Chapter 34

1.9K 152 14
                                    

Author POV

Tangan Reza melayang hingga menyentuh wajah Sofie. Adik perempuannya sudah sangat keterlaluan.

Sofie mendesah sakit karena tamparan kakaknya sempat mengenai mata kirinya yang tertusuk tadi.

Reza yang melihatnya merasa bersalah, ia tidak dapat menahan emosinya sejak ia mengetahui kalau Sofie adiknya adalah peneror Alrine, bahkan ingin membunuh gadis itu.

Tidak, dia bukan lebih menyayangi Alrine daripada Sofie adiknya, hanya saja dari dulu dia kurang suka dengan kedekatan Sofie yang lebih dekat dengan Kayla, adik pertamanya.

Kayla membawa pengaruh buruk bagi Sofie, Kayla sering pulang malam, bermasalah disekolah hingga mem-bully. Sampai akhir hidupnya, ia meninggal ditangan korban bully-nya.

Kejadian itu embuat Sofie menjadi sangat tertutup, berbicara pun jarang. Ditambah pembunuh Kayla yang tidak di hukum dengan setimpal oleh kepolisian terdengar ditelinga Sofie sehingga adik bungsunya memilih kabur dari rumah, dan baru bertemu sekarang.

"Kenapa kamu bisa begini, Sofie, mana kamu yang dulu?"

"She's dead! Dan dia nggak akan pernah kembali."

_÷_

"Jadi Sofie dan om Reza saudaraan?!" Alreni dan Alrian bertanya bersama dengan nada terkejut. Bagaimana bisa Sofie bisa bersaudara dengan pria sebaik Reza?

Reza menahan nafas, "Yah, dia adik bungsu om." Pria itu memperbaiki kacamatanya, "dia memang sangat dekat hanya dengan Kayla semasa hidup. Orangtua kami sangat sibuk dengan pekerjaan, sedangkan om sibuk dengan pendidikan. Om menyadari bahwa Sofie anti-sosial, ia tidak punya teman, hanya Kayla lah, yang menemaninya."

Alrian masih tecengang sedangkan Alreni tertunduk. Alreni ingat, ialah penyebab semua ini. Coba saja kalau Alreni tidak menyenggol Kayla waktu itu, pastinya Alrine tidak akan masuk ke dalam toilet dan Sierra tidak akan muncul dan membunuh Kayla.

Reza yang sudah mengetahui, melihat Alreni menunduk menyesal, "sudahlah Ren, Kayla yang salah. Dia pembuat onar, sehingga ia meninggal karena perbuatannya."

Cklek

Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian mereka bertiga. Ada Alrine yang berdiri sambil memegang kantung infusnya. Kondisi fisik Alrine sudah membaik setelah beberapa hari dirawat.

"Gue udah dengar semuanya," ucap Alrine, Alrian membantunya untuk duduk di kursi rumah sakit, "anterin gue ke Sofie, please." pintanya.

"Tap-" Alrian baru saja akan memprotes namun dipotong Alrine.

"Kak, gue udah sembuh. Tolong turutin permintaan gue. Gue harus selesain semuanya sebelum gue pergi."

Alrian akhirnya mengangguk, "gue panggil dokter dulu. Lo siap-siap."

Alrine tersenyum sekilas kemudian kembali masuk ke dalam kamar rawatnya.

Alrian merasa aneh dengan perkataan adiknya. Namun ia berusaha berpikir positif, mungkin adiknya ingin menyelesaikan masalahnya sebelum ia berangkat ke Copenhagen besok..

_÷_

"Maaf..." Satu kata keluar dari bibir Alrine pada Sofie yang sedang terborgol kedua tangannya. Mata kiri gadis itu masih diperban.

Ia dan Sofie berada di sebuah ruangan dengan cermin besar, itu bukan cermin biasa. Dibalik cermin itu orang-orang dapat melihat dengan seksama apa yang mereka lakukan. Hanya saja, cuma kedua gadis itu yang tahu percakapan mereka, atas permintaan Alrine.

Alrine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang