Bagas kembali ke kamar usai ia menghabiskan buburnya di ruang makan. Wulan yang memerintahnya, walaupun Bagas terus menolak untuk pergi ke kamar akhirnya ia menyerah juga.
Sejak Bagas kecelakaan, Wulan menjadi over-protektif. Tak ingin Bagas menyentuh sesuatu hal yang menurutnya berbahaya. Bagas cukup risih akan itu. Ia pikir, semakin ia di manja, semakin lama dirinya untuk pulih.
Lelaki tampan tersebut kini sedang berpangku tangan, duduk manis di tepi ranjang dengan salah satu kaki menumpu kaki yang lainnya. Pikirannya melanglangbuana. Ia merasa kosong dan hampa. Belum lagi rasa bosan yang tak henti-henti menyergapnya.
Tok... Tok... Tok...
"Ya!" Sahut Bagas saat mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk lembut.
"Ada teman sekolahmu yang ingin menjengukmu lagi, Bagas. Mereka sedang dalam perjalanan." Kata Wulan dari balik pintu.
Mata Bagas membelalak. Ia sudah bereskpetasi bahwa yang akan datang menjenguknya adalah Biru.
"Ya, Nek!" Sahut Bagas. Suara derap kaki terdengar menjauh. Tanda Wulan telah pergi dari pintu kamarnya yang tertutup rapat.
Buru-buru Bagas mengganti pakaian yang cukup rapi, menyemprotkan minyak wangi, merapikan rambut dan mencuci muka. Mandi? Bagas tidak ingin mandi, sepulang dari rumah sakit lelaki itu langsung mandi dan akhirnya ia demam pada malam hari. Ia tak ingin hal itu terulang lagi.
Cukup lama Bagas menatap dirinya di cermin seukuran badan, ia merapikan sisi-sisi rambutnya lagi baru kemudian keluar dari kamar menuju ruang tamu.
"Lha? Nak Bagas?"
Bagas mendongak saat melihat Wulan yang sudah berdiri disisinya. Lelaki tampan itu hanya bisa menunjukan cengiran bodohnya.
"Rapi banget. Mau kemana? Temanmu mau kesini, lho." Ucap Wulan keheranan.
"Mau ketemu temen harus rapi, Nek! Masa jelek." Kilah Bagas masih dengan cengirannya.
Wulan masih bingung. Tak ingin meladeni lagi keanehan cucunya, Wulan memilih ke dapur untuk menyiapkan jamuan untuk teman-teman Bagas. Meninggalkan Bagas seorang diri di ruang tamu.
Detak jantung lelaki itu terus berdebar. Jika ia sedang berada di ruang hampa, mungkin saja debaran itu akan terdengar cukup keras. Ia juga tak mengerti mengapa ia bisa berpikir bahwa yang akan menjenguknya adalah Biru.
"Assalamualaikum, Tuan! Wehe... Rapi amat mau kemana lo?"
Bagas yang sedang menunduk langsung mendongak secara spontan. Kaget. Tiga orang lelaki berpakaian asal langsung menyelonong masuk, menyerobot bangku dan duduk asal enak (PW).
Bagas terpaku sebentar sebelum akhirnya sadar, bukan Biru yang dimaksud neneknya. Tapi anak-anak otak gesrek semacam Rendy, Yogi dan Alif. Anak-anak gesrek itu sudah menempati posisi paling nyaman menurut mereka.
Rendy duduk tepat disamping Bagas dengan kaki di angkat satu dan satunya lagi di silangkan. Yogi tiduran di sofa seberang Bagas dan Rendy duduk sambil asyik bermain game dan sesekali mengoceh. Alif, yang ini paling gesrek, dia menungging di sofa ukuran satu orang sambil bernyanyi lagu goyang dumang dengan bokong bergoyang.
Bagas menahan napasnya. Dalam hati merutuk.
"Double kill! Penta kill! Anjay! Wey! Lu ambil farming gue anjir! Gak ridho gue nyet! Kalo sambil discord gue katain lu njing!" Oceh Yogi sambil menghentak-hentak kakinya.