianggap pahlawan kan sama anak-anak sekolah. Terus elo bisa deketin anak perempuan sesuka hati lo, dasar tukang modus. Mikir dong, sekarang kan lo udah punya Ana."
Nata menjitak kepala Ronald. "Mulut lo nggak pernah lo sekolahin ya, sembarangan banget kalau ngomong. Gue nggak pernah punya pemikiran buat modusin perempuan atau jadian sama Ana," kata Nata memberi penjelasan.
"Sekarang lo boleh bilang kalau lo nggak mungkin jadian sama Ana. Awas aja kalau suatu saat nanti lo jatuh cinta sama Ana."
"Udah udah, sekarang lo ikut gue buat daftar jadi anggota basket."
-----
"An, bantuin gue sama Ronald ya buat belajar basket. Sumpah, gue nggak tau mau minta tolong sama siapa selain elo."
Ana berdecak sebal, ia duduk di halte sambil menunggu kedatangan angkot yang lewat.
"Makanya kalau lo nggak bisa main basket tuh jangan sok bisa. Sekarang siapa yang ribet? Bukan cuma elo sama Ronald. Tapi gue juga jadi terlibat."
"Namanya juga usaha, An."
"Saingan lo itu bukan cuma Damar. Tapi tim basket Adipura itu hebat-hebat semua."
"Jangan ngomong kaya gitu dong. Masa lo nggak percaya sih sama kemampuan tim basket Adijaya."
"Bukannya gue nggak percaya. Tapi emang kenyataannya kaya gitu, Nat."
Nata terdiam.
"Lo kenapa jadi diem kaya gitu?" tanya Ana heran.
Nata masih terdiam. Kakinya sibuk menendang batu-batu kecil.
"Oke gue ngalah, jam 4 sore nanti kita ketemuan di lapangan kejora. Kita belajar basket di sana."
Senyum Nata mengembang. "Lo serius, Na?"
"Nggak usah banyak tanya. Ingat ya, jangan sampe telat!"
Nata mengacungkan jempolnya.
"Oh iya satu lagi, permainan bakset gue nggak sehebat Damar."
-------
Ara memperhatikan setiap gerakan Damar saat bermain basket. Laki-laki itu memang ambisius jika sudah berhubungan dengan pertandingan basket.
Damar mengusap keringatnya, ia duduk disamping Ara.
"Gimana sama permain basket gue? Udah maksimal belum?"
Ara mengangguk dan menyerahkan air mineral kepada Damar.
"Lo bakalan nonton gue tanding, kan?"
"Iya, gue pasti nonton kok. Apalagi lawannya sama anak SMA Adijaya."
"Ngomong-ngomong, Ana sama Nata lagi dekat ya? Kemarin pas gue ke rumah Ana buat kasih dia kado, Ana lagi teleponan gitu sama Nata, terus katanya dia baru aja dikasih hadiah kelinci sama Nata."
"Mereka emang lagi dekat gitu. Gue nggak tau terlalu jauh sih tentang hubungan mereka."
"Seengaknya sekarang gue lega karena ada laki-laki yang bisa jagain Ana di sekolah."
Ara tersenyum kecil. Namun ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menganggu pikiran Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Untuk Ara
Fiksi RemajaCerita ini tentang Nata yang jatuh cinta sendirian. Tentang Ara yang masih menyukai masa lalunya. Tentang Ana yang bertemu dengan Nata. Tentang Damar yang mencoba untuk memperjuangkan Ara. Dunia tahu jika Nata menyukai Ara. Bahkan dunia juga tahu ji...