Alrine POV
Mataku mulai terbuka perlahan, aku mengerjapkan mataku yang mengabur karena silaunya sinar matahari. Setelah penglihatanku mulai jelas, aku mengedarkan pandanganku keliling kamar ini. Ini adalah kamarku.
Tunggu dulu,
Bukannya kemarin aku diperkemahan? Kenapa aku bisa disini? Oh tidak, jangan bilang mereka berulah.
Cklek
Pintu kamarku terbuka, terlihat kak Ian dengan wajah kesalnya sedang membawa nampan yang diatasnya ada makanan dan air minum.
Saat matanya mendongak melihatku, dia terjengkang kaget hingga nampan makanan yang dipegangnya hampir terjatuh, untung saja aku menahan nampan itu.
"Kalo lagi megang barang tuh, hati-hati, pake hati, jangan kesel-kesel, terus kalo liat gue jangan kayak liat hantu." omelku padanya sambil mengambil alih nampan tadi lalu meletakkan di meja samping ranjangku.
Kak Ian tersadar, "Lo beneran Alrine kan?" tanyanya ragu.
Aku mendengus, "Yaiyalah, siapa lagi? Sejak kap--" belum selesai aku meneruskan ucapanku, kak Ian memelukku erat, tidak, sangat erat. Wajahku tenggelam didadanya membuat nafasku sesak.
"Ka-k I--a-n g-ue g-ak bi--sa na-pas"
jeritku sambil menepuk-nepuk bahunya."Heh? Heheh sorry sorry." cengirnya lalu melepaskan pelukannya. Ku hirup udara dengan rakus lalu menjitaknya.
"Kok gue di jitak, sih?"
"Abisnya lo main peluk-peluk sembarangan, erat banget juga, lo mau gue mati konyol apa?"
"Kan tadi gue udah minta maaf, lagian gak sengaja."
"Iya tapi kan--"
"Yaampun, kalian! Mama kira ada apa-apa, masih pagi udah ngoceh kayak burung tetangga sebelah. Rian kamu mandi, Rin juga, kalian mau dihukum gara-gara terlambat? Hah?!" Kami berdua pun langsung bergegas mandi bukan hanya karena takut terlambat, tapi malas mendengar omelan mama yang seperti iklan, berulang-ulang.
_÷_
"Pagi semua!" sapaku lalu duduk di kursi meja makan.
"Pagi!" jawab Mama, Ren, kak Ian. Kecuali papa yang mengacuhkanku sambil mengoles selai di rotinya.
Aku tersenyum kecut, aku sudah biasa diacuhkan seperti ini. Padahal dulunya, papa sangat menyayangiku karena aku anak bungsu dikeluarga ini, tetapi sejak saat itu sikap papa yang lembut dan perhatian berubah menjadi kasar dan dingin padaku.
_÷_
"Kok rame gini sih? Padahal 5 menit lagi kelas mulai," tanyaku saat melihat banyak siswa berlalu-lalang sambil mengobrol membuat suasana sekolah yang biasanya sepi menjadi ramai.
Kak Ian dan Ren saling bertatapan lalu menatapku, "Arella meninggal,"
"Apa? Bukannya kemarin dia biasa-biasa aja gak kelihatan sakit?"
"Dia meninggal bukan karena sakit, tapi dibunuh."
Arella dibunuh?
Wait, tadi aku bangun di rumah padahal kemarin aku di perkemahan,
Jangan bilang,
Ren menghela nafasnya, "Sierra membunuhnya."
"A-apa?" Pandanganku mengabur, air mataku mulai membendung, aku menatap kedua tanganku, banyak nyawa yang hilang di tanganku.
Aku mengepalkan tanganku, kemudian berlari menuju toilet perempuan tanpa menghiraukan panggilan Ren dan kak Ian.
Sierra! Aku harus bertemu dengannya!
_÷_
Author POV
"Kapan terakhir kali kamu melihat Arella?" tanya seorang lelaki kira-kira berumur 40 tahun yang lengkap dengan seragam polisinya, kepada dua gadis yang merupakan sahabat Arella; Brie Asheila dan Jessie Gresya.
"Terakhir kali, kami sempat mengobrol dengannya di tenda kami karena Arella berbeda kelompok dengan kami. Saat kami sedang mengobrol, hpnya berbunyi lalu dia minta izin untuk keluar menjawab telepon itu." Brie menjelaskan dengan terisak.
"Apakah kalian tahu siapa penelepon itu?"
"Aku tidak tahu, tapi suaranya seperti suara wanita."
"Wanita? Apakah sebelumnya Arella pernah bermasalah dengan seseorang?"
"Ya, namanya Alrine. Dia sangat aneh."
Sang lelaki mengerutkan dahinya, "Aneh?"
"Sebenarnya sebelum Arella dibunuh, kami sempat membully Alrine karena telah menumpahkan coklat panas padaku. Dan saat Arella mengancam ingin menggunting rambutnya, tiba-tiba dia tertawa, tawanya sangat menyeramkan, dia juga ngedorong Arella sampe pingsan."
Terlihat rahang lelaki itu mengeras tanda menahan amarah, "Dimana gadis itu?"
Suara hentakan khas orang berlari menggema hingga terdengar dari ruangan, tempat mereka berada. Spontan, mereka semua melihat ke arah jendela kaca yang ada di ruangan itu.
Brie tersentak, "Dia, Om! Dia yang bunuh Arella!"
Sang polisi yang notabenenya adalah ayah dari Arella langsung membuka pintu dan mengejar Alrine.
"Hey kamu, berhenti!" bentak Ayah Arella. Alrine yang mendengarnya langsung terhenti kemudian membalikkan tubuhnya ke belakang.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Alrine. Tanpa menjawab pertanyaan Alrine, Ayah Arella mencengkram kedua tangan Alrine lalu memborgol tangan Alrine.
"Loh, saya kenapa di borgol?"
"Jangan pura-pura tidak tahu! Kamu telah membunuh anak saya, Arella!"
Alrine terkejut mendengarnya, apa aku harus mengaku? bukan aku yang melakukannya! tapi, bagaimana harus menjelaskannya?! batin Alrine berteriak.
Alrine menunduk lalu menghembuskan nafas pasrahnya, ia tahu kalau ia tidak mengaku maka perlahan-lahan akan terungkap dan pastinya akan makin rumit.
Ayah Arella menuntun Alrine menuju mobilnya, banyak murid yang berbisik-bisik penasaran ada juga yang hanya acuh tak acuh.
"Tunggu!" suara dari belakang menghentikan langkah Ayah Arella dan Alrine.
"Pak, bukan Alrine yang membunuh Arella tapi-" Alreni menjelaskan namun terpotong karena gelengan kepala dari Alrine.
"Tapi apa? Udah jelas dia pernah dorong Arella sampai pingsan trus ketawa-ketawa gak jelas! Kembaran lo itu udah gila!" ucap Brie berapi-api.
"Adik gue gak gila! Dia gak mungkin dorong Arella sampe pingsan dan membunuhnya!" bentak Alrian marah sambil menunjuk Brie. Brie pun terkejut dan melangkah mundur mendengar bentakkan Alrian.
"Lalu siapa? Kalau hanya Alrine saja yang berurusan dengan Arella, sebelum Arella dibunuh?" tanya Ayah Arella dengan nada dingin.
"Itu adalah kepribadiannya yang lain," Alrian melihat Alrine.
"Kak... jangan..." lirih Alrine sambil menggelengkan kepalanya.
"Sierra yang membunuh Arella."
_÷_
REVISED
-13 Juni 2017-

KAMU SEDANG MEMBACA
Alrine (End)
Gizem / Gerilim[PART MASIH LENGKAP] Rating : 15+ Genre : Mystery/Thriller, Teen Fiction. Alrine adalah seorang gadis berumur 16 tahun yang menderita penyakit mental DID (Dissociative Identity Disorder) atau gangguan kepribadian, ia hanya ingin menjalani kehidupan...