Ch.22

1K 90 4
                                    

      Malam ini gadis cantik bernama unik tersebut harus menggigiti pulpennya dan merasa menyesal namun bahagia. Ya, mungkin ia harus berada di antara senang dan kecewa. Senang karena ia bisa beristirahat di rumah, kecewa karena ia menolak ajakan Haikal untuk pergi ke kafe.

      Biru menghela napas. Tugas PPKn yang sedang ia kerjakan tak kunjung usai. Sebenarnya tugas itu tidak terlalu sulit, ia bisa saja memanfaatkan ponselnya untuk mencari jawaban di internet jika memang pikirannya benar-benar buntu, tidak terlintas sebait jawaban apapun di kepalanya. Tetapi ia sedang tidak terjangkit hal itu, Biru sudah tahu betul jawaban dari soal PPKn yang sedang ia kerjakan, namun sayang, mood buruk Biru sudah bertahta, merajalela hingga membuat pemukiman di perasaannya.

      Line!

      Read.

Ivy.K.Ananta : Ru? Besok masuk ya soalnya ada ulangan harian emteka,-  gak bs susulan beb.

      Biru melotot, menarik napas panjang dan menahannya. What the? Gadis cantik itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil memandangi buku tugas PPKn di hadapannya. Masih tersisa 35 soal dari 45 soal. Pantaskah 35 nomor itu disebut 'sisa'?

      "Plis... Gue tuh cape!" Teriak Biru frustasi sambil mengusap wajah dan menendang meja. Hening. Hingga...

      AAAAKKK SAKITTTTT!

      Biru menangis tersedu-sedu. Sakitnya luar biasa, jika ingin ia jabarkan mungkin akan sangat panjang, lebih panjang daripada menjabarkan penyelasaian aljabar matematika. Apalagi, kakinya sekarang berdarah, mengeluarkan cairan merah yang tak kunjung berhenti.

      "Non Biru, kenapa?"

      "Sakit, Bik." Lirih Biru sambil terus menangis, keringat dingin mengucur deras dari seluruh tubuhnya hingga membuat piyama ungu satin bermotif tanda cinta yang bertebaran menjadi basah. Rambut Biru lepek, tangannya dingin, wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.

      "Aduh, Non apain kakinya bisa luka lagi?" Ujar Bik Ratih cemas sambil mencoba membopong Biru ke ranjang dan segera berjalan cepat menuju kotak P3K di ruang keluarga.

      Saat Bik Ratih sedang sibuk mencari kotak P3K di ruang keluarga, datanglah seseorang yang mengenakan setelan kasual dengan tambahan rompi kulit yang di padukan dengan kaos oblong hitamnya juga sneakers cokelat susu dengan tali cokelat tua. Ya, dia adalah Haikal.

      "Lo kenapa lagi, sih?"

      Biru melongo, "Kok?" Ya, hanya kata itu yang keluar dari mulut seorang Biru.

      "Kak, kok, kak, Kok. Udah besok lo gak usah sekolah, kaki lo lagi darurat juga." Kata Haikal dengan tampang sebal sambil berjongkok lalu membuka kain perban di kaki Biru. Darah segar menetes dari kakinya.

      "Dih, gue besok ulangan MTK! Gak bisa susulan!" Protes Biru jengkel sambil melipat tangan di dada.

      "Gue tanya, lo bisa jalan gak?"

      "Jawab dulu, kok lo bisa sampe ke sini? Nyelonong ke kamar gue?" Biru balik bertanya dengan sarkastik.

      "Gue pengen tau kondisi lo, abis lo nolak tiba-tiba ajakan gue ke kafe, sih." Jawab Haikal santai, kemudian datanglah Bik Ratih dengan kotak P3K di tangan. Haikal merebut kotak P3K itu dari tangan Bik Ratih dan membukanya.

       "Udah, Bik. Saya aja. Makasih, Bik udah ngasih tau saya kalo Biru begini."

      Bik Ratih membulatkan kedua matanya. Biru-pun menatap Bik Ratih dengan tatapan Bibik-bilang-apa-ke-dia?

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang