Sudah tiga hari Biru tidak masuk sekolah. Selama itu pula Ivy merasa gelisah dan penasaran setengah mati apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu. Berulang kali Ivy mengecek status online Biru, namun tetap status online itu tidak berubah. 4 hari yang lalu.
Kemana?
Dimana?
Ada apa?
Kenapa?
"Biru gak masuk lagi, Bu!" Lapor Rendy sambil meminta buku absen kepada sang sekretaris, Alisha.
Bu Raida, selaku guru baru mata pelajaran Sosiologi menaikkan kacamatanya yang merosot. Menyisir jumlah ketidakhadiran murid di kelas selama satu semester.
Sesaat kemudian, Bu Raida meraih ponselnya, sibuk berkutat, sesekali melirik ke arah buku absen yang masih terbuka dengan lembar halaman yang sama.
Ivy melirik penasaran.
Dari mata yang Ivy tajamkan penglihatannya, Ivy bisa melihat mulut Bu Raida bergerak. Terlihat agak sedikit ... privasi? Mata Ivy melirik ke Rendy, anak lelaki dengan notabene ketua kelas itu tampak berpikir---mencerna---semacamnya, lalu mengangguk dan bibirnya juga ikut bergerak.
Ivy semakin memicingkan mata.
"Gak beres." Ivy berkata dengan suara sehalus desiran angin.
Tuk ... Tuk ... Tuk ...
Bola mata legam Ivy membuntuti langkah tegap nan tegas ala-ala Bu Raida. Kaki jenjang dengan pantopel berhak itu berjalan anggun menuju keluar kelas. Barulah ketika tubuh bak model milik Bu Raida lenyap di lahap pintu yang perlahan tertutup sendiri, Rendy berdiri di depan kelas.
Kehadiran sosok Rendy yang berdiri di depan kelas layaknya seorang pemerintah yang akan berpidato berhasil menyita perhatian seluruh murid di kelas.
"Oke, Temen!"
Ivy mengernyitkan dahi. Menanti.
"Sebelumnya maaf, gue ganggu waktu lo semua. Jadi gini,"
Rendy membuka buku absen. Entah hanya beralibi atau bagaimana, ia bahkan belum membaca isinya lalu kemudian ia tutup lagi dan menggulungnya tanpa dosa.
"Temen kita, Biru. Banyak banget izin sakitnya. Bu Raida khawatir sama kondisi Biru, guru-guru lain juga demikian. Jadi, hari ini, Bu Raida berinisiatif untuk membicarakan tentang kondisi Biru dengan wali kelas kita. Berhubung wali kelas kita setuju dengan usul dadakan Bu Raida, maka satu jam pelajaran Bu Raida ke depan, beliau gak bisa ngajar dulu."
Terdengar suara sorak riang gembira. Namun tidak dengan Ivy dan sosok laki-laki yang duduk di pojok kanan belakang.
"Sebentar, guys!" Teriak Rendy berusaha mengalihkan perhatian anggota kelasnya yang terlihat mulai rusuh, kocar kacir tidak jelas.
"Gini. Tadi, pas Bu Raida lapor tentang data absen Biru, Bu Raida dapet amanat dari wali kelas kita, buat mintain sumbangan ke kelas ini untuk jenguk Biru. Semampu kalian. Nanti perwakilan ada yang jenguk Biru besok."
Kelas hening dan ada beberapa yang mengangguk simpatis.
"Oke? Setuju, ya?" Tanya Rendy meminta pendapat anggota kelasnya mengenai pungutan sumbangan untuk menjenguk Biru.
"SETUJU!" Koor mereka dengan lantang, beberapa ada yang langsung merogoh saku dan menghitung uang.
"Bu Bendahara, tolong!" Pinta Rendy pada Merlyn, Si Bendahara.