Berkali-kali Ivy melongok gelisah ke arah luar. Berharap Biru segera datang. Ia sangat penasaran dengan isi kedua kertas yang sengaja ia tidak baca, ia ingin membuka dan membaca kedua kertas yang saat ini berada di genggamannya bersama Biru. Sayangnya gadis yang di tunggu Ivy harus terlambat datang ke sekolah hari ini.
Bagas memicingkan matanya. Ia sangat mengenal kertas yang di pegang oleh Ivy saat ini. Seketika matanya terbelalak. Itu adalah benda yang di carinya dari kemarin. 'Itu dia kertasnya! Gimana cara gue ngerebut kertas itu? Jangan-jangan dia udah baca lagi! Sialll!' Batin Bagas kalut, keringat dingin mengucur deras membasahi pelipisnya.
Ivy terus berdecak gelisah sambil sesekali curi-curi pandang kepada kertas yang ia pegang. "Si Biru kemana sih?"
Bagas pun sama gelisahnya seperti Ivy. Bagaimana cara ia merebut kertas dari tangan Ivy sebelum Ivy menunjukkan kertas itu kepada Biru. Bagas berdiri dan mulai melangkah menuju meja Ivy. Ia tidak tahu harus apa, ya ia tahu ia harus merebut kertas dari tangan Ivy, tapi bagaimana cara melakukannya?
"Contekan ya?" Tanya Bagas berusaha setenang mungkin. Ivy mendongak, matanya melotot, alisnya bertautan.
"Enak aja! Lagipula emang sekarang ulangan apa segala gue nulis contekan, hah?" Jawab Ivy kesal sambil memutar kedua bola matanya.
Bagas menghela nafas sesal. Cara pertama salah, ia harus cari cara lagi yang lebih tepat dan masuk akal.
"Kosong gak kertasnya?" Tanya Bagas seraya mencoba menarik kertas dari tangan Ivy. Ivy menahannya.
"Enggak Bagas!" Jawab Ivy kesal. Seharusnya ia senang dapat berbicara dengan The most handsome di sekolahnya, tetapi kalau caranya seperti ini, Ivy juga tidak suka.
Bagas berdehem kemudian mengangkat bahu, ia tidak mengacuhkan Ivy yang masih memelototinya. Bagas keluar kelas dengan perasaan bimbang namun tetap dengan ekspresi dinginnya.
"Eh, Bagas!" Sapa Rendy sok akrab saat mendapati Bagas tengah berdiri di depan kelas. Bagas menyunggingkan senyum kecil. Tiba-tiba saja ia mempunyai ide, entahlah ide Bagas akan berhasil atau malah gagal seperti tadi.
Rendy yang baru saja melangkahkan kaki kanannya untuk masuk ke kelas harus mundur lagi karena tarikan oleh Bagas. Rendy mengerutkan dahinya, "Kenapa bray?" Tanya Rendy dengan ekspresi bingung.
"Ehm... Ren," Rendy mengangguk bingung, masih dengan kerutan di dahi. Bagas mengusap tengkuknya seraya mengangkat alis.
"Tolongin gue mau gak?" Tanya Bagas pelan. Rendy mengangguk ragu.
"Ambilin kertas itu dong!" Bagas melongok ke dalam kelas, melihat Ivy yang masih setia menanti kedatangan Biru dengan gelisah.
Rendy ikut melongok ke dalam kelas.
"Kertas yang di pegang Ivy?" Tanya Rendy. Bagas mengangguk semangat dengan senyum samar.
Rendy mengangguk, "Kertas apaan emang?" Tanya Rendy penasaran, Bagas menggeleng cepat.
"Bukan apa-apa. Itu... Penting, Ren. Plis, tolongin gue. Eh tapi, jangan bilang gue yang minta, ya. Cari alesan biar itu kertas lepas dari tangan Ivy." Mohon Bagas dengan wajah sengaja di melaskan. Rendy mengangguk tanpa rasa curiga walaupun ia sendiri agak bingung.
"Kok bisa ada di tangan dia sih?" Tanya Rendy lagi, Bagas menepuk dahinya. "Gak tau, Ren. Cepetan Ren, plis."
Rendy mengangguk mantap sambil mengacungkan ibu jarinya. Bagas sumringah dengan perasaan cukup lega. Bagas berdiri di depan kelas, tepatnya di depan jendela untuk memperhatikan aksi yang akan di lakukan Rendy.