"Le,"
Yang di panggil hanya diam membisu, memperhatikan lapangan megah yang menjadi tempat landasan pesawat mendarat.
"Serius kita balik gak bilang-bilang dulu ke Bagas atau Biru? Gue ngerinya laknat gue nyariin gue. Ntar dia sakit lagi kangen sama gue, mikirin gue." Cecar Haikal sambil menjejalkan tangan ke saku hoodie army yang di kenakannya.
"Laknat lo? Bukannya emang lo laknat, ya?" Tanya Aleora dengan wajah bingung nan polos, tapi niatnya tetap saja mengejek.
"Ayang beb gue, Biru." Jawab Haikal sambil memanyunkan bibirnya, menatap kosong.
Aleora mendesis.
Haikal masih terpaku pada pandangan titik abstraknya. Ia benar-benar mengkhawatirkan Biru. Bagaimana gadis itu berjalan? Siapa yang akan mengantarnya ke rumah sakit? Siapa yang akan menghiburnya? Rasanya, Haikal ingin kembali menetap di Indonesia. Namun tidak mungkin.
Ia yang sudah membujuk orangtuanya untuk pindah ke Perancis karena, ya... Ia sudah panik ketika mendengar cerita Aleora bahwa mereka akan di jerumuskan ke dalam jeruji besi. Terlebih, ketika itu kebetulan Papa Haikal mendapat job dari rekan lamanya untuk mengelola perusahaan rekannya itu di Perancis juga. Dan, ketika keadaan ekonomi keluarga Haikal membaik bahkan sangat disana, Mama Haikal sekarang sudah membangun usaha butik batik yang sangat laris di Perancis. Sangat mustahil bukan untuk kembali ke tanah kelahiran?
Flashback on--
"Pa, gak ada niat mau tinggal di Perancis?" Tanya Haikal kala itu sambil memijiti pundak Papanya.
Papanya tampak bergumam sebentar, "Kok nanya gitu? Kenapa?"
Haikal menarik napas, "Bosen di Indonesia, Pa."
"Heh! Gak boleh gitu! Inget pahlawanmu dulu buang darah demi negara ini supaya kita bisa hidup enak di negara ini. Kok kamu udah di merdekain gini gak tau terima kasih?!" Dan, ya. Ia kena omel Papanya.
"Gak, Pa. Canda." Jawab Haikal malas. Padahal itu cuma akal-akalan saja.
Terdengar suara helaan napas dari laki-laki yang memiliki raut wajah tegas namun terlihat lelah.
"Sebenernya Papa sepimikiran. Rekan lama Papa nawarin job bagus buat Papa, tapi di Perancis. Biaya berangkat juga setengah di tanggung dia. Kamu mau tinggal di Perancis kalo misalkan Papa terima tawaran itu?"
Mata Haikal berbinar. Entahlah, dewi fortuna sepertinya sedang memihak kepada dia. Haikal mengangguk semangat.
"Yaudah, Papa pikirin lagi. Kalo Mama juga setuju, kita langsung pindah. Kita gak bisa terus-terusan hidup kekurangan begini, Kal. Papa juga gak bisa nganggur terus." Kata Papanya sedikit melirih.
Haikal tersenyum senang dan berharap Mamanya akan setuju.
Flashback off--
"Wey gembel!"
Lamunan Haikal buyar.
"Ayo!" Aleora segera menarik Haikal sekuat tenaga dan berjalan cepat. Berulang kali terdengar pengumuman bahwa pesawat mereka sudah siap melalui pengeras suara sepanjang bandara.
Tidak ada alasan untuk Haikal mengelak. Uang denda sangat mahal jika ia membatalkan perjalanannya menuju Perancis.
Laki-laki bermata hazel itu menghela pasrah.