Ch.37

540 47 10
                                    

"Sayang,"

Biru menoleh.

Karin.

Mata Biru langsung beralih ke tangan kanan Karin. Dimana ia bisa melihat Sang Bunda tengah menenteng goodie bag berwarna beige polos.

"How are you today, Dear?" Karin mengecup dengan lembut kening Biru kemudian menaruh goodie bag yang ia tenteng sejak tadi di sisi ranjang.

"Kinda good." Biru menjawab sambil mencoba bangkit untuk bersandar. Nyeri di sendinya sudah berkurang berkat bantuan obat-obatan yang beberapa jam lalu telah ia tenggak dengan baik dan sekarang mulai bekerja dengan ekstra di dalam tubuhnya. Ia berharap, obat-obatan itu tak hanya mampu meredakan rasa sakitnya untuk sesaat namun untuk selamanya.

Biru melirik pergerakan Karin dari ekor mata. Bundanya kini sedang mengeluarkan kotak bekal besar yang tiba-tiba saja menbuat otot-otot Biru menegang. Kilas balik kenangan sewaktu kecil langsung menyerbu hingga rasa sesak itu datang menekan dadanya begitu keras.

"Bunda bawain kamu sandwich," Karin membuka kotak bekal tersebut. Terpampang dengan jelas enam potong sandwich berbentuk segitiga yang dijejer dengan amat rapi.

Karin menatap sandwich buatannya tadi pagi dengan tatapan nanar. Tak hanya Biru, mungkin kenangan beberapa tahun silam itu sudah merekat begitu lekat diingatan termasuk ingatan Karin sendiri. Mengingat hari yang harusnya manis dikenang menjadi pahit. Luar biasa pahit.

Lama mereka terdiam, seolah jiwa mereka terkunci dikeheningan ruang yang sunyi.

Di tengah hening, tiba-tiba saja Karin tertawa renyah. Ia menggeleng dan menunduk begitu dalam hingga rambut sebahu yang ia gerai menutupi seluruh wajahnya. Tangan Biru refleks terangkat untuk menyingkirkan helai-helai rambut Karin dan menyelipkannya di belakang telinga. Merasakan apa yang Biru lakukan, Karin mendongak dengan mata berkaca-kaca. Biru tengah menatapnya lembut.

Tak perlu aba-aba lagi, air mata yang sedari tadi Karin kunci di matanya akhirnya meluruh juga. Lilitan kencang yang mendekap dadanya sejak tadi seolah terlepas.

"Bun, Biru pernah bilang kalo Biru gak suka liat Bunda nangis." Ujar Biru halus sambil menggenggam tangan Karin.

Karin tersenyum, "Lagi-lagi, sandwich ini kita makan cuma berdua, ya?"

Biru menunduk, mengerti. Ia tak lagi ingin merumitkan keadaannya. Ia enggan merasa lagi kalau keluarganya memang jauh dari kata sempurna. Namun, ada satu fakta yang harus Biru ketahui hari ini. Fakta terpahit yang tak pernah Biru ingin untuk didengar.

"Udahlah, Bun---"

"Ayah sama Bunda bercerai."

💎💎💎

"Le, ke Indonesia, yuk!"

Mendengar ajakan spontan dari mulut sahabat laki-lakinya itu, Aleora langsung naik pitam dan menghajarnya di lengan.

"Lo udah gak waras, ya?!" Aleora berucap dengan jari telunjuk menuding hidung Haikal.

Haikal manyun, "Enggak!"

"Urusan kita di Indonesia juga udah kelar kali!"

"Belom,"

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang