Chapter26

296 25 6
                                    

"Lo lagi ngeliat apa sih, Nat?" tanya Ana.

Yang diajak bicara hanya melirik Ana sekilas kemudian kembali sibuk melihat berbagai foto yang Ana pajang pada dinding kamarnya.

"Foto kecil lo lucu-lucu ya. Apalagi yang pakai pita polkadot. Ngegemesin!"

"Ih, elu iseng banget sih. Jangan ngeliatin foto gue dong. Gue kan malu." Ana beranjak dari meja belajarnya dan berdiri di samping Nata.

"Besok-besok jangan main ke kamar gue lagi deh!"

Nata mengambil dompet dari saku celananya. Mengeluarkan satu buah foto yang ia cetak kemarin sore.

"Foto diri lo sama gue belum ada. Biar koleksi foto lo lengkap, jadi gue tempel foto kita berdua di sini. Lumayan buat ngilangin rasa kangen lo sama gue," kata Nata dengan pede.

"Dih, pede banget lo. Udah ah jangan ditempelin, malu tau. Muka gue lagi jelek kaya gitu. Muka lo juga lagi buluk."

Nata mengangkat bahunya, pertanda tidak peduli dengan ucapan Ana dan pergi ke arah meja belajar Ana.

"Ini apa?" tanya Nata.

"Itu pohon impian. Semua mimpi dan cita-cita gue, gue gantung di sini."

"Ada yang kurang."

"Hah, apa yang kurang?"

Nata mengambil secarik kertas kecil dan menuliskan sesuatu di kertas tersebut.

Ia tersenyum puas dengan tulisannya dan menggantungkan kertas tersebut pada pohon impian.

"Ih, Nata!! Lo kurang kerjaan banget sih nulis kaya gitu. Malu-maluin aja. Nanti kalau keluarga sama teman-teman gue lihat gimana?!" omel Ana dan merobek kertas yang dibuat oleh Nata.

"Loh, kok disobek sih?"

"Gue nggak pernah punya mimpi kaya gitu, Nat."

"Tapi itu mimpi gue."

"Yaudah, lo buat aja pohon impian lo sendiri."

"Gue nggak mau."

Nata kembali menulis kalimat yang sama dan menggantungkannya pada pohon impian.

"Nata!!"

"Apa sih, An?"

"Ih tau ah, lo nyebelin banget!"

"Ngambek?"

Ana tidak menjawab perkataan Nata.

"Lo ngambek sama gue?"

Ana masih tidak menjawab.

"Apa perlu gue cium dulu baru lo mau jawab?"

"Nata, lo nyebelin banget sih. Udah sana pulang," usir Ana sambil mendorong Nata keluar dari kamarnya.

"Yakin mau ngusir gue?"

"Hmm."

"Yaudah gue keluar."

Pintu ditutup oleh Nata. Ana menghela napas, kedua matanya kembali melihat kertas yang Nata gantung pada pohon impiannya.

Ana tersenyum membaca kalimat pada kertas tersebut.

"Cie, senyum-senyum sendiri," goda Nata di depan pintu kamar Ana.

Ana melemparkan tatapan jengkel pada Nata. "Nata!!! Lo nyebelin banget sih!"

Nata terkekeh dan berdiri di samping Ana. Laki-laki itu ikut tersenyum melihat tulisannya sendiri.

"Waktu pertama kali gue lihat pohon impian lo, kalimat ini yang pertama kali terlintas dipikiran gue."

Hati Untuk AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang