Ch.35

498 45 7
                                    

Hari ini, Rendy datang menghadap Bu Murya dan Bu Raida seorang diri di ruang BK untuk melaporkan tentang kondisi Biru pada kegiatan menjenguk kemarin. Tak banyak yang dapat Rendy laporkan, hanya sebatas penjelasan dari ART keluarga Biru dan apa yang ia lihat kemarin di rumah sakit.

Bu Raida menghela napas, "Ibu sudah duga kalau Biru punya penyakit serius. Gak mungkin absen sebanyak itu kalau cuma sakit biasa." Bu Murya mengangguk menyetujui asumsi Bu Raida. Rendy hanya memperhatikan saja.

"Kapan Biru dipulangkan, Rendy?" Bu Murya bertanya. "Saya tidak tahu pastinya, Bu." Jawab Rendy sambil menunduk sopan.

Bu Murya tampak menaikkan kedua alisnya lalu menghembuskan napas seperti sedang melepas beban. Memikirkan nasib anak didiknya jelas sudah menjadi kewajibannya. Bu Murya bukan meragukan Biru tentang bagaimana cara ia meraih cita-citanya. Tetapi, Bu Murya hanya amat sangat khawatir.

"Ya, sudah. Sekarang kembali ke kelas," titah Bu Murya, Rendy mengangguk, "Baik, Bu."

Rendy menyalami tangan Bu Murya dan Bu Raida sebelum meninggalkan ruang BK.

"Ren,"

Rendy yang baru saja menekan engsel pintu ruang BK, berbalik badan, "Ada apa, Bu?"

Bu Murya tersenyum, "Terima kasih, Rendy. Sampaikan terima kasih Ibu kepada yang lain, ya?"

Rendy membalas tersenyum dan mengangguk. Kemudian keluar dari ruang BK.

Ketika kembali ke kelas, baru saja membuka pintu kelas, baru mengintip dari celah pintu, Rendy sudah disuguhkan dengan pemandangan luar biasa bagai pementasan sirkus yang amat anarkis dengan pertunjukan akrobat yang amat hebat.

Rendy memejamkan mata, menutup pintu kembali, dan mengelus dada. "Ya Allah, maafkan hamba-Mu ini yang gagal menjadi ketua yang baik dan bijaksana." Lirih Rendy kemudian mengusap wajah. Sebelum benar-benar masuk ke dalam kelas, Rendy sudah menyusun rapalan-rapalan yang akan ia kumandangkan di depan kelas agar suasana kembali kondusif seperti yang diharapkannya.

Jegrek!

"WOI! DIEM GAK LO SEMUA?!" Teriak Rendy segenap tenaga. Kelas yang sedang rusuh minta ampun akhirnya hening. Semua mata tertuju pada Rendy.

"Apa lo gak kasihan sama gue kalo sampe gue dipanggil guru BK lagi gara-gara ulah lo semua?!" Entah mengapa Rendy jadi terbawa suasana, membuat teman-temannya kebingungan. Suasana sempat hening beberapa saat.

Rendy yang menyadari bahwa ucapannya agak condong ke curhat jadi merasa malu hingga wajahnya memerah. Tak ingin lagi menjadi pusat perhatian, Rendy meninggalkan area depan kelas dan berjalan cepat menuju bangkunya. Suasana masih tetap hening. Hingga ia mendengar beberapa anak cewek tertawa cekikan sambil menggosip dengan mata mengarah kepada Rendy.

"Lo ngapa, si? Baper amat. Haha!" Yogi menepuk pundak Rendy sambil beralih duduk di atas meja Rendy.

Rendy manyun.

"Di putusin doi ceritanya?"

Rendy semakin manyun, kali ini alisnya malah di tekuk.

"Bodo amat apa kata lo, lah!"

"WUIDIH! HAPE BARU!"

Sontak, Rendy dan Yogi menoleh ke belakang. Ke arah sumber suara yang amat mereka kenali. Rendy dan Yogi pun langsung melayangkan pandangan ke benda persegi panjang yang sedang dipegang oleh Bagas. Rendy dan Yogi menganga lebar sebelum akhirnya bertepuk tangan dan sibuk menarik lengan Bagas sambil mengucapkan selamat atas ponsel baru yang dimiliki Bagas.

"Nih, gue catet nomer hp gue sama nama id semua sosmed gue, lo harus follow," Kata Rendy sambil menarik buku yang sedari tadi ada diatas meja Bagas.

BIRU [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang