Ch.6

1.5K 203 5
                                    

     Panji berlari dengan panik sekaligus kebingungan, kemana ia akan mencari putrinya? Tidak mungkin, kan, Panji mengelilingi dan mengecek setiap sudut di rumah sakit sebesar ini?

     Langkah Panji terhenti saat seorang suster bertubuh mungil memanggil dan menahan langkahnya.

     "Maaf Pak, sebentar, apakah Bapak suami dari Karin Dealina Ananda?" Tanya suster tersebut sambil membaca kertas yang terjepit di sebuah papan kayu.

     Panji mengangguk dengan nafas terengah.

     "Maaf Pak, secepatnya Bapak harus segera mengurus administrasi jika istri Bapak ingin di perbolehkan pulang malam ini." Suster tersebut kembali berujar dengan ramah dan sopan sambil mengulurkan kertas yang ia lepas dari penjepit papan kayu tersebut.

     "Nanti pasti saya urus,"

     "Oh, iya. Suster liat anak gadis lewat sini sendirian gak?" Tanya Panji mencoba bersikap tenang.

     Suster mungil tersebut nampak berfikir, selang beberapa saat ia menggeleng.

     "Yaudah, makasih, Sus!" Ucap Panji lalu kemudian kembali melangkahkan kaki untuk mencari Biru.

     "Tunggu, Pak. Administrasi ada di di ujung koridor sebelah kanan samping Apotek dekat tangga darurat, kal--"

     "Iya, Sus. Saya udah tau, kok." Potong Panji sedikit kesal sambil membalikkan badannya.

     Suster mungil itu diam, Panji pikir, suster mungil itu tak akan memanggilnya lagi, namun baru saja Panji akan kembali membelakangi sang suster mungil, suster itu berucap lagi.

     "Oh iya, Pak. Untuk menebus obat di haruskan dengan Ib--"

     "Susteeer, saya tahu. Tadi dokternya udah bilang ke saya semuanya. Saya tahu, terima kasih, ya." Lagi, Panji memotong ucapan si suster mungil dengan nada kesal yang tertahan. Si suster mungil tampak terkejut dan tersinggung.

     "Baik, permisi."

     Ingin sekali Panji bersujud syukur atas kepergian si suster mungil bawel tadi. Namun, itu tidak sempat dan tidak mungkin ia lakukan. Jadi, Panji memutuskan untuk kembali pada tujuan awal, mencari Biru.

     Setelah hampir setengah jam mengelilingi rumah sakit untuk menemukan Biru, lelaki itu mulai lelah dan tak tahu harus kemana lagi untuk mencari Biru, Panji memutuskan untuk bertanya pada seseorang siapapun ia yang melintas di depannya.

     Panji menepuk bahu anak laki-laki, kira-kira ia adalah anak sekolahan jenjang SMA. Cowok yang bahunya di tepuk Panji menghentikan langkahnya, menoleh dan tersenyum ramah.

     "Dek, permisi liat anak perempuan lewat sini gak?" Tanya Panji dengan nada berusaha setenang mungkin, walaupun pada akhirnya ekspresi cemasnya dapat tertangkap.

     "Namanya?" Mungkin itu adalah hal terbodoh yang di tanyakan oleh orang yang tidak di kenal.

     "Biru." Jawab Panji dengan nada bingung. Anak laki-laki itu mengangguk dan menunjukkan kamar yang paling pojok. Panji semakin bingung di buatnya.

     "Dia di kamar itu, Pak. Tadi saya lihat dia pingsan di sekitar sana." Anak lelaki tersebut menunjukan sebuah koridor yang sepi, yang agak menjorok ke dalam usai menunjuk kamar di samping koridor tersebut.

     Panji tercekat. Semakin cemas saat ia tahu putrinya pingsan.

     Ia segera berlari menuju kamar yang di tunjukan anak lelaki tadi tanpa mengucapkan terima kasih.

     Anak lelaki itu tersenyum, tidak tersinggung sama sekali, ia tahu Bapak itu pasti sangat khawatir dan kemudian anak lelaki itu pergi.

💎💎💎

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang