"Mummy! Mummy!" anak laki-laki kecil menangis panik karena warna yang terlihat kabur disekelilingnya. Secepat putaran itu di mulai secepat itu berhenti dan dia berada di depan api yang menyala yang membuat ruangan bersinar. "Mummy! Mummy!" dia menjerit ketakutan.
"Bloddy Hell!" suara mengejutkan berasal dari belakangnya, seperti suara petasan. Anak laki-laki itu berputar kesekeliling. Air mata terus jatuh ke wajahnya, dia terbelalak pada dua pria yang juga terbelalak melihatnya. Kedua pria itu langsung berdiri seketika, pria yang berambut gelap siap memegang tongkatnya. Pria berambut merah tetap membelalak seperti juga si anak laki-laki, meja penuh dengan kartu tiba-tiba terlupakan dan berterbangan diantara kakinya.
"Mummy! Mummy! Mummy!" anak laki-laki itu memanggil. Matanya menutup rapat-rapat dan berharap dia akan berada di dunia yang dia harapkan.
"Bloody Hell," pria berambut merah mengulang dengan bodohnya. "Who the hell is that?"
Pria dengan rambut berantakan gelap bagai gagak mengatur kembali kacamata dan mengelengkan kepala untuk menjawab temannya tak mampu untuk bicara. Suara anak laki-laki menangis menghalanginya untuk berpikir jernih.
"Dia tidak ada beberapa detik yang lalu. Dia hanya tiba-tiba muncul," pria berambut merah melanjutkan, bicara dengan keras berharap temannya setuju. Pria berambut hitam mengangguk merespon dan perlahan mendekat.
"Mummy, Mummy, Mummy..." anak laki-laki itu terus memanggil pelan sampai terisak sesegukkan.
"Um.. er.. h-hi," pria berambut hitam itu menyapa tak yakin dan dapat melihat wajah anak itu. Anak laki-laki itu membuka matanya melihat pria itu terdiam, wajahnya sangat bagus dan ketakutan. Nafasnya menjadi tajam tanpa dia sadari.
"Harry? Ron? Suara wanita memanggil dari atas, di ikuti suara langkah kaki . "Apa yang terjadi? Aku –" suara wanita itu terhenti saat dia turun dari tangga dan tak jauh dari tamu yang tidak diharapkan.
"Um.. siapa itu?"
"Tak tau," kata Ron, sibodoh berambut merah menjawab ketika melihat wanita muda yang berambut sama sepertinya dan berbintik. "Dia datang dari ketiadaan. Maksudku, dia tidak ada disana tadi lalu dia menjerit." Harry mengangguk setuju.
"Tapi bagaimana mungkin? Maksudku... siapa dia?" wanita itu bertanya, belum mengerti bagaimana kemunculan yang aneh dari anak laki-laki itu.
"Aku tak tau," jawab Harry, menyisir rambutnya kebelakang menganggu, namun malah membuatnya lebih berantakan.
Wanita itu terlihat lebih frustasi mendengar jawaban dari dua pria itu. Dia menyayangi keduanya. Bagaimana tidak, mereka adalah kakak dan pacarnya, tetapi mereka terkadang tidak bisa diandalkan.
"Hey, sweetie," wanita itu berbicara lembut dan dia berlulut kepada anak laki-laki itu. "Namaku Ginny. Bisakah kau mengatakan padaku –?"
"Ginny?" Ron bertanya tidak yakin, saudara perempuannya itu tiba-tiba berhenti.
"Dia berdarah.." kata Ginny ketakutan. "Merlin..."
"Apa?" Harry cepat-cepat berlutut di depan anak itu.
"Apakah kau terluka?" Ginny cepat-cepat mencoba membuka mantel wool yang dikenakan anak itu. Anak laki-laki itu tersentak menjauh, gelombang air mata yang baru jatuh ke pipinya.
"Mummy," katanya menyedihkan.
"Lihat," kata Harry menunjuk wajah anak itu. "Bekas darahnya. Ini masih hangat. Aku pikir bukan dia yang terluka."
"Hey. Hey, little one." Ginny mencoba dengan suara lembut. "Sekarang bisakah kau katakan siapa namamu?"
"Aurey," anak itu menjawab tetap terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurelian (Terjemahan) -REVISI-
FanfictionAuthor By : BittyBlueEyes Penerjemah : dragonjun Sinopsis: Dua tahun setelah perang, anak kecil asing tiba-tiba mendatangi the burrow. Kedatangannya sendiri sangat mencenangkan, tetapi berita yang dia bawa tentang perang yang akan d...