Gadis berdarah Perancis itu melempar ponselnya kesal ke atas kasur. Bibirnya manyun, matanya menyorot tajam, alisnya bertautan.
"Tuh! Mana di angkat, sih?!" Telunjuk Aleora menuding hidung Haikal sambil menunjukkan ekspresi kesalnya.
Haikal yang tadinya sibuk menggambar anime wanita dengan pose favoritnya sekarang beralih menatap Aleora malas. Padahal ia hanya bertugas memintai nomor Bagas kepada kakeknya. Dulu, sempat Haikal meminta nomor Bagas namun kakek bilang Bagas tidak punya ponsel. Semalam, Kakek Bagas mengirim pesan kalau Bagas sudah punya ponsel. Disitulah kesempatan Haikal untuk meminta nomor ponsel Bagas. Beruntung, kakek memberinya.
Lalu, tadi siang. Haikal berangkat ke apartemen Aleora untuk menyuruh gadis paras cantik itu menelepon Bagas. Sekalian, ia ingin menyaksikan respon Bagas jika Aleora meneleponnya. Dalam pikiran Haikal, masa' iya laki-laki berani kasar sama perempuan. Gitu.
Nyatanya, setelah Aleora dengan semangat membara mencoba memberanikan diri menelepon Bagas lalu mendapat respon pahit dari Bagas. Aleora dengan gencar terus menerus menelepon Bagas walaupun ia tahu ponsel Bagas telah di non-aktifkan.
Sekarang, gadis pirang itu marah kepada Haikal. Memang, nasib menjadi samsak itu tidaklah menyenangkan.
"Lo kenapa marah sama gue?"
Aleora menarik tablet dari tangan Haikal. "Iya! Lo! Setelah kejadian kemaren di Indonesia, lo masih aja berharap Bagas maafin kita pake segala minta nomornya!"
Haikal menyipit, "Hey, Ladies! Gini, ya. Gue begini karena ogah gue di jeblosin ke penjara tau, gak! Emang lo mau mandi pake air lumutan di penjara? Tidur di kerubungin nyamuk? Kulit mulus hasil treatmen lo sia-sia jadinya, kan?"
Aleora semakin cemberut. Ia duduk di tepi kasur sambil melayangkan pandangan keluar. Pemandangan bangunan tua dengan banyak jendela di seberang apartemennya seperti terkesan dirinya hidup di generasi lampau.
Now i'm going solo...
I'm going solololololo...
Tututurututut..."Woy, Lele! Hp lo noh bunyi! Pake lagu cewek gue lagi, lo!"
Aleora tersentak kaget dan segera meraih ponselnya sambil berujar, "Bacot lo, hentai!"
Haikal menyipit. Kenyang sudah kata hentai dan sejenisnya terlontar dari mulut Aleora yang merujuk pada dirinya.
"AAAAH! WOI! SINI LIAT!"
Mendengar lengkingan memekikan telinga jeritan histeris Aleora, Haikal tergesa menghampiri gadis yang sedang menatap layar ponselnya tak percaya.
"Apaan, si! Gak jel--- WOI ANGKAT! KOK MALAH TERIAK!"
Dengan gugup, Aleora men-slide tombol hijau dan mengaktifkan loud speaker agar Haikal bisa mendengar suara di seberang telepon juga.
"Ha...Halo!"
"Kok suara lo kayak tikus kejepit, Le?" Tegur Haikal terheran-heran. Laki-laki itupun akhirnya mendapat hadiah berupa sentilan di dahi.
"Halo Aleora,"
Tangan Aleora mulai mendingin ketika mendengar suara berat yang terdengar amat jauh itu menyahut.
"Ini... Ini... Ba---"
Haikal memperhatikan dengan gemas Aleora yang tiba-tiba seperti orang terserang demam panggung.
"Iya gue Bagas."
Aleora mengunci gigi sambil mengangguk. Padahal lawan bicaranya tidak akan melihat kalau ia mengangguk sesemangat itu.
"Gue, gue t-t-t-tadi nelepon lo,"
"Iya. Ada perlu apa?"
"Anu... Gue..."