Lionel POV
"Rin! Tetap sadar," aku menepuk-nepuk pipi tirus milik Rin, wajahnya pucat, luka tembakan di perutnya semakin banyak mengeluarkan darah. Matanya mulai sayu detik setelahnya matanya tertutup, dia pingsan, "RIN!"
Dengan kecepatan di atas 80km/h, aku mengemudikan mobilku. Ku bunyikan klaksonku pada mobil didepanku.
Sial! Macet!
Aku menengok Rin, bibirnya membiru, dia kehilangan banyak darah.
Beberapa ingatan masa lalu ku, terlintas di otakku.
Mama... kak Ardo...
Mereka meninggal didepanku, saat itu kami sedang dalam perjalanan pulang, papa tidak ikut karena pekerjaannya. Kejadian itu berlalu sangat cepat, mobil yang di kendarai mama di tabrak sebuah truk yang melaju dari depan. Mama tidak bisa selamat, karena kepalanya terantuk bagian depan truk. Kak Ardo, terluka berat di dadanya. Sedangkan aku, kedua mataku tertusuk serpihan kaca mobil, dokter bilang aku buta, namun keinginan terakhir kak Ardo sebelum ia menghebuskam nafas terakhirnya, yaitu mendonorkan kedua matanya untukku, aku bisa melihat lagi dengan kedua matanya.
Tit... tit..
Suara klakson mobil menyadarkanku, lalu lintas telah berjalan normal, sepertinya tadi ada mobil yang mogok sehingga mengakibatkan macet.
Aku menjalankan mobilku lagi, dengan kecepatan seperti sebelumnya.
_÷_
Setelah menempuh waktu yang cukup lama, aku memberhentikan mobilku di depan rumah Rin. Aku turun dari mobil dan membuka pintu mobil lalu menggendongnya dengan bridal style.
Aku seperti menggendong bayi, tubuhnya terlihat kurus. Pipinya yang dulu tembam menjadi tirus dan bibirnya yang merah muda menjadi pucat. Kasihan.
Kutekan bel rumahnya berkali-kali dengan dahiku karena kedua tanganku sibuk memegangi tubuhnya.
"SEBENTAR!" suara cempreng dari dalam rumah memekik ditelingaku.
Pintu rumah pun dibuka, menampakkan Alreni dengan wajah bantalnya. Sudah larut kah ini?
"RIN!" pekik Alreni matanya terbuka lebar, "dia kenapa, Leo?!" tanyanya khawatir.
"Gue masuk dulu, pegal nih," keluhku. Dia pun mengangguk dan membuka pintu lebar-lebar. Aku langsung masuk kedalam rumah dan membaringkan Rin diatas sofa.
"Ada siapa-- RIN!" Seorang wanita paruh baya yang ku tahu adalah tante Andina, mamanya Rin, yang baru saja keluar dari kamarnya langsung panik, disusul om Richard dan berjalan cepat menuju sofa, tante Andina terlihat sangat panik sedangkan om Richard hanya menatap Rin dengan wajah datarnya.
Apa dia tidak khawatir dengan anaknya?
Detik setelahnya ku lihat Alrian menuruni tangga sambil berlari ke arah kami.
"Kenapa dengan Rin, nak Leo?" Tante Andina menyentuh pipi Rin.
"Nanti Leo jelasin, tan, mending sekarang kita telpon dokter dulu, Rin tertembak!" sergahku.
Semua orang terkejut kecuali om Richard, "Apa tertembak?!"
"Rian, ambil peralatan dokter mama di kamar. Ren, ambil air panas, cepat!" suruh tante Andina pada Alrian dan Alreni.
Alrian pun segera pergi ke kamar mamanya sedangkan Alreni pergi ke arah dapur. Kemudian setelah itu mereka kembali membawa koper kecil berwarna hitam dan mangkok berisi air panas.
Tante Andina membuka koper hitam tersebut. Koper itu berisi peralatan operasi yang lengkap. Tak heran, tante Andina adalah dokter spesialis bedah.
Tante Andina mengambil dua sarung tangan dan langsung memakainya. Memeriksa nadi dan detak jantung Rin dengan stetoskop. Dibukanya sedikit bagian bawah baju tahanan yang di pakai Rin. Kulihat tante Andina membelah sedikit bagian dari perut Alrine yang tertembak dan mengeluarkan peluru dari perut Alrine dengan menggunakan alat yang tak kuketahui namanya.
Tante Andina mengehembuskan nafas lega, "Untung saja pelurunya tidak menembus organ-organ dalamnya." Tante Andina mengambil jarum dan benang jahit kemudian mensterilkan kedua benda itu kedalam air panas. Membersihkan darah-darah yang berada di lengan dan perut kemudian menjahit luka-luka sobekkan lalu diperban.
"Tante kayaknya kaki kanannya juga deh," kataku.
Tante Andina menggulung celana tahanan di kaki kanan Alrine dan melakukan hal yang sama seperti di perut Alrine.
"Dia kekurangan banyak darah, kita harus membawanya ke rumah sakit! Pah, siapin mobil, kita ke rumah sakit milik kamu."
"Tapi polisi bakal gampang melacaknya, mah," sergah om Richard tidak terima.
"Kita rahasiakan!" Tante Andina meremas lengan om Richard, "dia anak kamu, sebenci-bencinya kamu ke dia, dia tetap darah dagingmu!"
Om Richard benci Alrine? Kenapa?
"Baiklah, jangan sampai terbongkar," Om Richard menghembuskan nafas kasar.
_÷_
Author POV
Sinar matahari menembus kaca rumah sakit. Bau obat-obatan tercium di dalam kamar inap. Disana terdapat tubuh Alrine terbaring di atas ranjang rumah sakit, di samping kanannya ada Andina sedang menggenggam tangan Alrine yang tertancap jarum infus yang menyuplai darah. Disamping kirinya, terdapat Alreni yang tertidur sambil menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.
Cklek
Pintu ruang tersebut terbuka menampakkan Alrian yang menenteng plastik berisikan makanan.
Alrian menatap sendu adiknya yang masih belum sadar, dan mamanya yang belum tidur sejak semalam karena terus-terusan mengecek keadaan Alrine.
"Mah, makan dulu, abis itu mama pulang istirahat. Dari semalam mama belum tidur." ucap Alrian lembut pada Andina.
Andina mengangguk lalu mengambil makanan yang dibawa Alrian, "Mama tidur di sofa aja, supaya mama bisa memantau keadaan Alrine," Andina mulai memakan makanannya, "Bangunin Ren, abis itu kalian pulang, kalian harus sekolah."
"Tapi mah, yang jagain Rin siapa? Mama kan harus istirahat,"
"Nanti papa yang jaga Rin,"
"Uhm, papa tadi bilang ke aku kalau mau balik ke Jerman, ada pekerjaan disana."
Andina tersenyum miris, suaminya begitu menjauhi anak bungsunya, bahkan saat dia sakit pun.
"Mama akan suruh om Arya kesini, kalau kalian gak sekolah, nanti murid-murid lain bakal curiga,"
Alrian berpikir sejenak lalu mengangguk, ia kemudian membangunkan Alreni yang tertidur.
_÷_
Disekolah, Lionel sedang memperhatikan penjelasan guru biologi sambil mempertahankan kesadarannya, ia baru pulang dari rumah sakit pukul 4 pagi. Yang artinya ia hanya tertidur 2 jam.
"Lionel Antares! Berdiri!" Suara tegas milik seorang laki-laki menyadarkannya yang tertidur, ia pun bangkit berdiri, "coba kamu jelaskan singkat apa yang dimaksud dengan hewan Invertebrata?"
Lionel mengingat-ingat, "Hewan Invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang atau tulang punggung, misalnya cumi-cumi, cacing, dan---"
"Cukup. Lain kali kamu harus memperhatikan. Silahkan duduk." Guru itu melanjutkan penjelasannya.
Lionel kembali duduk dikursinya.
Revan yang berada di sampingnya menyenggol lengannya, "semalam tidur jam berapa? Gak biasanya lo ketiduran di kelas,"
"Jam 4," balas Lionel singkat.
"Ngapain?"
Lionel tidak menjawab, ia hanya fokus mendengar penjelasan dari gurunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alrine (End)
Mystery / Thriller[PART MASIH LENGKAP] Rating : 15+ Genre : Mystery/Thriller, Teen Fiction. Alrine adalah seorang gadis berumur 16 tahun yang menderita penyakit mental DID (Dissociative Identity Disorder) atau gangguan kepribadian, ia hanya ingin menjalani kehidupan...