Chapter 3 - Sierra

3.3K 253 7
                                    

A/N : Bagi yang gak tegaan/takut sama adegan-adegan penyiksaan dan pembunuhan, lewatin chapter ini.

Sierra POV

Aku menyeringai dan mengambil obeng tepat dibawah kakiku dan langsung menusuk kaki preman yang membawa pisau yang sedari tadi mematung.

Dia tersungkur berteriak kesakitan dan menjatuhkan pisaunya dengan sigap aku mengambil pisaunya dan menancapkan pisaunya tepat diparu-parunya.

Darahnya mengucur deras membasahi bajunya. Dia terengah-engah kesulitan bernafas lalu aku menarik pisau yang tertancap didadanya ke arah jantung.

Seketika tubuhnya ambruk ditanah.

Aku menjilat tanganku yang berlumuran darahnya.

Ahh, sudah lama aku tidak merasakan sensasi darah. Rin menidurkanku cukup lama.

Mataku meliar melihat ke empat preman yang sedari tadi mematung melihat teman atau mungkin bos mereka tergeletak tak bernyawa berlumuran darah.

"Jangan coba-coba lari dariku," teriakku dingin dan tajam dan langsung melempar ke dua preman yang ingin lari dengan pisau dan obeng yang tadi dan mengenai tepat diperut mereka.

Lalu aku menghampiri preman yang tadi mengetuk kaca jendela mobilku, dia sedang meringkuk memegang perutnya yang tertusuk. Ku injak wajahnya dengan sepatuku dengan keras. Dia berteriak meminta ampun tapi aku makin keras menginjak wajahnya.

Krek

Itu pasti suara tulang hidungnya yang patah. Keadaan wajahnya sekarang telah hancur memar dan luka yang berdarah menghiasi wajahnya.

Lalu aku mengambil kasar obeng diperutnya dan mencongkel matanya dan menyodorkan matanya ke dalam mulutnya dengan paksa.

Setelah aku berhasil memasukan matanya kedalam mulutnya, kutusuk mulutnya dengan obeng hingga matanya yang berada didalam mulutnya hancur dan membasahi rongga-rongga mulutnya.

Aku menusuk obeng ku tepat ditengah dadanya dan membelah dadanya dan meremas kasar kedua paru-parunya hingga pecah dan mengambil jantungnya dan memcahkannya.

Deru nafas dan jeritannya tak terdengar lagi.

"Sudah mati? Ah tak seru! Padahalkan ada acara puncaknya bahkan penutupnya belum," lalu aku menatap satu preman yang ingin mencoba berdiri sambil memegangi perutnya yang juga tertusuk. "Wah masih ada satu orang ternyata! Gimana kalau kamu yang selanjutnya?"

"A-ampuni sa-saya to-tolong lepa-sin saya." lirihnya menahan sakit diperutnya.

"Mau dilepasin? Ga boleh dong," Aku berjalan ke arahnya lalu mendorongnya hingga tersungkur.
"Tenang aja kok kamu ga akan cepat mati, nanti aku pelan-pelan, Ok?"

Aku menarik perlahan pisau diperutnya hingga dia berteriak.
Membelah perutnya menjadi dua bagian memperlihatkan usus besar dan usus halusnya.

Dia berteriak kesakitan saat aku menarik keluar paksa usus-ususnya.

"Ssst mau lagi? Tenang, lo bakal dapet yang lebih dari ini," aku menyeringai dan menorehkan pisau diwajahnya berbentuk huruf 'S' dan sesekali menusuk bagian wajahnya yang lunak kalian pasti tau apa yang ku tusuk?

Aku menusuk telinga kanannya dengan memutar-mutar ujung pisau hingga membuat telinganya berlubang besar dengan darah yang muncrat mengotori wajahku.

Bibirku terangkat ke samping dan aku menjilat darahnya disekitar bibirku dengan lidahku.

Sentuhan akhir, aku menggorok lehernya sekaligus menusuk dan memotong urat sarafnya.

Suara teriakannya tidak lagi terdengar. Dia telah mati.

Alrine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang