"Gue bukan siapa-siapa lo? Kalo gue pengen jadi siapa-siapanya lo gimana?"
Entah, angin apa yang membuat Bagas mengucapkan hal itu.
Biru melongo mendengarnya.
Bagas terdiam, 'Yaelah gue pake keceplosan! Sial!' Umpat Bagas dalam hati.
"Ma... Maksud lo?"
Hai readers! Maaf banget yaa baru bisa update lagi 😅 ada sedikit kendala hehe, aku janji aku bakal lanjutin sampai ending 😊 Makasih yang udah read, vote and comment💕
Jantung Biru seakan berhenti berdetak mendengarnya.
"Ma... Maksud lo?"
Bagas menelan ludahnya.
"Enggak, Ru. Bercanda." Kata Bagas buru-buru dengan cengiran yang di paksakan.
Biru membasahi bibirnya dan kemudian mengerjap beberapa kali. Benarkah Bagas sedang bercanda? Ah, sekalipun itu bercanda, tetap saja Biru sudah terlanjur dibuat terbang tinggi.
Biru mencoba mengatur nafasnya. Begitu juga dengan Bagas. Kemunafikan mereka selalu begitu, selalu menghimpit, entah mereka akan sanggup berlaga seperti itu dan memilih untuk terus menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya atau salah satu dari mereka berani mengungkapkan perasaan yang mereka sembunyikan atau malah mengubur semakin dalam perasaan itu lalu menjauh?
"Gas, gue pulang duluan, ya." Pamit Biru.
"Gue anter ya!" Ajak Bagas sambil buru-buru bangkit.
"Gak, gak usah nanti jadi ngerepotin." Ujar Biru, mencoba menolak dengan halus.
Bagas terkekeh pelan seraya kakinya melangkah menuju sepeda lipat berwarna merah kesayangannya.
"Naik, Ru!" Perintah Bagas yang sudah menduduki jok pengemudi.
Biru hanya menghela nafas tak dapat lagi menolak dan akhirnya Biru-pun mengiyakan ajakan Bagas.
💎💎💎
Bintang nampak indah malam ini. Temani sepi seorang gadis yang merenung sendiri. Mata gadis itu indah, seindah cahaya bintang yang tengah bersinar di alam jagat raya yang sesungguhnya kelam.
Biru memangku wajah dengan kedua tangan yang menumpu dagunya. Matanya tak lepas menatap langit, malam ini sungguh indah baginya.
Tok... Tok... Tok...
Biru mendengus. Imajinasinya lenyap seketika karena suara ketukan pintu itu.
"Siapa?" Tanya Biru malas.
"Ini Bunda, sayang. Bunda boleh masuk, gak?"
Biru menghela nafasnya. Ia sedang ingin sendiri, tidak ingin di ganggu, apalagi oleh kedua orangtuanya, Bik Ratih sekalipun. Namun, hatinya tergerak untuk menjawab, "Boleh."