Ch.24

985 81 0
                                    

     Biru menginjakan kakinya di teras rumah. Dengan tertatih-tatih ia memasuki rumah dan menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya. Ia tidak menemukan batang hidung bik Ratih, kemana bibiknya itu?

     Drrrt...

     Ponselnya bergetar.

     Biru menghentikan langkah di antara anak tangga, merogoh saku rok dan mengecek ponselnya.

Haikalaknat : BAGAS SADAR!

     Mata Biru membelalak. Sukses membuat air mata Biru menetes terharu. Bagas sadar! BAGAS SADAR!

     Biru membalas pesan Haikal dengan jari yang melompat lincah, tangannya gemetar, berusaha menghalau rasa bahagianya yang kelewat batas.

Biru Crystalia : Serius? Otw!

     Usai mengirim simbol kirim, Biru dengan sedikit memaksakan kakinya yang masih nyeri untuk bergerak cepat menuju kamar, mengganti seragam dengan kaos putih pendek motif polkadot hitam dan celana jins 7/8 juga flatshoes longgar. Biru memoleskan sedikit lipgloss dan sedikit parfum aroma feminist, mengucir rambutnya asal dan menyambar tas hitam motif perkotaan garis putih, lalu segera keluar dari kamar dan turun ke bawah.

     "Lama!" Gerutu seseorang yang sepertinya Biru kenal. Gadis itu melotot dengan dahi berkerut.

     Orang itu tengah duduk di sofa ruang tamunya sambil mengangkat kaki kanan dan menumpunya di kaki kiri. Secangkir minuman sudah tersedia, di samping itu terdapat sebuah kunci mobil dengan gantungan kunci berbentuk anime wanita yang... Ya, begitulah.

     Ya, siapa lagi kalau bukan Haikal?

     "Haikal?" Tanya Biru memastikan, pasalnya Haikal duduk membelakangi Biru, terhalang oleh sandaran sofa pula.

     "Apa sayang?" Jawab Haikal lembut sambil berdiri dan menyambar kunci mobilnya.

     Biru mencibir dan memutar bola matanya jengah.

     "Si lele nelepon gue, jerit-jeritan bilang kalo Bagas sadar. Gue yang lagi asik nonton hentai buru-buru chat lo terus ke sini, kebetulan kata Bibik lo, lo baru banget pulang." Jelas Haikal yang kemudian meraih cangkir dan meneguknya hingga tandas. Haikal mengembalikan cangkir itu bersama piring di atas meja.

     "Bik Ratih?" Tanya Biru heran. Ia bingung, perasaan ketika ia pulang ia tidak melihat Bik Ratih sama sekali, tumben juga Bik Ratih tidak menyapanya kalau ia melihat Biru pulang. Ah, sudahlah. Yang terpenting sekarang ia ingin buru-buru melihat kondisi Bagas.

     "Ho'oh. Katanya dia lagi sibuk masang gas, jadi gak sempet negor lo." Seakan tahu pikiran Biru, Haikal menjawabnya enteng dan mendekat kepada Biru, meraih lengan gadis itu.

     "Heh! Mau apain gue lo?!" Tepis Biru ketus. Haikal mendesis.

     "Jalan lo kek siput spongebob, lama." Haikal langsung menggandeng tangan Biru, berniat membantunya berjalan.

     Biru mendengus, pasrah saja. Toh, ia memang butuh penyangga untuk membantunya berjalan.

     Sepanjang perjalanan, Haikal terus saja mengoceh yang membuat telinga Biru panas. Tau gini, lebih baik Biru pergi sama Pak Purnomo yang anteng dan gak rewel seperti Haikal.

     Biru melenguh lega saat di lihatnya sebuah gedung hijau mengkilap terlihat berada kisaran lima meter dari jarak mereka, sebentar lagi ia akan terbebas dari jeratan racauan Haikal yang tak kunjung berhenti. Ingin rasanya ia buru-buru turun dan meninggalkan Haikal.

     Mobil Haikal berhenti di sebuah parkiran sepi. Hari seperti ini memang jarang pembesuk datang, membuat keadaan rumah sakit jauh lebih tenang di banding hari weekend. Biru segera membuka pintu mobil dan berniat untuk turun sebelum Haikal mencekal tangannya erat. Biru menepisnya kencang, menatap sengit Haikal yang sedang menunjukan ekspresi konyolnya.

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang