WARNING!
Penakut harap menjauh.
_÷_
Aura-aura hitam mengitari tubuh Alrine yang sekarang di kuasai oleh kepribadiannya, Sierra. Membuat siapapun yang menyaksikannya secara langsung ketakutan-- tidak, sangat ketakutan.
Tak terkecuali Alreni, dan Arella, Brie, Jessie yang berada di dekat Sierra.
"Brie, kok jadi serem gini ya?" bisik Jessie di sebelah Brie.
"Iya, bulu kuduk gue sampe berdiri." balas Brie sambil berbisik.
Arella menyetujui bisikkan kedua temannya. Tak mau di anggap penakut, ia pun memberanikan dirinya dan menjambak rambut Sierra kebelakang lalu mendekatkan gunting ke rambut Sierra.
Saat gunting yang di pegang Arella hampir menyentuh helaian rambut Sierra, tiba-tiba Sierra mendorong Arella keras ke tanah dan membuat gunting tersebut terlempar.
"ARELLA!" Brie dan Jessie yang melihatnya segera mengangkat Arella yang telah pingsan. Sementara Sierra hanya mengacuhkannya dan mengambil gunting yang terlempar dekat tempatnya berdiri.
"LO!" bentak Brie dan menunjuk Sierra yang terlihat santai sambil memainkan gunting itu.
"Brie! Mending kita bawa Arella dulu," Jessie berujar dengan nada panik. Brie pun mengangguk lalu membantu Jessie mengangkat Arella kemudian pergi dari tempat itu.
"Yah, udah pergi," ujar Sierra dengan nada yang dibuat-buat, "padahal gue baru aja pengen main."
Bulu kuduk Alreni meremang kembali mendengarnya, tak ingin lagi ditempat itu, ia pun pergi dengan perlahan agar tidak di ketahui Sierra.
Namun Sierra dapat mengetahui jika Alreni mengintipnya, Sierra menggedikkan bahu acuh lalu memasuki hutan dekat tempat itu.
Entah apa yang di lakukannya, hanya dia dan tuhan yang tahu.
_÷_
Malam telah tiba, benda-benda langit pun menampakkan dirinya, malam ini adalah malam terakhir mereka berkemah.
Banyak hal yang di selenggarakan selama acara berlangsung, seperti bernyanyi, stand up comedy, dan acara hiburan lainnya. Semua murid menikmati hiburan-hiburan yang di sajikan, terkecuali Alreni yang terdiam menatap Alrine yang di kuasai Sierra yang terlihat menikmati hiburan tersebut.
Ia memikirkan tentang Arella dan kawan-kawannya yang mungkin sisa-sisa hidupnya dapat di hitung dengan jari. Jelas saja, Sierra tak akan melepaskan hal yang sudah membuatnya bangun dari tidurnya.
"Ren, tumben diem aja?" Alrian tiba-tiba datang di sampingnya, "tuh liat, si Rin have fun banget." Alrian menunjuk Rin yang berada dekat panggung acara tersebut.
"Kak Ian, itu bukan Rin, tapi Sierra!" bisik Alreni ke telinga Alrian, Alrian pun terlonjak kaget. Dirinya salah mengira, sifat Alrine sangatlah sama dengan Sierra.
"Yang bangunin dia siapa?" tanya Alrian berbisik.
"Arella cs,"
"Serius lo?!"
"Iyaa serius, buat apa gue bercanda?"
"Bahaya..." gumam Alrian.
"Bahaya? Bahaya kenapa?"
"Ayah Arella, detektif polisi!"
Giliran Alreni yang terlonjak kaget, ia mengedarkan pandangannya ke arah Sierra, namun sudah tidak ada Sierra di situ.
"Kak Ian! Telepon Dokter Bryant!" Alrian segera mengeluarkan ponselnya lalu menelepon Bryant.
"Halo?"
"Dok, bisa kesini gak? Sierra bakal berulah!"
"Sudah gue duga, Ren lo cari Sierra sekarang, gue sementara perjalanan ke sana."
Telepon terputus dari pihak seberang, Alreni dan Alrian bergegas pergi dari acar itu dan mencari Sierra.
Alreni teringat dengan tempat tadi, Jangan-jangan mereka disitu batinnya, lalu ia berlari ke tempat itu di ikuti Alrian.
"Arghhhh!" Suara jeritan kesakitan wanita terdengar, Alrine berasumsi bahwa itu adalah suara Arella.
Alreni dan Alrian bersembunyi dibalik batu yang cukup besar untuk menutupi mereka.
Benar saja, Arella sedang di ikat dengan wajah penuh goresan benda tajam dan Sierra yang menyeringai jahat.
"Al-rine, gu-gu-gue min-ta ma-af," ucap Arella bermohon sambil menahan sakit di seluruh wajahnya yang terluka.
"Maaf? Permintaan maaf lo gue kabulin..." Sierra menjeda, "tapi kalo gue udah selesai sama lo, ya?"
Sierra tersenyum licik, "Lidah lo itu pedas ya, suka banget ngatain gue," Sierra menarik lidah Arella lalu memotongnya dengan pisau lipat yang entah di dapatnya darimana.
"Nah kalo gini, kan telinga gue udah gak panas lagi denger kata-kata lo!"
Arella berteriak tanpa suara, wajahnya sudah berlumuran darahnya sendiri.
"Mata lo juga bagus, coba gue liat ya?" Arella menggeleng-gelengkan kepalanya, namun tak di hiraukan Sierra. Sierra mulai menusukkan pisaunya kedalam kelopak mata kanan Arella lalu memutar-mutar pisau itu dan menarik paksa bola mata Arella.
Kemudian ia menggores lagi wajah Arella namun dengan bentuk huruf 'S' sambil menusuk bagian wajah Arella yang lunak.
Arella tak dapat berteriak lagi, menangis pun dia tak bisa karena sakit di sekujur wajahnya.
Sierra menguap tanda mengantuk, "ah sebenarnya gue masih mau main sama lo, tapi gue cape. Dah!" Baru saja Sierra akan menancapkan pisaunya, Bryant yang datang tiba-tiba menahan kedua lengan Sierra.
"Lepasin gue!" ucap Sierra dingin lalu mendorong Bryant. Bryant pun tersungkur, Sierra langsung menusuk Arella tepat di urat nadi lehernya.
Arella sudah tak bernyawa lagi.
Sierra menjilat lumuran darah Arella di tangannya sambil tertawa keji.
Bryant perlahan mengeluarkan suntikan bius dari dalam sakunya, ia bangkit berdiri di belakang Sierra lalu dengan cepat menyuntik Sierra tepat di lehernya.
Dengan limbung sambil memegang lehernya, Sierra berbalik menghadap Bryant. Lalu tak sadarkan diri, Bryant dengan sigap menahan Sierra agar tidak terjatuh menyentuh tanah.
~●~
REVISED
-13 Juni 2017-

KAMU SEDANG MEMBACA
Alrine (End)
Misteri / Thriller[PART MASIH LENGKAP] Rating : 15+ Genre : Mystery/Thriller, Teen Fiction. Alrine adalah seorang gadis berumur 16 tahun yang menderita penyakit mental DID (Dissociative Identity Disorder) atau gangguan kepribadian, ia hanya ingin menjalani kehidupan...