Chapter37

387 23 3
                                        

Nata menghentikan laju motornya di depan gerbang SMA Adipura. Menatap wajah perempuan melalui kaca spion yang duduk di jok belakang. Ia sibuk mengangkat telepon dari orangtuanya.

"Iya bun iya, yaudah Bunda hati-hati ya. Ara mau masuk kelas dulu nih, iya tadi dianterin sama Nata. Iya, Bun yaampun, nanti disampein. Yaudah iya. Dah, Bunda." Ara mematikan sambungan telepon dan memasukan ponselnya ke dalam tas.

Matanya beralih pada Nata. "Dapat salam dari Bunda, katanya makasih udah jagain gue selama Bunda pergi. Niatnya sih Bunda mau balik besok pagi."

Dari arah lain ada motor berwarna hitam yang baru saja memasuki gerbang sekolah.

"Eh, Damar udah dateng. Gue masuk dulu ya, lo hati-hati di jalan."

Nata mengangguk. "Titip salam buat Damar."

Setelah motor Nata tidak terlihat lagi, Ara memasuki gerbang sekolah, mencari keberadaan Damar. Laki-laki itu asik bercanda dengan teman satu tim basketnya. Ketika pandangannya bertemu dengan Ara, ia langsung melakukan high five dengan temannya dan satu per satu dari mereka meninggalkan Damar. Membiarkan laki-laki itu berbicara dengan Ara.

"Damar," panggil Ara dan menggenggam tangan Damar.

"Gue senang deh."

"Senang kenapa?" Tanya Damar yang ikut tersenyum melihat Ara tersenyum.

"Akhirnya semua balik kaya dulu lagi. Walaupun ada beberapa scene yang berubah sih. Tapi justru itu buat hidup gue jadi lebih baik lagi."

"Elo sama Nata udah-

"Belum. Kita belum sampai ke tahap itu. Niatnya sih pas prom nanti dia baru nembak gue. Makasih ya, makasih karena lo sama Ana udah kasih kesempatan buat gue sama Nata memperbaiki semuanya. Walaupun kita berempat harus ngerasain patah hati sih."

Damar memperat genggamannya. "Itu semua nggak gratis loh."

"Ada bayarannya?"

Damar mengangguk. "Bayarannya itu temenin gue makan di kantin dan nonton sama gue. Katanya sih ada film bagus gitu."

Ara mengangguk mantap. "Itu sih gampang. Nanti gue temenin, oh ya lo dapat salam dari Nata."

"Salam balik deh dari gue. Bilang sama gue, jangan buat lo nangis lagi."

"Iya iya, dia emang suka banget buat gue nangis. Untung ada elo."

Mereka berdua tertawa, berusaha untuk memperbaiki keadaan. Begitupun dengan Damar, tak peduli dengan hatinya yang entah sudah berapa kali tergores setiap Ara membicarakan Nata. Satu hal yang ia pikirkan, mungkin dulu Nata mengalami posisi yang lebih pahit dari dirinya, ketika Ara menceritakan Damar pada Nata.

--------

Acara pembukaan prom diisi dengan alunan musik. Masing-masing siswa mulai berdatangan, entah dari SMA Adijaya maupun SMA Adipura. Sebagian dari mereka membawa pasangannya masing-masing, ada juga yang datang bersama temannya.

Damar menggenggam tangan Ara. "Kayaknya Ana sama Nata belum datang deh. Mungkin mereka telat beberapa menit."

Ana mengangguk mengerti, kedua matanya sibuk mengamati satu per satu siswa yang datang.

"Lo gugup?" tanya Damar.

"Dikit sih, soalnya nanti itu ada acara-ya lo tau lah maksud gue."

Damar tertawa kecil. "Malam ini malam peresmian hubungan kalian ya?" goda Damar.

"Ih jangan gitu, rasanya tuh aneh. Gue masih nggak nyangka aja kalau endingnya persahabatan gue sama Nata berujung jadi cinta gini."

Damar menatap raut wajah Ara, menyelipkan helaian rambut pada telinga Ara. "Ini yang gue mau. Ngeliat lo senyum tanpa beban."

"Siapapun perempuan itu, dia bakalan jadi perempuan yang paling beruntung bisa jadi pacar lo."

Sementara di tempat lain, Nata dan Ana sibuk mengisi perjalanan dengan obrolan.

"Elo kan emang gitu. Suka ngerusak suasana romantis. Gue juga heran kenapa kita berdua bisa jadi pacar."

"Apalagi gue, kenapa gue mau jadi pacar dari seorang Nata. Elo kan aneh, nggak jelas, ih nggak banget pokoknya," sindir Ana balik.

"An," panggil Nata.

"Hmm?"

"Janji ya sama gue, setelah ini kita tetap jadi teman baik."

-------

Nata dan Ara menikmati alunan musik. Keduanya saling terdiam, entah sibuk dengan pikirannya atau berusaha untuk menghilangkan rasa grogi.

"Mau nari?" tanya Nata yang dibalas dengan gelengan kepala dari Ara.

"Kalungnya cantik," puji Nata.

"Iya dong, kan gue yang pake."

"Pede!"

"Ra."

"Ya?"

"Gue bukan cowok romantis, yang pintar ngerangkai kata. Intinya sih, jadian sama gue yuk!"

Ara tertawa mendengar ucapan Nata.

"Nat, lo kenapa sih? Grogi gitu."

Nata mendengus kesal. "Jangan ketawa tapi dijawab!"

"Ulang, ah. Masa nembaknya kaya gitu," protes Ara tak suka.

Ara kembali tertawa melihat ekspresi Nata yang frustasi. Nata menghela napas, menyusun kata demi kata untuk menyatakan perasaannya pada Ara.

"Ra, lo mau nggak jadi pacar gue? Mau yaaaa."

Nata memainkan alisnya. Sementara Ara sengaja tak menjawab. Berpura-pura berpikir keras.

"Mau nggak?" ulang Nata yang sudah jengkel.

"Iya, gue mau. Emosi banget sih," sindir Ara disertai kekehan kecil.

Mereka menghela napas lega, rasanya benar-benar lega. Perasaan itu sudah terungkap. Tak perlu ada rahasia yang harus disembunyikan.

Ara menatap Nata. Laki-laki yang sudah ia kenal hampir enam tahun. Laki-laki yang membuat hidupnya lebih berwarna.

"Ra." Nata menghela napas pelan, ia tidak tahu harus mulai dengan kalimat apa untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

"Kenapa, Nat?"

"Besok pagi gue harus pergi. Gue kuliah di Bandung, Ra."

Ara menggelengkan kepalanya, ia menatap Nata, tak percaya dengan ucapan laki-laki itu. "Yaudah, berarti kita LDR ya?"

-----

Yeayy! 1 atau 2 chapter lagi cerita ini akan selesai:3 akhirnyaaaaaa~

Sejauh ini, adakah yang udah tau gimana endingnya?

Setelah ini tamat, aku mau buat short story gitu sih hehe. Judulnya 'Moka dan Vanilla' silakan kalau ada yang mau baca ya^^

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang