Chapter 42

1.9K 142 3
                                    

Typo everywhere

Happy reading!

Lionel POV

Aku sedang berada di sebuah ruangan. Tidak ada apapun disini, hanya ruang hampa tanpa ventilasi udara, yang berwarna putih.

"Leo..." suara seseorang yang kukenali terdengar di telingaku. Aku mencari- cari suara itu, kudapati kak Ardo muncul di sampingku. Ia kelihatan muda, wajahnya seperti sebelum dirinya di panggil Tuhan.

Tiba-tiba aku sudah terduduk di kursi mobil, ruangan berwarna putih itu berubah menjadi bagian dalam mobil. Aku ingat, ini mobil yang aku, kak Ardo dan mama tumpangi saat kejadian mengerikan itu.

Kak Ardo menepuk pundakku, "jaga bidadari kita, ya!"

"Kamu laki-laki hebat, Leo. Jangan biarkan egomu yang menguasaimu." kudengar suara mama yang sedang menyetir.

Setelah mama berkata, sebuah lampu yang sangat terang hingga menyilaukan mataku, datang menghampiri kami.

BRAKKK

Suara tabrakan mobil terdengar keras ditelingaku, aku terlempar jauh.

Kucoba untuk meraih tangan kak Ardo, namun kak Ardo juga mama hanya senyum menatapku.

Aku merasa tertarik, entah apa yang menarikku. Aku semakin tertarik ke dalam kegelapan sehingga kegelapan itu meliputiku.

Mataku terbuka lebar, aku melihat sekelilingku. Kamar yang kutempati semalam, Fendy dan Vero tertidur disampingku.

Aku turun dari ranjang kemudian berjalan keluar kamar, kutengok jam tanganku, 1. 45 am. Huft, aku baru tertidur selama 2 jam.

Aku memilih untuk pergi ke arah kolam renang, kuputuskan untuk berenang. Aku buka kaus oblong menyisakan celana pendek yang kukenakan sejak kemarin, bukan berbahan jeans melainkan kain yang dapat memudahkanku untuk berenang leluasa.

Aku menuruni tangga didalam kolam renang. Air dingin mulai menyentuh kakiku hingga dadaku yang terbenam dalam air.

Kupejamkan mataku merasakan dinginnya air membuatku tenang. Setiap aku terbangun karena mimpi buruk, hanya air dingin yang membuatku tenang dan merasa nyaman.

"LEO?!" suara seorang perempuan yang familiar menginterupsiku. Aku membuka mataku dan melihat Alrine yang berdecak pinggang.

Aku hanya tersenyum membalasnya.

"Ayo naik. Nanti lo sakit." ucap Rin. Dengan jahil aku memercikan air padanya.

Ia mendengus kesal sementara aku tertawa, "kok gue dipercikin air?"

"Ngomongnya aku-kamu, dong." jawabku. Sedangkan Rin tertawa terbahak. Apa salahku?

Usai tertawa, Rin membuka sandal yang dipakainya kemudian menguncir rambutnya. Aku terheran dengan apa yang ia lakukan.

BYURRR

Rin melompat masuk kedalam air.

Apa yang dia lakukan?

Setelah wajahnya keluar dari dalam air, aku menghampirinya.

"Kok ikut nyebur, sih!" Kini giliranku yang kesal. Dia bisa saja sakit.

"Lagian lo--" Jahil, aku memercikkan air lagi padanya, ia ingin protes namun tidak jadi, "lagian kamu, disuruh naik nggak mau. Yaudah, aku aja yang nyebur." ucap Rin dengan nada ogah-ogahan.

Aku tersenyum tipis, "susah banget kamu ngomong pake aku-kamu."

"Nggak susah, tapi geli." ketus Rin.

Alrine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang