Biru masih merasakan detak itu. Lagi, rasa itu kembali jika ia melakukan hal itu lagi. Biru jadi malu sendiri dan beberapa kali ia bersikap salah tingkah di hadapan siapapun. Beberapa kali ia mencoba untuk bersikap biasa namun rasanya sulit, guncangan di hatinya terasa hingga melambungkannya setinggi mungkin.
"Ru. Gue di jemput kakak gue. Dia baru pulang dari Malaysia, katanya sekalian lewat. Gue duluan, ya!" Ujar Ivy merasa tak enak hati.
"Oh, ya udah. Hati-hati, Vy!" Sahut Biru yang sedang asyik merapikan peralatan sekolahnya. Ivy mengangguk mantap, usai melempar kata-kata manis binti alay binti lebay binti rempong ala ala Ivy, gadis rewel itu berlari meninggalkan kelas.
Tersisa Biru sendiri dan...
"Temen lo pulang duluan?"
Biru yang sedang menutup tasnya terdiam, menghentikan aktifitasnya. Ia mendongak. Debar yang belum berhenti ritme acaknya sejak tadi, sekarang malah semakin bertambah dan semakin tak karuan saat ia melihat siapa orang yang ada di dekatnya dan mengajaknya berbicara.
"Iya tuh." Jawab Biru sekenanya, lalu memakaikan tas di pundaknya usai menutup resletingnya.
"Oh, iya," Ucap Biru memecah hening dan canggung di antara mereka.
Biru kembali melepas tas, membukanya dan mencari sesuatu di dalam sana.
"Sapu tangan lo. Udah gue cuci sebersih mungkin kok. Makasih, ya, Gas." Biru menyodorkan sapu tangannya. Menatap Bagas dengan senyum manisnya.
Bagas mengernyit, "Kenapa di balikin? Udah sih, buat lo aja. Buat jaga-jaga." Ujar Bagas, menolak dengan halus dan lembut.
Biru menurunkan lagi tangannya. "Serius?"
Bagas mengangguk pasti. Kedua bola mata mereka saling bertatapan, intens, menyelisik hingga ke hati dan membunuh nyali.
"Yaudah, makasih deh." Ucap Biru sambil menundukan kepalanya dan meremas sapu tangan di tangannya.
"Yuk." Bagas meraih lengan Biru. Sontak, hal itu membuat Biru membulatkan penuh kedua bola matanya. Sentuhan lembut tangan Bagas di lengannya mampu menggetarkan jiwanya, meluluhkan hatinya dan melemahkan kakinya untuk berpijak.
Biru mengangguk, Bagas melepas jeratannya di lengan Biru dan membantu gadis itu menutup tasnya.
Mungkin cowok itu tersadar bahwa yang ia lakukan tadi lancang sehingga Bagas tak lagi mengamit lengan Biru. Ia hanya berjalan bersisian dengan Biru tanpa menyentuhnya.
💎💎💎
Biru menghempas tubuhnya di sofa empuk ruang tamu. Walaupun hari ini tidak begitu melelahkan, namun tetap saja ia butuh istirahat. Apalagi detak jantungnya belum normal.
"Non Biru sudah pulang?" Biru menoleh. Bik Ratih yang tengah berjalan tertatih-tatih menghampirinya membuat Biru merasa iba. Dalam hatinya berbisik, 'Andai yang menyapa itu adalah Bunda.'
"Udah, Bik." Jawab Biru sesopan mungkin.
"Mau Bibi ambilkan minum? Oh iya, makanan sudah tersedia di atas meja makan, Non." Ujar Bik Ratih dengan senyuman khasnya. Biru menggeleng.
"Biru mau istirahat aja, Bik." Biru segera berdiri dan bergegas pergi ke kamarnya meninggalkan Bik Ratih sendirian di ruang tamu.
Drrrttt...
Ponsel Biru bergetar. Buru-buru gadis itu mengambil ponsel yang berada di saku kemejanya lalu kemudian mengeceknya usai memasukkan kata sandi.