Ch.25

1.1K 79 2
                                    

      Biru menyesap jus melonnya melalui sedotan hitam secara perlahan-lahan, seolah begitu menikmati. Haikal yang berada di hadapannya juga sedang sibuk dengan tabletnya, menggambar sesuatu.

      "Ru," Haikal membuka percakapan, menutup tabletnya dan meletakannya diatas meja.

      Biru hanya menjawab dengan tatapan mata.

      "Gue tau lo gak bego,"

      Biru melepas sedotan yang sedang ia gigiti barusan. "Emang gue gak bego." Celetuk Biru polos.

      Haikal terkekeh, ia menarik napas sebanyak yang ia bisa.

      "Sorry, gue selama ini tokoh pembantu yang entah memihak ke tokoh mana," Ujarnya memelan. Biru yang seakan mengerti hanya mengangguk sambil mengaduk-aduk jus melonnya.

      "Gue tau, lo di suruh Aleora untuk pura-pura gak kenal gue sama dia di depan Bagas. Dan dia, nyuruh gue untuk pura-pura gak tau apa hubungan lo sama Bagas. Ini konyol. Gue kenal lo sama Bagas, karena lo berdua sahabat gue, temen masa kecil gue. Tapi entah kerasukan apa, nek lampir itu dengan entengnya nyuruh gue pura-pura gak ngerti tentang keadaan yang sedang terjadi. Padahal gue gak abis kebentur tembok beton, terus amnesia, enggak padahal." Cerita Haikal panjang.

      Biru menghela napas, "Dia bertindak sebelum berpikir. Gak heran kok, dia hidup dalam kurungan obsesi. Wajar, rencana dia selalu berakhir gagal dan gak pernah berjalan mulus, karena dia gak mikirin siasat bagus dulu buat melakukan tindakan atas rencananya, dan pada dasarnya, semulus-mulusnya sebuah rencana jahat itu berjalan, akan berakhir dengan mengenaskan. Tuhan gak pernah ridha atas rencana buruk dan jahat yang ummatNya lakukan."

      Mendengar penuturan Biru yang panjang bak pidato, Haikal sedikit terkesima dengan setiap kalimat yang di ucapkan oleh Biru. Walaupun apa yang ia ucapkan persis seperti quote-quote yang sering lewat di beranda sosmednya, tetapi jika di katakan secara langsung, quote itu lebih 'ngena' dan lebih terasa menjiwai.

      "Gue pengen si lele berubah." Ujar Haikal melirih.

      Seburuk-buruknya Aleora, selama hampir belasan tahun ia hidup di muka bumi, Aleora-lah teman seperjuangannya. Aleora-lah yang selalu ada untuknya. Aleora-lah teman mengocehnya. Aleora-lah tempat ia melampiaskan hasrat kejahilannya. Tak ayal jika berat di hati Haikal jika harus menjauhinya.

      "Pengaruh positif gue rasa gak cukup buat bikin dia berubah. Cuma harus lepasin dia dari kurungan obsesi yang barusan gue bilang."

      Haikal tampak berpikir. Obsesi Aleora selama ini, kalau gak pengin terlihat selalu body goals, ya, mendapatkan cinta Bagas.

      "Apa... Kita cari cara supaya Bagas jatuh cinta sama Aleora?"

      Deg!

💎💎💎

      "Eleuh-eleuh si Bagas... Kunaon atuh pake nginep-nginep di rumah sakit serigala! Ih, kumaha sih ujang nte bisa jaga diri!" Omel Bu Hikmah dengan logat sundanya. Bagas hanya menyengir lebar.

      "Maap, Bu. Segala bukan serigala. Ngeri amat rumah sakit serigala." Ralat Audri sambil bergidik dengan senyum yang tak tulus. Bu Hikmah tampak berpikir sebentar lalu terkekeh.

      "Si Ibu, orang mah manjain, Bu. Bukan di omelin," Protes Yogi yang sedang berusaha membuka bungkusan parsel buah. Namun nyatanya, Bu Hikmah tidak menggubris.

      "Kasepna nteu pudar, keun?"

      Beberapa anak cewek tampak menepuk dahinya. Bagas lagi-lagi hanya menyengir.

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang